Cinta Tak Pernah Salah

Andita duduk di jendela besar itu memperhatikan rintiknya hujan yang membasahi taman di samping kamar VVIP tempat dia rawat inap. Mata lentik nya mengerjap menatap tajam ke bunga-bunga yang basah diterpa angin dan hujan.

Andita teringat dengan setiap perkataan dokter, jujur saja rasanya ingin menenggelamkan kepalanya ke bumi. Ingatan kembali atas tingkahnya Afrizal yang brutal menyetubuhi nya ditambah masalah bulanan.

" Mohon maaf sebelumnya, saya hanya menyarankan agar nyaman. Dalam berhubungan intim hendaklah komunikasi dengan pasangan kita. Agar dia merasakan nyaman juga kenikmatannya bersama."

"Adanya iritasi pada organ intim dan ditambah dengan suasana, mood nya yang kurang baik maka menjadi stress. Dan itu mempengaruhi proses reproduksi wanita."

"Siklus yang tidak berjalan dengan lancar maka ini yang terjadi. Datang bersamaan dengan klimaksnya sehingga dia nampak seperti pendarahan."

"Awalnya saya pikir pasien keguguran menurut dari banyaknya darah yang keluar dari sana. Ini adalah salah satu kasus langka. Jadi tak perlu di cemaskan."

Andita tersentak dari lamunannya kala mendengar suara pintu ditutup.

Nampak Afrizal masuk membawa berkas-berkas juga makanan dari Tupperware dia letakkan di samping Andita.

"Makan dulu sayang. Ada sup ayam kampung buatan bi Surti. Ada juga buah dan pudding mangga." Afrizal membuka kotak tersebut dan menata nya lalu diangsurkan meja di depan Andita.

"Aku akan duduk di sana banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan." Afrizal berkata seraya mengusap rambutnya kemudian berjalan ke arah sofa panjang tak jauh dari ranjangnya.

Ia duduk memangku laptop nya dengan berkas lainnya di sisinya. Berkutat dengan pekerjaannya sementara Andita hanya terdiam menatap ke arah lelaki itu.

"Si brengsek itu bagaimana bisa begitu tenang seolah-olah tidak ada sesuatu yang telah terjadi. Apa dia tak tahu aku malu sekali karena ulahnya itu!" Batin Andita hanya bisa menatap suaminya itu dengan perasaan kesal.

"Sampai kapan kau memandang wajah tampan ku? Apa kau rindu belaian ku? Ingatlah kata dokter kau harus istirahat, karena keletihan juga luka karena itu!" Kalimat yang dilontarkan Afrizal membuat Andita bersemu merah.

Rasa kesal kian bertambah karena perkataan nya. " Bagaimana bisa kau bilang seperti itu! Apa kau tak tahu malunya aku saat dokter memeriksa tubuh ku di bagian itu? Rasanya tak nyaman, apalagi.."

"Iya aku tahu aku salah. Maaf. Ok?" Afrizal menyela kalimatnya Andita. "Aku janji tak akan mengulangi lagi Ok?" Lanjut nya menyakinkan.

"Makanlah, atau kau ingin aku menyuapi mu?" Tanya Afrizal. Andita mendengus kesal masih belum puas dengan jawaban Afrizal.

Dengan perasaan enggan ia memakannya hingga tandas. Karena ia tahu sifat suaminya yang selalu saja memanfaatkan situasi dan membuat dia selalu di situasi yang tidak menyenangkannya.

Afrizal meletakkan berkasnya dan memastikan laptop nya. Menyingkirkan semua bekas makanannya, menggeser meja yang untuk dia makan itu. Meja itu dapat diputar juga ada rodanya sehingga memudahkan pasien yang bed rest memakai nya.

"Istirahat lah, ini masih hujan sangat menyenangkan jika kita mengistirahatkan tubuh kita. Atau kau mau tidurnya di peluk erat Aku?" Tanya Afrizal. Andita hanya memunggungi suaminya tanpa menjawabnya.

Lelaki itu langsung mengecup pelipisnya sambil mengelus-elus rambut nya. "Tidur lah sayang mimpi yang indah." Gumam Afrizal.

