Ara adalah seorang personal asisten Garvi, hubungan mereka cukup unik. Terkadang terlihat layaknya kawan sendiri tapi tak jarang bersikap cukup bossy hingga membuat Ara lelah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin_iin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh empat
****
Mahesa spontan langsung berdiri dan mengumpat kasar saat tidak sengaja mendapati notifikasi masuk dan membukanya. Beberapa pasang mata langsung menatapnya sinis apalagi mengingat dirinya yang sekarang sedang berada di tempat umum.
Ara sialan!
Teriak Mahesa dalam hati. Ia ingin sekali memaki gadis itu dan menjambak rambutnya kesal. Ia sekarang benar-benar menyesal karena telah melibatkan gadis itu dalam pekerjaannya kemarin, sehingga dirinya secara terpaksa harus mentraktir gadis itu dan berujung... Sialan, sebentar lagi ia akan diteror oleh sang sahabat.
Satu...
Dua...
Kan, belum juga hitungan ketiga, telfon dari Dika sudah masuk. Belum siap mendengar segala makian dari pria itu, Mahesa memilih mematikan ponselnya dan kembali mengantri pesanan nasi gorengnya, lalu pulang.
Sesampainya di depan kostan, ternyata ia sudah dicegat oleh Dika.
Buset, itu orang nggak ada kerjaan apa gimana sih? Kok tau-tau udah di sini? Gerutu Mahesa dalam hati. Tapi kalau diingat-ingat lagi ya memang benar sih, setelah kembali dari Korea Dika terlihat seperti pengangguran yang tidak memiliki pekerjaan. Ya wajar sih, kalau dirinya jadi Dika juga bakalan memilih jadi pengangguran tapi uang tetap mengalir.
"Begini ya kelakuan lo kalau di belakang gue? Temen macam apa lo?" todong Dika saat gue mematikan mesin motor.
Mahesa menghela napas lalu melepas helm. "Masuk dulu, yuk!" ajaknya berusaha untuk tetap kalem.
"Nggak usah sok baik deh lo," balasnya sinis.
Tak ingin kembali tersulut emosi, Mahesa kembali menghela napas dan membuangnya perlahan. Ia kemudian mencoba memaksakan diri untuk tetap tersenyum tak lama setelahnya.
"Kesabaran gue mumpung masih nyisa nih, kalau enggak soalnya gue bisa ngamuk juga, Ka."
Dibalas demikian, mau tidak mau akhirnya Dika pasrah dan ikut masuk ke dalam kostan Mahesa.
"Gue gerah, mau mandi dulu. Tadi gue cuma beli nasi goreng satu, jadi sorry, gue nggak ada niatan buat berbagi."
"Buset, pelit banget lo sama gue. Giliran sama Ara aja lo traktir."
"Lo sama Ara beda."
"Oh, jadi beneran lo aslinya naksir dia juga?" sindir Dika sambil tertawa sinis.
Hal ini membuat emosi Mahesa nyaris tersulut. Tapi sebisa mungkin ia mencoba untuk tetap bersabar.
"Nggak semua orang yang gue traktir berarti gue taksir lah, Ka. Lagian gue traktir dia karena emang dia bantuin kerjaan gue, jadi wajar lah kalau gue sekedar bayarin dia makan. Lagian gue sama dia sama-sama anak rantauan, anak kost yang kadang harus puter otak demi bisa makan enak di akhir bulan," ujar Mahesa menjelaskan.
Meski Dika pernah menjadi anak rantauan yang jauh dari keluarganya selama beberapa tahun, tapi kondisi ekonomi mereka jelas berbeda dan mungkin saja pria itu tidak akan bisa memahaminya.
"Terus maksud dari panggilan ayang apa? Kalian pacaran? Atau jangan-jangan kalian udah nikah," tuduh Dika semakin tidak masuk akal.
Tuhan, tolong berikan Mahesa banyak kesabaran agar bisa menghadapi pria ini.
"Lo kalau lagi gabut mending cari kerja deh daripada cari masalah begini," balas Mahesa sambil menatap Dika malas, "kebanyakan nonton drama jadi otak lo ikutan drama begini. Ara emang anaknya jahil dia emang kadang suka manggil-manggil gue aneh-aneh, kadang--"
"Gue nggak pernah denger tuh," potong Dika judes.
"Ya kapan sih lo pernah liat gue pas lagi sama Ara? Lagian dia mah manggil aneh-aneh cuma di tulisan nggak pernah yang bener-bener manggil gue secara langsung." Mahesa kemudian merogoh kantong celana dan mengeluarkan ponsel dari dalam sana, mengotak-atik sebentar lalu menunjukkannya pada Dika, "nih, liat kalau nggak percaya!"
Dika menerima ponsel Mahesa lalu sibuk menggulir layar.
"Bodo amat lah, Ka, gue mau mandi," ucap Mahesa lalu meraih handuk dan segera bergegas menuju kamar mandi.
