~Jingga melambangkan keindahan dan kesempurnaan tanpa celah ~
Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan cinta Jingga. Seorang yang rela menjadi pengantin pengganti untuk majikannya, yang menghilang saat acara sakral. Ia memasuki gerbang pernikahan tanpa membawa cinta ataupun berharap di cintai.
Jingga menerima pernikahan ini, tanpa di beri kesempatan untuk memberikan jawaban, atas penolakan atau penerimaannya.
Beberapa saat setelah pernikahan, Jingga sudah di hadapkan dengan sikap kasar dan dingin suaminya, yang secara terang-terangan menolak kehadirannya.
"Jangan harap kamu bisa bahagia, akan aku pastikan kamu menderita sepanjang mejalani pernikahan ini"~ Fajar.
Akankah Jingga nan indah, mampu menjemput dinginnya sang Fajar? layaknya ombak yang berguling, menari-nari menjemput pasir putih di tepi pantai.
Temukan jawabannya hanya di kisah Jingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rengganis Fitriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dinginnya Fajar
Siulan burung terdengar sangat merdu menyapa telinga. Menghadirkan sensasi damai di tengah sejuknya udara. Desir angin mulai menyapa kulitnya hingga merinding, rasa dingin begitu jelas menyapa kala merasakan hawa dingin menembus pori-pori kulit. Benar adanya Fajar membuka jendela kaca mobilnya tanpa permisi. Rupanya ia lebih suka dengan udara dingin dari alam dari pada pendingin Ac yang ada di mobilnya.
Hening.
Tak ada obrolan sepanjang perjalanan, keduanya masih sama tenggelam dalam pikiran masing-masing, enggan untuk saling memulai. Seperti itulah keadaan saat keduanya di tempatkan dalam satu tempat yang sama hanya berdua saja. Hingga beberapa detik kemudian suara Fajar mulai memutus keheningan di antara mereka.
“Aku tidak akan pernah menerima pernikahan ini sampai kapan pun, aku sudah memiliki wanita pilihanku. Aku harap kamu bisa mengerti dan cukup tahu diri!”. Dingin, ucapan Fajar begitu dingin namun mampu menusuk hingga relung hati yang terdalam. Sekujur tubuh terasa terbelenggu dalam dinginnya sang fajar.
Aku lah Jingga yang tak di harapkan kehadirannya oleh sang Fajar, batinku menciut, jiwaku terasa begitu kerdil berada di sebelahnya. Akulah upik abu yang merindukan sambutan seorang Raja.
“Bersikaplah biasa-biasa saja seolah hubungan kita sepasang suami istri yang sedang berbahagia, kala sedang di hadapan Mama dan Papa begitu juga di hadapan tamu nanti”.
Jingga, tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Mulutnya terkunci lidahnya terasa kelu, ia lebih memilih untuk menganggukkan kepalanya saja.
“Mari kita menjadi orang asing yang saling tak mengenal ketika berada di luar rumah, aku harap kamu menerima kerjasama ini!”. Tukasnya kembali dengan penuh penekanan.
Lagi-lagi Jingga tak dapat bersuara, ia lebih memilih untuk kembali menganggukkan kepalanya saja. Sebagai pertanda setuju atas tawaran yang di berikan Fajar padanya.
Tak butuh waktu yang lama, kini Fajar telah sampai di depan Resto tempat Jingga bekerja. Ia lekas mengentikan mobilnya dengan segera tanpa sepatah katapun, hanya sebuah lirikan sebagai isyarat bagi Jingga untuk turun dari mobilnya.
***
Resto
Pagi ini suasana di Resto cukup sibuk, semua pelayan hilir mudik menyiapkan hidangan acara untuk nanti malam. Benar saja Resto tempat Jingga mendapat kesempatan mengisi salah satu catreng makanan untuk acara pernikahan salah satu anak pengusaha terkenal di Surabaya ini.
Berbagai macam makan mulai di siapkan sejak pagi pembuatannya, Resto dengan sengaja tutup sehari, untuk tidak menerima tamu hal ini di karenakan mereka sedang mempersiapkan acara untuk nanti malam.
Jingga mendapat tugas untuk membantu memasak khusus bahan makanan tradisonal jawa beserta minumannya. Sejak kedatangannya tadi ia di tunjuk untuk meracik aneka minuman rempah-rempah yang menyehatkan. Jemarinya dengan cukup telaten mengupas satu persatu rempah-rempah yang ada dan meraciknya hingga menjadi sebuah minuman yang sehat namun tetap memiliki rasa yang enak.
Kali ini Jingga membuat minuman dari kunyit dengan campuran jahe dan juga madu. Rasa segar dari kunyit ketika berkolaborasi dengan hangatnya jahe serta manisnya madu akan menghasilkan minuman yang sehat, namun tetap memiliki cita rasa yang nikmat, tak kalah dengan minuman kekinian saat ini.
