Setelah kejadian kecelakaan kerja di laboratorium miliknya saat sedang meneliti sebuah obat untuk wabah penyakit yang sedang menyerang hampir setengah penduduk bumi, Alena terbangun di suatu tempat yang asing. Segala sesuatunya terlihat kuno menurut dirinya, apalagi peralatan di rumah sakit pernah dia lihat sebelumnya di sebuah museum.
Memiliki nama yang sama, tetapi nasib yang jauh berbeda. Segala ingatan tentang pemilik tubuh masuk begitu saja. Namun jiwa Alena yang lain tidak akan membiarkan dirinya tertindas begitu saja. Ini saatnya menjadi kuat dan membalaskan perlakuan buruk mereka terutama membuat sang suami bertekuk lutut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong jangan lukai anak ini, Al
...BAB INI MENGANDUNG UMPATAN DAN PERKATAAN YANG KASAR DAN KURANG MENYENANGKAN. HARAP DIMAKLUM 🤭🤭...
Makanan di piringnya telah habis, begitu pula dengan kopi di cangkirnya dihabiskan hingga tandas. Meskipun tak senikmat dan seenak kopi buatan Alena, Althaf tetap meminumnya. Kelapanya begitu penat, lelah dengan situasi yang dia hadapi akhir-akhir ini. Namun bukannya berkurang, kepalanya justru menjadi pusing setelah menghabiskan kopi tersebut. Wanita disampingnya tersenyum penuh kemenangan, seperti mendapatkan lotre dia begitu bahagia.
Mendapatkan kesempatan, Diyah mulai melakukan kontak fisik dengan Althaf. Menyentuh dan mendekap bahu suaminya yang begitu tegap dan kekar, menang dambaan setiap wanita. Selain parasnya yang tampan, tubuhnya yang nyaris sempurna membuat wanita mana saja pasti menginginkan menjadi penghangat ranjangnya.
Althaf mencoba untuk mencubit ruang diantara alisnya namun tak membuahkan hasil, kepalanya justru semakin terasa pusing. Pandangan matanya mulai mengambil, terasa memanas dan berbayang.
“Al, kamu pasti lelah. Ayo kita ke kamar saja,” ajak Diyah, tak lupa memberikan kecupan di bagian leher.
Althaf tak merespon, masih merasakan rasa pusing di kepalanya. Namun seperti seekor kerbau yang di cocok hidungnya, Althaf menurut saja saat Diyah menggandeng tangannya dan mengajaknya ke kamarnya.
Di dalam kamar, Diyan mulai melepaskan satu persatu kancing pada kemeja yang dikenakan oleh Althaf. Diyah bersusah payah meneguk salivanya saat terpampang dengan jelas bentukan roti sobek di perut Althaf.
Tangannya tergoda, mulai menyentuhnya dengan lembut, merasakan kerasnya dan kekarnya tubuh sang suami.
“Al, aku sangat merindukanmu.” Diyah mengalungkan tangannya pada leher Althaf, menikmati aroma maskulin yang tersisa pada tubuh Althaf.
Tangan Althaf mulai menyentuh dan membelai pipi Diyah. Namun yang ada dalam pandangannya bukan sosok Diyah, namun Alena. Tiba-tiba saja tubuh Diyah melayang, rupanya Althaf membopongnya dan meletakkannya dengan perlahan di atas ranjang.
“Hai kelinci kecilku, kenapa kamu begitu manis malam ini. Sudah berani menggodaku hheemmm,” bisik Althaf.
Deg
Ucapan Althaf langsung mematahkan semangat Diyah, rupanya dalam kondisi seperti ini saja nama istri pertamanya yang dia sebut. Tapi Diyah tak peduli, yang terpenting malam ini dihabiskannya bersama Althaf.
Diyah begitu menikmati sentuhan Althaf pada tubuhnya. Meskipun masih terbungkus pakaian yang lengkap, namun senyuman Althaf memberikan sensasi yang luar biasa. Rasanya Diyah tidak sabar untuk melanjutkannya ke inti permainan.
Sekarang kedua wajah mereka saling berpandangan, kedua pasang bola mata itu saling mengunci. Kesempurnaan wajah Althaf membuat Diyah rela melakukan apapun, termasuk menambahkan sesuatu pada minuman Althaf. Sedangkan Althaf masih berimajinasi jika dihadapannya saat ini adalah Alena.
