"People come and go, but someone who is compatible and soul mates with you will stay"
Dengan atau tanpa persetujuanmu, waktu akan terus berjalan, sakit atau tidak, ayo selamatkan dirimu sendiri. Meski bukan Tania yang itu, aku harap menemukan Tania yang lain ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Joon Young Ketahuan
Joon Young sedang mengecek komputernya di ruang piket yang bersatu dengan ruang istirahat. Di sebelah kirinya terdapat loker dan beberapa ranjang susun. Tempat itu tenang dan terasa kosong, rasanya memang hanya dia yang ada disana. Sembari melanjutkan pekerjaannya, ia bertukar pesan dengan sang kekasih.
Sejak memulai room chat itu ia sudah senyun-senyum tanpa memperhatikan sekeliling lagi.
"Kenapa Joon happy banget." seru seorang pria paruh baya masuk ke dalam ruangan.
"Ah.. professor." seru Joon Young berdiri dan membungkuk memberi hormat. Orang itu adalah Professor Johan, koneksi Joon Young satu-satunya di Emery Hospital.
"Sudah makan siang?".
"Sudah, Prof."
"How's your language skill so far?"
(Bagaimana kemampuan berbahasa kamu sejauh ini?)
"Teman saya bilang sudah lebih baik prof, tapi saya masih berusaha keras."
"Nice, Panic attack nya gimana? Masih suka kambuh?"
"Actually, I have a personal medicine." jawab Joon Young. Prof. Johan jelas melihat binar mata Joon Young ketika menjawab.
"Oh ada yang baru punya pacar ternyata." tuding profesor Johan. "Joon, kamu sudah berusaha keras sejauh ini. Tapi sampai kapan kamu mau seperti ini terus, ayo berusaha kembalikan dirimu yang dulu. Jangan bertahan seperti sekarang, seorang dokter yang tidak bisa berhadapan dengan meja operasi, ibarat punya sepatu bagus tapi lumpuh. jadi Jung Joon Young, ayo lebih keras lagi, sekarang ada pacar yang mendukungmu, tidak hanya saya, harusnya kamu lebih cepat menyingkirkan serangan panik itu. Jika gadis itu memiliki pengarus sebesar itu, bertahanlah dengan dia." jelas Prof. Johan.
Seseorang yang sejak tadi diam di tingkat kedua ranjang susun paling pojok itu tersenyum lebar. Sony, sahabat Bryan menemukan kelemahan Joon Young tanpa harus berusaha keras.
"Semua alat yang akan kamu gunakan pasti semakin berisik nantinya, apalagi operasi besar, berdamailah dengan itu, Joon."
"Baik, Prof."
🌼🌼
Malam harinya selepas bekerja, untuk memenuhi permintaan sang kekasih, Tania muncul di lantai lima dengan masker yang menutupi hampir seluruh wajahnya menyisakan kening dan matanya saja. Rambut panjangnya ia lepas begitu saja, dan poni yang di jepit kesamping menambah kesan imut gadis itu. Jepitan yang merupakan produk terbaru Holly Accessories.
"Nenek... balikin, ini permen aku, hiks.. hiks... lepasin..." teriak anak kecil yang mempertahankan permennya, yang sebagian lainnya dicengkeram seorang nenek. Mereka sama-sama mengenakan pakaian pasien.
"Lepasin, yang warna merah punya aku.. hikss... huaa...", tangis sang nenek seperti anak kecil.
"Aduh udah hampir se jam mereka begini." seru seorang suster yang sedari tadi didekat gadis kecil dan nenek itu.
"Kenapa sus?", tanya Tania dengan maskernya yang kebetulan lewat.
"Ini mba, pasien demensia rebutan permen sama anak kecil. Udah se jam begini terus."
"Mana dokter Jung lagi rapat lagi." keluh yang satunya.
"Dokter Jung? Jung Joon Young?", heran Tania.
"Mba kenal?"
"Gimana ngga kenal mba, dia cowo guaa..." teriak Tania dalam hati. "Ahh iya kenal."
"Anak itu nurutnya cuma sama dokter Jung." tambah suster lagi.
Melihat teriakan nenek dan anak itu semakin keras, Tania pun mendekat dan mensejajarkan tubuhnya dengan anak perempuan itu.
"Wahhh permennya gede banget ya.. bagus lagi warnanya." seru Tania.
"Ini punya aku." marah sanga nenek.
"Bukan, ini punya aku.. huaaa.." teriak si anak tidak terima.
"Permennya kasih ke nenek aja boleh ngga? Mba tuker sama jepitan ini. Kamu mau? Nama kamu siapa?" tawar Tania, gadis kecil itu terpaku dan berhenti menangis.
"Irene."
"Hmm, Irene mau ngga? Ini jepit rambutnya cuma mba yang punya loh di Seleste. Orang lain belum punya nih. Irene mau ngga?", tawar Tania, tidak sadar sudah melepas maskernya agar Irene melihat senyum tulusnya.
Perlahan Irene melepas lolipopnya, si nenek langsung girang. Sementara dokter yang dicari me ngerem tiba-tiba ketika melihat pasiennya sudah tenang.
T-tapi tunggu?
"Tania?." bisiknya dalam hati.
"Eh itu bukannya cewe yang di grup ya?"
"Pantes disembunyiin sama Bryan, cantik bener."
"Duh... ada yang tahu b*tchtagramnya ngga? Kepo nih."
"Imut lagi. Cowonya siapa sih?"
itulah bisik-bisik yang Joon Young dengar, membuat kupingnya agak panas, ia kesal.
Tania menjepit poni Irene ke samping. "Wahhh cocok banget, gimana? Cantik kan?", seru Tania sambil menyodorkan cermin yang baru saja ia keluarkan dari tasnya. Irene pun tersenyum lebar.
