Hati siapa yang tak bahagia bila bisa menikah dengan laki-laki yang ia cintai? Begitulah yang Tatiana rasakan. Namun sayang, berbeda dengan Samudera. Dia menikahi Tatiana hanya karena perempuan itu begitu dekat dengan putri semata wayangnya. Ibarat kata, Tatiana adalah sosok ibu pengganti bagi sang putri yang memang telah ditinggal ibunya sejak lahir.
Awalnya Tatiana tetap bersabar. Ia pikir, cinta akan tumbuh seiring bergantinya waktu dan banyaknya kebersamaan. Namun, setelah pernikahannya menginjak tahun kedua, Tatiana mulai kehilangan kesabaran. Apalagi setiap menyentuhnya, Samudera selalu saja menyebutkan nama mendiang istrinya.
Hingga suatu hari, saudari kembar mendiang istri Samudera hadir di antara carut-marut hubungan mereka. Obsesi Samudera pada mendiang istrinya membuatnya mereka menjalin hubungan di belakang Tatiana.
"Aku bisa sabar bersaing dengan orang yang telah tiada, tapi tidak dengan perempuan yang jelas ada di hadapanku. Maaf, aku memilih menyerah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Harapan Tatiana
Tanpa terasa bis yang Tatiana tumpangi sudah sampai di salah satu terminal yang ada di Kota Yogyakarta. Seturunnya dari dalam bis, mata Tatiana mengedar ke sekitar. Ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki di kota yang sering disebut kota gudeg tersebut. bingung, tentu saja Tatiana rasakan. Apalagi hari sudah malam. Tatiana tidak memiliki tujuan sama sekali.
Tatiana lantas menghampiri salah seorang pengemudi ojek. Ia meminta diantarkan ke penginapan atau hotel terdekat. Tak butuh waktu lama, Tatiana pun sampai di sebuah penginapan yang tidak begitu besar, namun terasa nyaman.
Setelah membayar sejumlah uang pada pengemudi ojek tersebut, Tatiana pun gegas melangkah ke dalam penginapan untuk menyewa salah satu kamar selama beberapa hari sampai ia menemukan tempat tinggal. Setelah mendapatkan kamar, Tatiana pun diantar menuju kamarnya yang ada di lantai dua penginapan tersebut.
"Ah, lelahnya!" gumam Tatiana setelah merebahkan tubuh lelahnya di ranjang yang ukurannya tidak begitu besar tersebut.
Saat sendirian seperti ini, matanya seketika menerawang ke langit-langit. Kilas kehidupan rumah tangganya selama dua tahun ini berkelindan di netranya. Tak pernah terpikirkan oleh Tatiana kalau pernikahannya hanya akan bertahan selama 2 tahun. Sungguh menyedihkan. Belum lagi ia harus pergi dengan membawa sebongkah daging yang keberadaannya tidak diketahui oleh ayahnya sama sekali.
Tatiana tidak bisa menerka bagaimana kehidupannya setelah ini. Ia hanya berharap, hidupnya dan calon anaknya kelak akan baik-baik saja. Tatiana juga berharap, Samudera dan Ariana bisa hidup dengan baik meskipun tanpa dirinya.
"Mari kita berjuang ya, Nak! Bunda akan menjadi seorang ibu sekaligus ayah yang kuat bagimu," ujarnya sambil mengusap perutnya yang masih rata.
...***...
Samudera pulang ke rumahnya saat hari sudah mulai gelap. Penampilannya yang tadi rapi, kini tampak berantakan. Samudera frustasi. Ia sudah pergi ke sana dan kemari berharap bisa menemukan jejak Tatiana, tapi sayang, ia tidak menemukan keberadaannya sama sekali.
Dengan langkah gontai, ia memasuki rumah. Dan sama seperti kemarin, malam ini pun kepulangannya disambut dengan tangisan kencang sang putri. Sebelum masuk, Samudera terlebih dahulu memejamkan matanya. Sungguh, ia tak kuasa melihat kesedihan Ariana. Putrinya seakan sedang patah hati, tapi patah hati karena ditinggalkan sang ibu.
Namun belum sempat Samudera masuk, sebuah mobil berwarna putih masuk ke pekarangan rumahnya. Samudera sangat tahu siapa pemilik mobil putih tersebut. Jadi ia pun segera membalikkan badannya menghadap perempuan yang sedang melangkah ke arahnya tersebut.
"Kak Sam."
"Mau apa lagi kau datang kemari?" tanya Samudera dingin.
"Kak Sam," cicit perempuan yang tak lain adalah Triani tersebut. "Kenapa Kak Sam makin hari makin bersikap dingin padaku?" lirihnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Seakan stok air matanya begitu melimpah, jadi sekali kedip saja air mata itu pun tumpah.
"Pergilah! Aku sedang tidak ingin bicara denganmu," ucap Samudera dingin membuat perasaan Triani kesal seketika. Tapi sebisa mungkin ia tutupi kekesalannya itu dengan memasang ekspresi terluka.
"Kak, aku hanya ingin bertemu dengan keponakanku, apa salah?" tanyanya. Lalu sayup-sayup ia mendengar suara tangis yang cukup kencang dari dalam rumah. "Ana ... Mas, Ana kenapa? Ana kenapa menangis sekencang itu? Jangan-jangan istrimu itu sudah berbuat kasar pada Ana?"
Mata Samudera memicing, "Tiana bukan perempuan seperti itu. Dia begitu menyayangi Ana seperti putri kandungnya sendiri jadi kau jangan bicara sembarangan," tukas Samudera.
