Mendapatkan ancaman tentang aib keluarga yang akan terkuak membuat Leon terpaksa menerima untuk menikah dengan Moira. Gadis bisu yang selama ini selalu disembunyikan oleh keluarga besarnya.
Menurut Leon alasannya menikahi Moira karna sangat mudah untuk ia kendalikan. Tanpa tahu sebenarnya karena sering bersama membuat Leon sedikit tertarik dengan Moira.
Lalu, bagaimana dengan kelanjutan kisah mereka? Apakah Moira yang bisu bisa memenangkan hati Leon?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6
Disaat Leon melihat kearah lemari malah bertemu dengan tatapan mata Moira, penuh curiga tentunya. Leon sampai salah tingkah sedikit, tapi ia bisa menetralkan semua rasa salah tingkah itu menjadi sikap yang sok cool.
"Kamar ini adalah milikku, aku berbagi tempat tinggal denganmu. Wajar saja bukan kalau aku melihat lihat dulu seperti apa tempat ini sebelum kau tempati lebih lama lagi?" Leon mencari alasan yang tepat agar Moira tidak curiga.
Tidak ada yang Moira katakan, hanya tatapan mata saja yang berbicara. Berusaha mengabaikan Leon yang ada di kamar, Moira kembali berusaha menurunkan resleting gaun pernikahan yang ia kenakan. Sedikit sulit bahkan sampai Moira hampir terjatuh, tapi ia enggan meminta tolong pada Leon yang suaminya sendiri.
Leon bukan memperhatikan seluruh kamar sebenarnya melainkan Moira, ia ingin tahu apa yang dilakukan wanita itu disaat malam begini.
"Ck, kalau tidak bisa belajarlah meminta tolong.." Leon menarik tangan Moira untuk membelakangi dirinya, menurunkan resleting tersebut.
Moira sampai gugup, spontan langsung berbalik badan karena tidak mau Leon melihat hal yang seharusnya tidak dilihat. Yaitu punggung belakangnya yang tidak mengenakan apapun, ia masih menatap kearah Leon. Tatapan mata itu seolah mengatakan untuk jangan sampai Leon melakukan hal yang diluar perjanjian.
"Mata yang cukup indah, sangat tenang.." Gumam Leon, ia tidak menyangka bisa memuji Moira sedetail itu. "Ck, kau kira aku akan tergoda dengan punggung belakangmu yang seperti ikan asin itu?"
"Apa, punggung belakangku yang sangat indah ini dikatain ikan asin?"
"Kurus kering!" Caci Leon lagi, ia mendorong tubuh Moira agar tidak dekat dengannya. Tangan Moira memegang erat gaunnya agar tidak terjatuh, sekuat tenaga ia mempertahankan. "Banyak tubuh wanita lebih indah bahkan aku tidak tergoda, apa lagi hanya seperti ikan asin tidak akan membuatku tergoda." Ejek Leon lagi, ia duduk menuju sofa.
Tangan satu Moira mempertahankan gaunnya sementara satunya berkacak pinggang. Moira menghela napas panjang membuang rasa kesal yang ada, lalu memutarkan bola matanya malas.
"Terserah!"
Moira berlalu pergi menuju bathroom, jangan sampai air hangat yang sudah disediakan oleh Rika tadi berubah menjadi air dingin hanya karna terus meladeni Leon yang aneh. Moira tidak tahu sebenarnya seperti apa sikap Leon itu, kata orang dingin dan sangat susah berbicara dengan orang lain. Tapi, sedari awal bertemu Moira selalu merasa jika Leon adalah pria yang cerewet.
Sementara itu Leon bangkit dari duduknya disaat Moira sudah terdengar mandi, ia menuju meja rias. Mengambil salah satu buku kecil yang ada disana, banyak buku baru yang tersedia untuk tempat Moira berkomunikasi. Dan tidak hanya itu tapi juga pena yang sangat banyak, sepertinya Moira sengaja menyediakan benda itu banyak banyak agar tidak kesulitan nanti jika kehabisan.