Diyah mengambil inisiatif terlebih dahulu, dia memajukan kepalanya menyambut bibir Althaf yang sedari tadi membungkam. Namun saat sedikit lagi bibir mereka bersentuhan, Althaf dengan kuat mencengkram rahang Diyah hingga wanita itu terpekik kesakitan.
“Dasar ja-lang, sekali ja-lang selamanya tetap menjadi ja-lang,” ucap Althaf dengan penuh penekanan, matanya memerah menahan amarah.
Diyah tak mampu berkata apa-apa, rasa sakit di rahangnya mengunci lidahnya untuk berucap.
“Beraninya kau menggunakan cara kotor ini untuk menggodaku hah!! Cara yang sama seperti malam itu. Dasar wanita binal!!!” sungut Althaf, kesadarannya mendadak kembali saat mereka nyaris saja berciuman.
“Ma—-maaf Al. Akk-akuu–”
Emosi Althaf memuncak, dia mencekik Diyah tanpa ampun. Sambil menahan gejolak di tubuhnya, Althaf menghukum istri keduanya. Diyah berusaha melepaskan cekikan di lehernya, dia tak menyangka sama sekali Althaf tak terpengaruh dengan obat yang dia berikan.
Bbreeettttt
Althaf dengan kasar menyobek gaun malam yang dikenakan Diyah, hingga terlihat bagian dalam tubuhnya. Wanita itu bergetar ketakutan, takut tindakan Althaf menjadi di luar batas. Apalagi saat ini dia sedang hamil, Althaf bisa saja melakukan kekerasan yang bisa membahayakan nyawa calon anaknya.
“Aaaahhhkkkk ampun Al.. sakit,” pekik Diyah saat Althaf meremas dengan kuat bagian depan tubuhnya.
“Ini bukan yang kamu mau, wanita binal! Nikmati saja, jika masih kurang aku bisa melakukan yang lainnya,” sahut Althaf tanpa belas kasihan, rengekan Diyah terdengar merdu di telinganya.
“Al, ampun Al. Jangan lakukan itu, maafkan aku. Tolong jangan lukai anak ini, Al.” Wajahnya sudah basah dengan air mata, tak tahu harus berbuat apa agar Althaf menghentikan hukumannya.
“Anak kamu bilang?? Cih.. jika bukan karena kamu menjebakku seharusnya anak itu tidak pernah ada!! Sialaaann. Aku tidak peduli dengan anak itu.”
Plaaakkkk
Plaaakkkk
Dengan tega Althaf menampar Diyah hingga mengeluarkan darah. Tubuh Diyah yang lemah tak kuasa menghindar dari perlakuan kasar Althaf. Setelah puas memberikan pelajaran kepada Diyah, Althaf meninggal wanita itu begitu saja di atas ranjang yang teramat dingin. Malam panjang yang dinantikan oleh Diyah pupus sudah.
Bbraakkkk
“Pelayan…. Sediakan es batu sebanyak mungkin dalam waktu sepuluh menit. Cepaattt!!!!”
“Kunci kamar Nyonya kedua, jangan sampai ada yang membukanya tanpa seizin saya!!!” perintah Althaf. Salah seorang pelayan langsung mengunci pintu kamar tersebut, sedangkan yang lainnya bergegas mencari apa yang diperintahkan Althaf
Langkahnya tertatih, tubuhnya seakan terbakar. Althaf berusaha menahan diri dari efek obat tersebut. Dia berusaha melepaskan baju yang masih ada di tubuhnya lalu menuju kolam pribadi di halaman samping rumah.
Althaf berusaha mendinginkan tubuhnya yang terasa panas, keringat pun susah membasahi tubuhnya. Andai Alena ada saat ini mungkin sudah menjadi tempat pelampiasan Althaf.
Sudah hampir lima menit Althaf berendam di air kolam untuk mendinginkan hawa panas di tubuhnya. Tak berselang lama, beberapa pelayan membawakan es batu yang diminta Althaf dan memasukkannya ke dalam kolam.
“Tuan, apa perlu saya panggilkan dokter Alex untuk mengobati Tuan?” tanya Kepala pelayan.