Waktu menunjukan pukul dua belas siang, matahari terasa begitu terik. Semua pelayan Resto di persilahkan untuk beristirahat sejenak, mereka di perkenankan untuk makan dan minum yang telah di siapkan oleh Bu Retno pemilik Resto.
“Makanlah”, salah satu laki-laki dengan wajah yang tampan dan berkulit putih memberikan sekotak nasi dan sebungkus es teh pada Jingga.
“Trimakasih, ucap Jingga dengan sangat sopan dan menerima uluran makanan itu, tak lupa ia juga membungkukkan tubuhnya sebagai rasa hormat dan terima kasih. Jika di lihat dari penampilannya sepertinya, ia bukan laki-laki biasah, terlihat dari bajunya yang sangat rapi, aroma parfumnya yang begitu harum juga cara pembawaannya yang tidak cengengesan layaknya teman-teman laki-laki di sini.
“Kamu anak baru di sini?”. Tanyanya kembali dengan memperhatikan Jingga yang masih menyaring minuman sehat itu ke dalam botol-botol kecil.
“Iya Pak, saya baru dua minggu di sini”.
“Bagus semoga kamu betah di sini”. Tukasnya dan meninggalkan area dapur.
Satu jam kemudian, waktu istirahat telah selesai. Kini semua pelayan Resto sedang berbondong-bondong untuk untuk membaca papan pengumuman yang ada di sisi kanan Resto. Papan pengumuman berisi daftar pelayan yang bertugas nanti malam di acara pernikahan.
Jingga turut berkumpul bersama teman-teman yang ada untuk melihat siapa saja yang akan bertugas, dalam hati ia berdoa semoga namanya tidak ada di daftar nama tersebut.
Matanya memindai satu persatu nama-nama pelayan yang bertugas dan....Jingga Sekar Ayu Kemuning, namanya ada dalam daftar tugas nanti di acara pernikahan, padahal ia sudah mendapat tugas khusus dari Pak Angga untuk turut menemani Fajar.
Ia menghela nafas panjang, bersiap untuk menghadap atasannya memohon ijin tidak bisa ikut dalam tugas ini.
Tok..tok..tok...
Permisi....
“Masuk”, suara Bu Retno mempersilahkan untuk masuk.
“Bu...”. Jingga menejda ucapannya tangannya meremas ragu untuk mengatakan.
“Ada apa Jingga katakanlah?”.
“Bu mohn maaf, saya nanti malam tidak bisa ikut dalam tugas ini, saya sedang ada keperluan keluarga yang sangat mendesak”, ucapnya dengan cukup lancar tanpa jeda.
“Begitu ya, tapi bagaimana ini masih kurang orangnya”.
“Saya mohon maaf Bu, tapi untuk saat ini saya benar-benar tidak bisa”.
*****
Rumah Utama Pak Angga.
Fajar yang enggan berdebat dengan orang tuanya memilih untuk menuruti semua perintah dari Papanya termasuk menjemput Jingga sepulang kerja dan membawanya kembali ke rumah. Keduanya mulai masuk rumah secara bersamaan tanpa sebuah kata, keduanya juga langsung menuju kamar mereka yang berada di lantai dua.
Fajar yang lekas merebahkan tubuhnya di atas kasur, sedang Jingga memilih untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu dan merebahkan dirinya di atas sofa sebelah ranjang Fajar. Ia sejenak ingin memejamkan mata, namun bunyi ketukan pintu kamar membuat matanya terbuka kembali.
Ia berjalan dan membuka pintu kamar.
Tiga orang ART yang masing-masing membawa gaun pesta lengkap dengan hijabnya, warna baby pink dan high heels warna senada.
“Hello, miss Jingga...”.
Terdengar sapaan merdu seseorang dari lorong kamarnya. Tangannya melambai-lambai dari kejauhan.
“Aku Bianca Mua kamuh”.
Jingga memperhatikan dari atas hingga ke bawah penampilan Bianca, yang menurutnya tidak lazim, seorang laki-laki dengan menggunakan kemeja kotak-kotak warna pink yang berkolaborasi dengan biru serta memakai celana jins komprang. Rambutnya tertata sangat rapi membentuk poni yang sedikit menjuntai ke depan beserta aksesoris lainnya yang menempel di tubuhnya.
“Hay Bi-an-ca”, sapa Jingga dengan canggung.
“Ayuk segera kita mulai, aku akan membuatmu menjadi Ratu yang sangat cantik malam ini, lekas ganti pakaianmu. Pilihlah salah satu dari ini yang pas dengan tubuhmu”. Bianca menyodorkan tiga baju yang sudah di bawa leh ART rumah itu.
Jingga masih tampak kikuk dengan keadaan yang ada.
“Oh no, cepat ganti bajumu, apa kamu ingin aku membantumu mengganti baju?”. Tawar Bianca dengan mulai menyentuh lengan Jingga.
“Jangan sentuh dia Bambang!”. Teriak Fajar yang sedang berbaring di atas ranjangnya.
.
.
.
.
.
Mohon dukungannya teman-teman jangan lupa like, komen dan subscribe 😊