Mira adalah seorang IRT kere, memiliki suami yang tidak bisa diandalkan, ditambah keluarganya yang hanya jadi beban. Suatu hari, ia terbangun dan mendapati dirinya berada di tubuh wanita lain.
Dalam sekejap saja, hidup Mira berubah seratus delapan puluh derajat.
Mira seorang IRT kere berubah menjadi nyonya sosialita. Tiba-tiba, ia memiliki suami tampan dan kaya raya, lengkap dengan mertua serta ipar yang perhatian.
Hidup yang selama ini ia impikan menjadi nyata. Ia tidak ingin kembali menjadi Mira yang dulu. Tapi...
Sepertinya hidup di keluarga ini tak seindah yang Mira kira, atau bahkan lebih buruk.
Ada seseorang yang sangat menginginkan kematiannya.
Siapakah dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rina Kartomisastro, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Theo melipat kedua tangan di depan dadanya. Pria itu kini tengah menatap dua manusia yang kompak menikmati bakso di warung yang terletak di dalam kawasan pasar tradisional itu.
"Kenapa kamu gak pesan juga? Rugi loh. Jarang-jarang kamu bisa ke tempat seperti ini, kan? Bakso di sini enak sekali," ucap Mira sambil menyeruput kuah yang masih setengah panas itu.
"Bukan jarang-jarang, ini pertama kali. Tapi tadi kita baru makan siang."
"Betul, itu makan siang. Ini cemilan siang." Mira menoleh ke arah Janu, sebelum kembali menikmati makanannya.
"Yang saya bilang di pesta tempo hari benar, kan? Makanan ini seribu kali lebih nikmat dibanding hidangan yang kita makan di sana."
Mira buru-buru mengangguk, "Iya lah! Mana bisa makanan kaki lima dibandingkan dengan makanan hotel? Enak ini kemana-mana."
"Kamu sering jajan di luar? Seorang Mira Mahalia?" kata Janu sambil mengerutkan kening.
Mira refleks tersedak.
Dengan sigap, Janu menyodorkan minuman.
"Sesekali, tapi aku suka," Mira ngeles. "Terima kasih minumnya."
"Aneh. Padahal dulu sangat pemilih soal makanan." Theo memalingkan wajah sambil bergumam supaya tak terdengar.
Namun saat berpaling, pria itu tak sengaja menangkap sosok mencurigakan yang berdiri di sudut pasar, di luar warung ini.
Orang itu tampak berusaha mengambil foto ke arah Mira secara diam-diam.
Tanpa bicara lagi, Theo bangkit dan berniat menghampiri. Namun belum juga sampai, sosok misterius itu tampak kaget, sebelum kabur.
Theo sudah siap mengejar, namun tangannya terasa tertahan.
"Ada apa, Theo?"
Tangan Mira menarik pergelangan tangan Theo.
"Kita pulang ke rumah ya, Tante."
Mira diam. Wanita itu menatap Theo dengan ekspresi cemas.
***
Theo menghela napas.
Kini ia sebelas dua belas dengan anak hilang yang berkeliaran di tengah-tengah pasar.
Diantara lalu lalang para pengunjung, Theo hanya dapat menatap Mira dan Janu yang berjalan beriringan di depannya.
Ia pikir, tadinya Mira setuju untuk pulang saja bersamanya.
Namun wanita itu justru menjitak kepala Theo.
"Pulang saja sendiri. Aku masih belum selesai di sini", tolak Mira.
Theo tampak kesulitan membelah jalan di pasar yang begitu sesak. Maklum seumur-umur, baru pertama kali pria itu menginjakkan kaki di pasar tradisional.
Tak dipungkiri, udara yang begitu panas dan bangunan yang sedikit pengap, membuatnya sedikit tersiksa.
Sepertinya benar kata Mira, ia harus pulang lebih dulu. Tempat ini memang bukan untuknya.
Pria berusia 27 tahun itu lantas menghampiri Mira yang saat itu tengah berhenti di salah satu kios buah. Setidaknya ia harus berpamitan dulu sebelum pergi.
"Tante, aku pamit-"
"Nah, ini keponakan aku. Tenang saja, aku pulang bersama dia. Kalian bisa lanjutkan obrolan berdua."
Mira sedang berbicara dengan seorang wanita yang baru saja ia temui itu. Tangannya merangkul lengan Theo untuk menariknya lebih dekat.
"Maaf ya, Mira. Lain kali kita bisa lanjutkan berkeliling pasar lagi." Janu bicara dengan ekspresi sungkan.
"Tentu, Janu. Ayo, keponakan kesayangan Tante, kita pulang sekarang."
Belum sempat memberi salam perpisahan dengan benar, Mira sudah menarik Theo menjauh dari Janu dan wanita di hadapannya itu.
***
Pada akhirnya, Mira dan Theo naik taksi. Bagaimana tidak, mobil Theo ditinggal di parkiran galeri lukisan, saat menuju ke pasar tadi.
"Wanita itu siapa?"
"Mantan istrinya Janu."
"Oh, dia duda," gumam Theo. "Bisakah Tante menjaga jarak dengan si duda itu?"
Mira menoleh, lantas menatap Theo tajam. "Kamu pikir aku perempuan gampangan? Aku sama Janu hanya berteman, tidak lebih. Kami juga jarang-jarang jalan bersama. Kenapa harus jaga jarak segala? Memangnya kami pasangan selingkuhan?!"
Theo mendekat ke telinga Mira. Pria berlesung pipi itu, lantas berbisik, "Tadi di pasar ada yang membuntutimu."
"Bercanda."
"Terserah mau percaya atau tidak. Tapi yang jelas, kita belum tahu apa motifnya. Makanya aku minta Tante lebih waspada. Jaga jarak dengan orang yang bisa menimbulkan gosip. Bisa jadi, mereka sedang mencari kelemahanmu, Tante."
Mira menatap Theo. Namun saat ini, pria yang ditatap itu tengah melempar pandangannya ke luar kaca mobil.
Hubungan seperti apa antara kamu dan Mira Mahalia? Mira punya rencana apa yang ingin dibagikan denganmu?
Haruskah aku memercayaimu saja, Theo?
***