****
Mas Mahesa Senior Kantor:
WOIIII, KENAPA TELFON GUE GK DIANGKAT?
^^^Anda:^^^
^^^Apa sih beb, dateng2 kok ngamok^^^
^^^Anda:^^^
^^^Lupa belom dikasih jatah apa gimana sih?^^^
Mas Mahesa Senior Kantor :
STOP BIKIN CANDAAN BEGITU, KARENA ITU SAMA SEKALI UDAH GK LUCU
^^^Anda :^^^
^^^Kan dulu lo yg ngajakin mas^^^
Mas Mahesa Senior Kantor :
SEKARANG UDAH NGGAK AMAN. GUE KENA AMUK DIKA TERUS ANJIRR
^^^Anda :^^^
^^^Mas, stop caps lock deh mata gue sakit liatnya^^^
Mas Mahesa Senior Kantor:
angkat dulu telfon gue, biar gue bisa ngamuk lo malem ini juga
^^^Anda :^^^
^^^Send e picture^^^
^^^Anda :^^^
^^^Sakit gue mas, gk kasian lo^^^
Mas Mahesa Senior Kantor :
Gk percaya gue
^^^Anda :^^^
^^^Send a picture^^^
^^^Anda : ^^^
^^^Tuh, gue sakit beneran mas, jangan ganggu gue^^^
Ara langsung berdecak kesal saat mendengar dering ponselnya berbunyi, memang benar salahnya. Kenapa tadi ia tidak langsung mematikan ponselnya sehingga panggilan bisa kembali masuk.
Dengan emosi dan tanpa melihat ke arah layar, Ara langsung menjawab panggilan tersebut.
"MAS, STOP, TELFON! GUE BENERAN LAGI SAKIT INI! ENGGAK PERCAYAAN BANGET HERAN."
"Zahra, kamu sakit?"
Mampus!
Wajah pucat Ara yang tadinya sudah pucat kini jadi semakin terlihat pucat. Ragu-ragu ia menjauhkan ponsel dari telinganya dan mengintip siapa yang menelfon. Dan betapa terkejutnya ia saat menemukan nama sang atasan di layar ponsel. Reflek ia melempar ponselnya begitu saja. Namun, saat ia baru ingat kalau ponsel barunya ini baru selesai cicilannya, buru-buru ia meraih dan mengelusnya pelan-pelan. Tak lupa ia menciumi benda pipih itu.
"Zahra, kamu masih di sana?"
Benar. Sambungan masih terhubung, cepat-cepat ia menempelkan benda pipih itu kembali pada telinganya.
"Ya, halo, Pak, maaf, saya kira tadi Mas Mahesa."
"Kalian sering telfonan malam-malam begini?"
Lah, kok kenapa jadi bahas itu?
"Aduh, maaf, Pak, gimana ini maksudnya?"
"Kamu sama Mahesa. Sering telfonan?"
"Enggak, jarang, saya kurang suka telfonan, lebih sering chatan aja sih."
"Jadi, bener kalian pacaran?"
"Hah?" Ara melongo selama beberapa saat sebelum akhirnya terbahak sampai membuat perutnya sakit, "siapa yang pacaran, Pak?"
"Kamu sama Mahesa."
Sekali lagi Ara terbahak. Hal ini membuat emosi Garvi sedikit tersulut.
"Zahra, saya rasa di sini tidak ada yang lucu, dan bisa kamu langsung jawab pertanyaan saya yang tadi ketimbang kamu ketawa nggak jelas begini?"
Ditegur demikian, Ara langsung menutup bibirnya rapat-rapat dan langsung meminta maaf.
"Ya abis Pak Garvi pertanyaannya aneh-aneh aja, masa iya saya pacaran sama Mas Mahesa."
"Kenapa tidak? Mahesa cukup tampan, badannya bagus, kerjanya oke juga. Minus ceroboh dikit. Tapi saya rasa nggak masalah."
"Masalahnya Mas Mahesa mana mau kalau sama saya, Pak?"
"Kenapa dia tidak mau sama kamu? Kamu juga cantik, cekatan, cerdas."
Ara tersenyum malu-malu saat dipuji sang atasan. "Terus minusnya saya apa, Pak?"
"Pilih-pilih makanan, nggak suka sayur, gampang sakit--"
"Pak," potong Ara dengan nada tersinggung, "nggak usah banyak-banyak lah, kesannya kenapa jadi kayak jelek-jelekin saya doang loh."
"Maaf."
"Iya. Udah lah saya mau tidur, mohon maaf ya, Pak, saya tutup telfon dan matiin ponsel juga. Assalamualaikum!"
Klik!
Bawahan yang berani matiin telfon dari atasannya sendiri emang cuma Ara kayaknya. Kebetulan nyalinya lagi gede, coba kalau nyalinya kecil mana berani dia bersikap demikian.
Setelah mematikan sambungan telfon ia langsung mematikan ponselnya dan tidur di atas kasurnya yang nyaman.
💙💙💙💙
🙏 ...awal yg asyik u baca terus