" Kamu ngga perlu kuatir, nanti kalo mba kesini lagi, mba bawain lolipop yang lebih besar, lebih banyak."
"Tapi yang itu dari dokter Jung." keluh Irene melihat permennya yang kini sudah di makan sang nenek.
"It's okay, nanti kamu bisa minta lagi. Dokternya pasti ngasih yang baru." Tania meyakinkan.
"Bener mba?"
"Bener dong." jawab Tania dengan girang, Irene malah menghambur ke pelukan gadis itu. Ia menepuk pelan punggung gadis kecil yang sedikit bau obat itu. Ia berhasil menenangkan anak itu dan dokter yang mereka bicarakan tersenyum lebar.
"Irene...", seru Joon Young mendekat.
"Dokter Jung." seru Irene spontan melepas pelukan Tania. "Dokter lihat, aku daper jepitan baru dari mba itu."
"Woahh... cantik sekali."
Tanpa disangka-sangka seorang berjas dokter datang menghampiri Tania.
"Mba, maaf. Kamu Nathania Giddens bukan yang ada di grup?", yakinnya.
"Bu-bukan mas. Permisi." langsung kabur entah kemana.
Joon Young yang melihat itu spontan panik, dan melepas kan Irene.
"Irene, saya pergi dulu ya. Baik-baik. Jangan bertengkar lagi." serunya lalu menghilang entah kemana di lorongrumah sakit.
🌼🌼
"Dia pasti dokter tuh, bisa-bisanya dia ngenalin gua. Ngapain gua lepas masker segala anjir." keluhhya.
Iya bersembunyi di balik pilar, area itu kosong dan terang. Tap... Satu tangan mendarat di bahunya.
" Hua ... ", kaget Tania, dan terdiam seketika melihat orang yang menepuknya.
"Are you alright?", tanya Jun Young, dan Tania mengangguk lega. Lalu ia menarik pacarnya ke sudut ruangan dan di lantai yang putih itu ada dua cup kopi.
" It's a date, Sayang."
"Exactly a really really weird date." timpal Tania.
Mereka duduk berdampingan menikmati kopi masing-masing, bercanda, tertawa, saling mengejek, dan semua yang mereka lakukan itu pernah Tania lakukan dengan Bryan. Anehnya ia merasakan banyak perbedaan, tawa dan diam Joon Young terasa natural dan berjalan seadanya.
"Aku dan dia berbeda dalam segala hal baik itu budaya ,kebiasaan ,bahasa, makanan, warna kulit, latar belakang, tapi entah kenapa aku sama sekali tidak terganggu akan hal itu. Aku cukup nyaman dan sportif akan semua perbedaan ini, kami bersatu karena kami berbeda. " batin Tania menatap Joon Young.
"Sayang, besok kamu libur kan? Bisakah kamu datang ke apartemenku? Pakai riasan yang cantik, dan dress Navy kemarin itu. Can you? "
"Wae? Kamu ada acara apa ? ", tanya Tania.
" Ada yang ingin aku perkenalkan ke kamu. " seru Joon Young. Lalu tidak lama berselang ponsel Joon Young berdering , sepertinya itu panggilan tugasnya.
" I think our weird date is over." keluh Tania dengan wajah tidak ikhlasnya.
"Saranghae." Cup kecupan kecil yang tiba-tiba mendarat di bibir Joon Young. Tanpa aba-aba Gadis itu pun kabur.
"Taniaya.. Tunggu Taniaya..", teriak Joon Young, tapi Gadis itu keburu jauh.
Pak Dokter pun tersenyum sumringah mengingat kejadian lucu dan manis yang baru saja terjadi. Hal yang sangat disayangkan nya adalah ungkapan cinta itu kenapa Tania yang menyebutkannya lebih dulu? Harusnya kan dia sang pria, dia malah kecolongan.
" Aigoo ya, ge yeoja...", gumamnya cengengesan.
Lalu ia kembali melangkah ke tempat di mana pasiennya membutuhkannya, mengingat beberapa saat yang lalu ponselnya sudah berdering. Baru setengah jalan langkahnya malah dicegat oleh Sony dan Bryan.
Joon Young malah bertingkah biasa saja seolah tidak melihat apapun di depannya. Seolah Sony dan Bryan tembus pandang. Pasalnya ia masih kesal dengan Bryan, bayangan ketika pria itu mengejar-ngejar wanitanya di tengah malam itu masih membuatnya marah hingga saat ini.
"Trauma ya? ", seru Bryan tiba-tiba.
Deg
Joon Young menghentikan langkahnya, karena ungkapan Bryan benar-benar menarik perhatiannya.
Apa maksudnya?
"Oi dokter Jung, mending lu balik dulu deh ke negara lu, berobat yang bener dulu, ketika lu yakin lu udah beneran sembuh baru deh lu balik ke sini, baru lu boleh gabung di rumah sakit kita." seru Sony.
"Atau lu jadi boyband aja deh, aneh banget lu. Serangan panik? Apaan tuh? Lemah banget tuh. " ledek Bryan.
Joon Young menyergap kerah jas dokter Bryan, dengan tatapan marah ia ingin sekali mencabik-cabik pria yang ada di depannya ini, tapi mati-matian ia menahannya.
"Kenapa? Kok lu berhenti? Emang dasar lu tuh nggak berguna, Tania sama sekali nggak cocok sama lu. Please, Lu sadar. Dasar lemah." ejek Bryan lagi.
Kali ini Joon Young tidak melawan lagi ia memilih diam menghempas kerah Bryan yang tadi dicengkeramnya lalu ia pergi begitu saja.
.
.
.
Tbc ... 💜