"Oke, oke, aku minta maaf sudah bicara sembarangan. Tapi aku boleh kan bertemu dengan Ana?"
"Ti- ... "
"Ayah, ayah sudah pulang?" tanya Ariana yang tiba-tiba berlari ke arahnya. Lalu mata Ariana mengedar ke sekitar.
"Ana ... "
"Yah, bunda mana? Ayah bilang ayah akan membawa bunda pulang? Bunda mana, Yah?" cecar Ariana tak sabar.
Triani yang mendengar cecaran Ariana mengerutkan kening. Ia penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Samudera menghela nafas panjang, "bunda ... Maaf ya, Sayang, ayah ... "
"Bunda tidak ada ya, Yah? Ayah, bunda mana? Ana mau ketemu bunda, Yah? Ayah ... "
Mata Samudera berkaca-kaca, harinya perih melihat putrinya begitu hancur setelah kepergian Tatiana.
"Maafkan ayah! Maaf!"
"Ayah jahat. Ana benci ayah. Ayah jahat!" pekik Ariana dengan berurai air mata.
"Ana, Ana kok begitu sama ayah?" Triani lantas mendekat. Ia hendak memeluk Ariana, tapi ia menolak.
"Ana nggak mau sama Tante. Ana maunya sama bunda. Bundaaaa ... Huhuhu ... "
"Ana, tolong jangan begini, Nak!"
"Ana mau bunda, Ayah. Bunda kemana? Kenapa bunda pergi ninggalin, Ana? Huhuhu ... "
"Bunda nggak ninggalin Ana. Bunda ... Oh ya, tadi bunda telepon. Bunda bilang bunda ada pekerjaan jadi bunda belum bisa pulang. Tapi bunda janji, bunda akan pulang setelah pekerjaan bunda selesai. Bunda juga berpesan supaya Ana nurut apa kata ayah dan nggak nangis. Kalau Ana nggak nurut dan cengeng, nanti bunda nggak mau pulang, apa Ana mau?" Dengan berat hati Samudera pun merangkai kebohongan. Ia harap dengan begitu Ariana tidak menangis lagi.
Bukan maksud Samudera membohongi putrinya sendiri, tapi bila dibiarkan berlarut-larut, Samudera khawatir kesehatan Ariana menurun. Apalagi Ariana terus menangis sejak kemarin. Matanya sudah benar-benar bengkak. Bahkan Ariana masih mengenakan pakaiannya pagi tadi. Sudah jelas sampai saat ini Ariana belum mandi sama sekali.
"Benar, Ayah? Ayah nggak bohong kan? Bunda pasti akan pulang kan?"
"Iya, Sayang. Masa' ayah bohong. Nah sekarang putri cantik ayah mandi ya sama bibik. Bau. Uuu, nanti bunda nggak mau dekat-dekat Ana, memangnya Ana mau?" Samudera menutup hidungnya, pura-pura kebauan.
Ariana menggeleng, kemudian tanpa banyak kata, ia langsung mendekati Bik Una agar ditemani mandi.
"Kak, apa Tiana pergi?" tanya Triani membuat Samudera menghela nafas panjang, kemudian mengangguk.
"Apa dia pergi karena perbuatanku kemarin?" Samudera diam. Ia melepaskan sepatunya dan meletakkan di tempatnya.
"Maaf," imbuhnya lagi.
"Sudahlah. Semua sudah terlanjur terjadi. Sebaiknya kau segera pergi dari sini. Sudah malam."
"Tapi kak, bukankah ini kesempatan bagus? Bukankah kau tidak pernah mencintainya dan masih mencintai Triana. Seperti kata kak Sam, aku sangat mirip dengan Triana. Aku bersedia menjadi pengganti Triana. Aku tak masalah kau masih mencintai Triana. Aku yakin, Triana pun pasti senang saat tahu akulah yang menggantikannya menjadi istri dan ibu bagi anak kalian?" ucapnya seraya mendekat ke arah Samudera.
"Sudah bicaranya?" ucap Samudera dingin.
"Kak ... "
"Aku akui aku pernah khilaf dan hampir terjebak euforia kenangan bersama Triana denganmu, tapi setelahnya aku sadar, Triana telah tiada. Dan lagipula aku telah menikah dengan Tiana. Tidak seharusnya aku melakukan itu. Jadi aku tegaskan sekali lagi, tolong jaga batasanmu! Cukupkan sampai di sini niatmu itu. Lebih baik fokus dengan urusanmu sendiri. Aku tidak ingin kembali terlibat masalah dengan calon mantan suamimu yang mengira kita ada hubungan di belakangnya," tegas Samudera.
"Tapi kak ... "
Belum sempat Triani melanjutkan kalimatnya, Samudera sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya.
Sepeninggal Samudera, Triani pun kembali ke mobilnya dengan langkah menghentak. Di dalam mobil, ia menggeram kesal. Padahal waktu itu selangkah lagi Triani berhasil menjerat Samudera ke dalam pelukannya. Tapi setelah ibu Tatiana tiba-tiba meninggal, Samudera jadi menjauhinya.
"Sial! Brengsekkk! Kenapa semua jadi kacau seperti ini? Semua gara-gara perempuan itu. Bagus dia sudah pergi. Ternyata dia tahu diri juga. Tapi setidaknya dia sudah pergi. Meskipun kali ini aku gagal, aku yakin suatu hari nanti Samudera akan jatuh ke pelukanku. Apalagi aku memiliki wajah yang sama persis dengan Triana," ucap Triani penuh keyakinan sambil memandang wajahnya di kaca rear vission mobil.
...***...
...HAPPY READING ❤️❤️❤️...
menyiksa diri sendiri.