Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Marahnya Aldian
"Mas Aldian?" Haliza terkaget ketika di depan pintu gerbang sudah ada Aldian dan mobilnya. Matanya menatap takut ke arah Aldian. "Kenapa Mas Aldian sudah ada di rumah, bukankah katanya dinas luar kota lima hari?" gumam Haliza masih terpaku heran.
Aldian mendekat dengan muka memerah. Aldian beberapa saat menatap Haliza yang sudah cantik dan wangi. Dari ujung kepala sampai kaki, tercium wangi yang semerbak. Pantas saja, sebab sekujur tubuh Haliza dari ujung rambut sampai ujung kaki sudah mendapatkan perawatan salon. Rambutnya yang diurai dan ujungnya dicurly, sesekali bergoyang-goyang kiri dan kanan mempesona. Namun, tidak bagi Aldian. Rasa marahnya tidak pupu hanya gara-gara melihat Haliza cantik dan menawan karena sudah perawatan salon.
"Mas, Mas Aldian sudah pulang? Bu~bukankah ...."
"Masuk! Tidak perlu memperlihatkan muka bingung dan pecicilan seperti itu. Tunggu aku di kamar, kita selesaikan urusan kita," sentak Aldian sembari kembali memasuki mobilnya dan mengembalikan mobil itu ke tempat semula.
Haliza berjalan memasuki mulut pintu gerbang, lalu masuk rumah. Keberadaannya diketahui Bi Kenoh yang langsung menyapanya.
"Neng, sudah pulang? Den Aldian tadi mau jemput Neng Liza, karena dia begitu khawatir," ucap Bi Kenoh.
"Iya, Bi. Saya baru pulang," jawab Haliza beberapa saat kemudian setelah ia tertegun. Dalam benaknya sempat terucap tanya, kenapa Aldian begitu khawatir sampai ingin menjemputnya? Bukankah dia kemarin sebelum pergi dinas keluar kota, begitu tidak peduli?
"Bi, tolong simpan bakso saya di dapur." Sebelum menuju tangga, Haliza menitipkan kantong kresek yang isinya bakso.
Haliza segera menaiki tangga dan masuk kamar. Dadanya sudah berdegup kencang tatkala langkah kaki Aldian sudah mulai terdengar menghampiri kamar.
"Aduhhh, pasti pria psikopat itu akan marah. Sepertinya karena aku tidak bilang dan laporan sama dia. Bukankah kemarin-kemarin Mas Aldian bilang kayak gini, lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Giliran sekarang nggak nggak minta ijin, dia sok-sok perhatian dan peduli," dumel Haliza masih heran.
"Lagian aku ini bukan dari mana-mana, hanya dari salon mempercantik diri," batinnya lagi berusaha tenang.
Pintu dibuka, Aldian muncul lalu menatap Haliza sekilas. Haliza sudah sangat takut sampai ia tidak berani menatap Aldian. Tapi dugaan Haliza meleset, Aldian justru menuju lemari, meraih sebuah kantong goodie bag. Kemudian ia berjalan menuju Haliza. Aldian memberikan goodie bag itu pada Haliza.
Haliza bukan meraih goodie bag yang diberikan Aldian, ia justru mengerut takut. Aldian tersenyum sinis, perasaan marah yang tadi sempat dia tahan, kini terpancing kembali dengan sikap Haliza yang sok-sok-an ketakutan.
"Ambillah! Apakah kamu tahu, aku sengaja belikan ini untukmu sebagai oleh-oleh? Tapi kamu sok-sok-an berlagak takut karena merasa bersalah. Aku tahu rasa takutmu itu karena kamu ketahuan pergi tapi tidak berpamitan atau minta ijin terlebih dahulu sama aku." Aldian berbicara penuh tekanan dengan tangan yang masih terulur.
Haliza sedikit mendongak lalu meraih goodie bag itu, perlahan dia buka dan melihat isi di dalamnya.
"Buka dan pakai!" titahnya.
Sebuah kotak perhiasan dan baju tipis terbuat dari kain yang super terawang berada di dalam goodie bag itu. Sepertinya itu bukan baju, melainkan gaun tipis yang panjangnya di atas lutut dengan dada terbuka.
Haliza tercengang saat membeberkan gaun tipis itu, mukanya sampai meringis membayangkan hal yang akan terjadi nanti apabila dia memakai gaun yang diberikan Aldian itu.
"Ini apa, Mas?" lontarnya sembari meletakkan kembali gaun tipis itu ke dalam goodie bag dan menaruh goodie bag itu di atas sofa.
"Pakailah, aku ingin lihat kamu pakai itu," sahut Aldian. Haliza menjengit dia berdiri pertanda enggan memakai gaun itu. Lagipula sumpah demi apapun dia belum siap melakukan itu dengan Aldian sebelum perasaan cinta itu muncul.
Haliza benar-benar takut, sebab ia sama sekali tidak ada perasaan cinta sama Aldian. Entahlah, meskipun Aldian termasuk tampan, tubuh bagus, tapi Haliza sama sekali tidak menyukainya.