Leon jadi teringat dengan buku kecil Moira yang terjatuh diruangan Kantornya kemarin. Tersimpan di kantong jas yang Leon kenakan, ia membuka buku tersebut sambil sesekali memperhatikan bathroom jangan sampai Moira mengetahui itu.
"Maafkan aku, Ma. Lain kali aku akan berusaha lebih baik lagi.."
"Ayah tidak adil, aku hanya ingin main dengan temanku. Tidak akan aku menceritakan tentang siapa aku sebenarnya, kalian tidak perlu takut dengan itu."
"Aku harus menikah dengan Putra keluarga Dante? Mengapa? Mengapa aku harus menikah dengan dia?"
"Aku capek, kalau bisa aku ingin mati saja. Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang mengerti apa yang aku rasakan, tidak ada yang memihakku."
Leon hanya membaca separuh karena mendengar suara pintu terbuka, ia menyimpan kembali buku kecil tersebut di kantong jasnya. Mencoba untuk biasa saja meskipun yang Leon baca tadi benar-benar menganggu pikirannya.
"Mengapa dia se menderita itu, apa yang disembunyikan keluarga Yaston sebenarnya.." Leon jadi penasaran sendiri, tapi ia merasa jika semua ini tidak urusannya.
Moira terkejut melihat Leon ternyata masih ada didalam kamarnya, seharusnya sudah kembali bukan. Perlahan Moira berjalan menuju lemari sambil sesekali melihat ke arah Leon yang masih menatapnya. Tidak ada apapun yang pria itu katakan, hanya diam terus memperhatikan Moira yang mencari pakaian ganti.
Leon berlalu pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun, barulah Moira menghela napas lega. Berada didalam satu ruangan dengan Leon seakan pasokan oksigen didalam ruangan itu menipis. Leon terasa lebih mendominasi, Moira takut sebenarnya dengan pria itu.
•
•
Sepanjang malam Moira tidak bisa tidur, ntah kenapa hanya saja Moira merasa tidak nyaman. Pada akhirnya ia terjaga sampai pagi, sekarang mencoba membuat sarapan untuk mengisi kekosongan yang ada. Tepatnya hari minggu tidak ada kelas di Kampus, Moira bingung harus melakukan apa hari ini dirumah asing.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Leon, pria itu muncul dengan pakaian santainya. Mengambil gelas untuk menuangkan air minum, ia melihat ke arah Moira yang menuliskan sesuatu di buku kecil.
"Memasak nasi goreng, aku akan membuat lebih jika kau mau.."
Leon menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Aku tidak sembarang makan, harus chef bintang lima yang mengolah makanan tersebut baru aku bisa memakannya." Jelas Leon dengan sangat angkuh dan rasa bangga yang berlebihan.
Kedua alis Moira seakan mau menyatu, dengan bibir yang cemberut ia menulis lagi. "Bagus, setidaknya aku tidak perlu repot-repot berbagi makanan denganmu."
Leon mendengus kesal, ia ingin berbicara lagi tapi malah Moira berlalu pergi dengan membawa piring nasi gorengnya. Bukannya makan di meja makan malah Moira membawa piringnya menuju kamar, sangat aneh.
"Ck, dia memang pemarah.." Leon menatap sekelilingnya, ia lupa jika berada di kediaman bukan di Mansion Utama.
Kalau harus menunggu chef bintang lima datang memerlukan waktu yang lama, sementara sekarang dirinya sudah sangat lapar. Malah tidak ada roti selai karena memang Leon belum memerintahkan sekretaris pribadinya untuk berbelanja.
"Astaga.." Leon tidak sudi kalau harus meminta wanita aneh itu memasakkan untuknya, lebih baik mati kelaparan saja. "Tidak, Leon. Jangan sampai kau menelan ludah sendiri!"