“Tidak perlu, ambilkan saja obat yang dulu biasa saya konsumsi,” jawab Althaf
“Tapi Tuan bisa sakit berendam terlalu lama di air dingin,” sahut Kepala pelayan, telah sangat lama mengabdi di keluarga Althaf tentu merasa khawatir dengan kondisi Althaf.
“Sebentar lagi saya naik, siapkan handuk dan baju untuk saya,” tutur Althaf dengan lembut. Hawa panas di tubuhnya memang sudah mulai menghilang dan kini tersisa rasa pusing di kepalanya.
Kepala pelayan pun segera melakukan apa yang diminta Althaf. Tak lama berselang, Althaf keluar dari kolam tersebut dengan kondisi menggigil, bibirnya mulai memburu menahan dingin. Kepalanya terasa begitu berat, pandangan matanya berbayang, tak begitu jelas melihat apa yang ada di depannya. Semakin lama, tubuhnya seakan kehilangan tenaga dan lemas. Hingga akhirnya semuanya berubah gelap.
...⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐...
Sudah cukup lama Alena memandangi wajah pria di hadapannya itu. Merasa tidak asing dan perhatian melihatnya, namun entah dimana. Zaldo menjadi salah tingkah saat Alena memperhatikannya begitu lama, berusaha menghindari tatapan wanita yang dicintainya Zaldo hanya bisa mengalihkan penglihatannya.
“Apa kamu artis?” celetuk Alena
“Hah, kamu tanya apa Alena?” tanya balik Zaldo, tadi dia tidak fokus.
“Apa kamu artis atau orang penting? Kayaknya wajah kamu ga asing deh. Dan maaf, namanya siapa ya? Aku sama sekali lupa segalanya,” sahut Alena panjang lebar. Kondisinya sudah mulai membaik meskipun kakinya masih lumpuh.
Zaldo duduk di kursi yang tak jauh dari ranjang Alena, dia memposisikan diri dan berusaha tidak gugup.
“Perkenalkan, namaku Rakana Zaldo, bisa dipanggil Zaldo. Usiaku 32 tahun, masih jomblo sejak berbentuk embrio. Aku seorang artis, model dan juga pebisnis, aku sukses dan aku tampan. Secara tidak langsung aku juga sepupu dari pria yang mengaku sebagai suami kamu Alena. Dan aku adalah cinta pertamamu,” jelas Zaldo panjang lebar, Alena terkekeh tak menyangka pria di depannya ini begitu lucu dan humoris.
Senyuman yang telah lama dia rindukan kembali muncul, meskipun rasanya tak lagi sama. Zaldo merasa ada yang berbeda dari diri Alena, namun tak tahu apakah itu. Dahi Alena berkerut, dia menemukan jawabannya.
‘Pria ini ada di museum Madame Tussauds Singapore, dia.. dia…’
Alena teringat saat berkunjung ke Singapura, di museum tersebut ada patung lilin replika Zaldo. Namun karena perbedaan usia, tentu Alena tak mengenali wajah Zaldo saat masih muda.
‘Jadi ini Zaldo saat masih muda. Tak menyangka bisa bertemu salah satu tokoh paling berjasa di dunia,’ ungkap Alena dalam hati.
Zaldo melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Alena, wanita itu sibuk dengan lamunannya.
“Alena.. Alena.. kamu tidak apa-apa?” tanya Zaldo cemas.
“Aahh maaf, aku melamun. Ga nyangka bisa berteman dengan artis terkenal,” cicit Alena malu-malu.
Zaldo tertawa, melihat wajah polos Alena semakin mengunci hatinya. Dia terlihat seperti seorang gadis yang ceria, melupakan nasib pernikahannya yang sangat menyedihkan.
“Kak Zaldo,” panggil Alena lembut.
“Iya cantik,” balas Zaldo menggoda.
Alena sejenak terdiam, ingin mencari tahu apa yang selama ini terlintas di kepalanya. Bayang-bayang kehidupan di pemilik tubuh yang sama sekali tak bisa pahami oleh Alena. Namun demi keberlangsungan kehidupannya di masa depan, Alena harus menyelidiki latar belakang kehidupan masa lalu pemilik asli tubuhnya saat ini. Sehingga Alena tahu kedepannya akan melakukan apa dan memikirkan rencana agar bisa terlepas dari situasi yang menjeratnya.
“Bisa ceritakan, bagaimana aku bisa menikah dengan pria itu?”