Kemudian ia menuju ke tempat nya kembali merebahkan tubuhnya di sofa panjang itu. Mencoba untuk memejamkan matanya. Tak lama ia pun pergi ke alam mimpi.

Hanya semalaman Andita dirawat atas permintaannya Afrizal, sebenar nya ia bisa langsung pulang setelah mendapatkan perawatan medis waktu itu.

Lelaki itu memilih mengistirahatkan tubuh istrinya itu dan memastikan bahwa kesehatan nya. Afrizal juga selalu saja mengingatkannya pada obatnya juga membantu mengoleskan salepnya di sana.

Andita merasa malu saat lelaki itu melakukan hal itu karena dia juga sedang menstruasi rasanya tak nyaman. Lelaki itu santai saja melakukannya dengan ekspresi datarnya Andita yang awalnya sungkan menjadi sedikit lega.

POV Afrizal.

Saat pertama kali melihatnya dia wanita sederhana dan bukan tipe orang ambisius serta bukan materialistis. Aku pikir dia wanita miskin yang bekerja merangkap sebagai wanita penghibur.

Jujur saja aku tergoda untuk mencoba untuk menerimanya. Karena aku memaksa secara langsung melakukan penyatuan karena obat laknat ditambah juga aku tertarik pada tubuhnya saat itu.

Tubuhnya laksana candu buat ku, aku selalu ingin melakukannya lagi. Aku sengaja memaksa menikahi nya hanya lewat agama. Biarpun aku bukan lelaki baik setidaknya aku aku berusaha untuk tidak menumpuk dosa.

Aku cemburu buta saat ia dikelilingi oleh para lelaki itu, aku tak rela ia berbagi peluh dengan lelaki lain. Karena itu aku sering menahan nya serta menekan dia terus menerus seperti itu.

Aku marah saat tahu tentang hal tersebut, kenyataan bahwa ia seorang abdi negara juga disukai oleh para lelaki itu. Juga nasibnya yang hartanya dirampas oleh keluarga adik Ayah ayah nya.

Hingga pada akhirnya aku memperkosanya tanpa ada perbincangan hangat layaknya pasangan yang harmonis. Penuh cinta dan sayang saling melengkapi satu sama lainnya.

Aku cenderung lebih mengintimidasinya alih-alih mengajaknya berdiskusi. Semua keputusan sepihak akulah yang melakukannya. Matanya menatap tajam sebagai wujud protes nya.

Masih saja aku mengacuhkannya dan tak memperdulikan itu. Hingga insiden tersebut terjadi ia mengalami pendarahan karena aku memaksa secara brutal dalam percintaan kami. Ditambah lagi stres memikirkan segala sesuatu yang menimpa nya.

Rasanya malu saat dokter menegur ku tentang nya terlebih dokter nya laki-laki yang juga memeriksa tubuh bagian itu jadi aku yang mengambil alih tugasnya itu.

Aku melampiaskan emosi ku padanya seharusnya aku lega karena itu. Arti nya ia bisa sejajar dengan kedudukan yang kumiliki saat ini.

Mengistirahatkan dirinya sengaja meminta dokter untuk rawat inap, memeriksa tubuh nya yang lain dengan peralatan canggih lainnya.

Aku tahu dia memprotes tindakan sesuka hati ku namun aku berhasil mengancamnya lagi. Dia tahu aku selalu mewujudkan semua ancaman-ancaman yang pernah kuberikan pada nya.

Jika dia patuh rasanya ingin menempelnya terus menerus namun itu tak mungkin. Bagaimanapun perusahaan butuh aku mengurusi segala sesuatu nya. Tanpa itu aku tak mungkin disegani dan ditakuti rival ku.

Aku memutuskan untuk melakukannya, yakni memiliki anak darinya dan memberikan perlindungan kepada nya sambil mengambil alih hartanya yang sudah dirampas oleh keluarga nya kala itu.

Ia harus kembali bahagia bersama dengan ku. Akan ku wujudkan mimpi nya, membuat nya tak pernah berhenti mencintai ku apalagi hingga berpaling dari ku.

Pasti aku akan kembali membuat nya ceria dan bahagia karena itu. Membuat kejutan dengan memberikan kembali harta berharga peninggalan oleh orang tuanya.