"Tapi, Mas, aku mohon jangan dulu minta itu, demi Tuhan aku belum siap, sebab aku masih belum ada perasaan sama kamu. Tunggulah Mas, sampai aku muncul perasaan itu, aku pasti siap melakukannya," ucap Haliza dengan tatap memohon meminta Aldian untuk tidak meminta haknya dulu, dengan alasan Haliza belum memiliki rasa cinta terhadap Aldian.
Aldian memalingkan muka, dia geram dengan pengakuan Haliza yang lagi-lagi mengungkapkan belum ada perasaan terhadapnya. Kalau boleh jujur, Aldian pun belum ada perasaan cinta sama Haliza, tapi melakukan hal itu, dia rasa tidak perlu menunggu cinta itu tiba dan muncul. Lagipula dia suaminya. Dan sikap Haliza seperti ini membuat Aldian tidak bisa bertahan lagi, dia harus buktikan bahwa alasan belum siap memberikan haknya pada Aldian karena belum ada cinta, menurutnya bukan salah satu alasan utama, melainkan Haliza hanya menutupi aibnya.
"Jangan kurang ajar dan menjadi durhaka Haliza. Kamu tahu tidak penolakanmu membuat aku semakin yakin bahwa ini hanya alasan kamu saja untuk menutupi aibmu yang sebenarnya."
"Kamu tahu, kenapa aku katakan itu, sebab lelaki yang kamu cinta adalah mantan kekasihmu yang pergi itu? Jadi, aku ambil kesimpulan kalau kamu sebenarnya sudah memberikan hal yang paling berharga dalam hidupmu pada dia yang kamu cinta, bukan? Enak banget dia, dia dapat sarinya, tapi aku ampasnya. Kamu sudah sangat keterlaluan, demi dia kamu berani menolak permintaanku yang aku minta secara baik-baik," tukas Aldian sembari menatap Haliza lebih tajam.
"Tidak. Jangan katakan itu lagi padaku, Mas. Karena semua itu tidak benar, kamu salah besar. Meskipun aku mencintai mantan kekasihku, tapi aku tidak pernah memberikan kehormatanku padanya."
"Kalau begitu buktikan. Buktikan jika kamu masih suci dan masih menjaga kehormatanmu dari lelaki itu." Aldian menarik lengan Haliza menuju ranjang lalu dihempas di sana. Penolakan Haliza tadi membuat dia kembali geram. Tadinya saat melihat Haliza pergi tanpa ijin, Aldian sudah berusaha meredam amarah, tapi setelah Haliza menolak ajakannya, kemarahan Aldian kembali tersulut, dan kini dia tidak bisa menahannya lagi.
Haliza segera berdiri di atas ranjang lalu menjauh dari sana, ia benar-benar takut melihat kemarahan Aldian.
"Kamu tahu, saat mengetahui kamu pergi dan belum pulang kata Bi Kenoh tadi, aku sangat marah sekaligus mengkhawatirkan kamu. Asal kamu tahu, di luaran sana saat ini sedang berkeliaran dua residivis yang baru keluar penjara tapi dia kedapatan lagi melakukan tindakan kejahatan. Dia melakukan pelecehan terhadap anak sekolah. Apakah kamu tidak takut jika saat kamu pergi tadi, tanpa ijin pula, lalu tiba-tiba kamu dicegat mantan napi itu lalu diculik dan diperkosa. Kamu mau?" jelas Aldian menyentak Haliza.
Haliza terkesima, pikirannya memutar kembali saat dirinya naik angkot tadi. Di dalam angkot tadi kebetulan ada dua orang pria yang menatap padanya tidak berkedip sampau ia turun dari angkot.
Seketika tubuh Haliza merinding, ia bersyukur masih diselamatkan Yang Maha Kuasa.
"Mungkin kamu lebih memilih diperkosa dan dilecehkan residivis itu dari pada melayani suamimu sendiri." Aldian belum berhenti mengungkapkan kekesalannya pada Haliza, tangannya dengan refleks menangkap tubuh Haliza. Aldian benar-benar marah terhadap Haliza.
"Mas, jangan. Aku mohon, jangan," pintanya. Aldian tidak terkendali apalagi melihat permohonan Haliza yang seakan tidak sudi disentuhnya.
Aldian meraih kemeja Haliza lalu menariknya kasar, sehingga kancingnya terlepas dari baju.
"Sudah kutahan sabarku. Bela-belain aku belikan oleh-oleh spesial untukmu, karena aku masih menganggapmu istri meskipun kamu tidak menganggapku suami. Tapi batas sabarku sudah habis dan limitnya sampa di sini, maka jangan salahkan aku jika hari ini aku memaksamu," tegas Aldian dengan amarah yang memuncak, tidak peduli Haliza menepis menghalau tubuhnya.
gimana sih Thor?
engga gitu thor aturannya /Sweat//Sweat/ lahir normal maupun cesar sama sama 3hr. kalo cesar ada kendala mungkin bisa lebig dari 3hari
menarik ceritanya
gedeg bgt sama Aldian,cemburu tau qt sbg ssama wanita 😠😡