Ini kisah tentang kakak beradik yang saling mengisi satu sama lain.
Sang kakak, Angga Adiputra alias Jagur, rela mengubur mimpi demi mewujudkan cita-cita adik kandungnya, Nihaya. Ia bekerja keras tanpa mengenal apa itu hidup layak untuk diri sendiri. Namun justru ditengah jalan, ia menemukan patah hati lantaran adiknya hamil di luar nikah.
Angga sesak, marah, dan benci, entah kepada siapa.
Sampai akhirnya laki-laki yang kecewa dengan harapannya itu menemukan seseorang yang bisa mengubah arah pandangan.
Selama tiga puluh delapan hari, Nihaya tak pernah berhenti meminta pengampunan Angga. Dan setelah tiga puluh delapan hari, Angga mampu memaafkan keadaan, bahkan ia mampu memaafkan dirinya sendiri setelah bertemu dengan Nuri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Di dalam sel Balong sama sekali tidak memancarkan raut kusut. Jeruji besi tidak menakutkan bagi Balong, justru tahanan lain begidik ngeri padanya sehingga lebih memilih menghindar tak mau berurusan dengannya.
Balong tidak pernah mendapatkan perlakuan buruk selama di dalam sel, juga tidak pernah membuat onar kepada tahanan lain. Itu dikarenakan beberapa tahanan mengenali siapa dia. Balong penjahat kegelapan hutan masuk juga dia ke penjara, begitulah skeptis para napi yang tahu.
Maka, masuknya Balong musibah bagi mereka yang menjadi budak penjahat itu. Tak ada bedanya ia berada di markas dengan di dalam sini, karena sama-sama dilayani bagai bos.
Balong benar-benar santai menjalani sisa kehidupannya. Lelaki tua itu bisa saja kabur dengan kemampuan yang dimiliki membaca kesempatan. Tetapi dia memiliki pemikiran konyol, ingin lihat pertunjukan bila mana hukuman mati dijatuhkan kepadanya, Balong tak bisa dibuat mati mudah karena ada pegangan. Kecuali pegangannya terlepas dari tubuh maka akan lain cerita.
Tapi sebelum itu dia juga ingin melihat kekesalan orang-orang yang membencinya melihat betapa sengitnya jalan persidangan. Saksi-saksi mendadak mengatakan keterangan yang tidak semestinya, juga bukti hanya mengarah satu kejahatan, sedangkan kejahatan lain yang tidak kalah mengerikan abu-abu begitu saja dikarenakan bukti yang kurang kuat.
Rahang Angga mengeras menahan kesal. Tangannya mengepal erat ketika dia memperjuangkan keadilan Nihaya justru kejahatan itu tidak mencuat ke permukaan. Balong senang sekali melihat ekspresi Angga yang kesalnya bukan kepalang.
Itulah yang dicemaskan Nuri kemarin-kemarin.
Nuri berusaha keras menguak udang dibalik di batu dari santainya Balong di tahan. Nuri hanya mendapat info kalau Balong memiliki ilmu kebal, tetapi info lain Nuri belum mengkajinya lebih dalam. Sehingga di persidangan ini, Nuri terhenyak karena yang seharusnya diprediksi malah kebalikannya.
"Mas Angga, bisa kita bicara sebentar di rumah ku? ada yang pengen aku omongin tentang Balong." Nuri mencegat Angga yang baru keluar dari ruang sidang. Angga yang masih diliputi amarah mengambil nafas lalu membuangnya, dilakukan berulang-ulang hingga tenang.
"Bisa Mbak. Sekarang banget atau nanti-nanti?"
"Sekarang aja ya. Ayo ikut bersama ku."
Nuri mengajak Angga pulang ke rumahnya menaiki mobil Nuri yang dikendarai Angga. Di dalam perjalanan Nuri sedikit membahas tentang kekebalan Balong. Hal itu ditanggapi seringai tipis oleh Angga sebab laki-laki itu sudah mengambil jimat dari tubuh Balong tanpa Balong ketahui. Jimat itu sudah dimusnahkan semalam, bersamaan Angga yang ditutup kembali mata batinnya. Sesuatu yang gaduh di dalam lemari kemarin adalah jimat milik Balong.
"Menurut mu bagaimana Mas, kalau benar Balong tidak bisa ditaklukkan dengan senjata?"
"Tenang saja, itu tidak jadi masalah. Justru yang membuat aku kepikiran hasil akhir hukuman dijatuhkan. Dia sudah membunuh, pemerkoosa, pengedar obat terlaraang, dan peneror sampai korbannya gila, setidaknya hukuman mati pantas untuknya. Kalau sampai lebih ringan dari itu, maka aku tidak akan pernah rela."
Nuri mengangguk tipis lalu diam saja menyudahi perbincangan karena mau dilanjutkan di rumah. Kalau sudah dirumah, pembahasan bisa lebih banyak, mendetail panjang kali lebar. Sekalian Nuri mau membahas langkah menangani kesulitan mereka.
Sampai di rumah Nuri, perasaan Angga kian membaik. Angga rasa sekarang moment yang pas juga menyatakan perasaan karena banyak dukungan untuk membuatnya berani mengungkapkan rasa sukanya pada Nuri. Angga tidak sekadar menyatakan cinta macam anak muda menembak gebetan untuk berpacaran. Dia niat melamar wanita itu secara pribadi tanpa membawa anggota keluarga terlebih dahulu. Angga sekalinya suka wanita langsung ingin ngelamar.
Bermodalkan cincin yang ia beli sewaktu jalan ke pengadilan tadi, Angga mantap melangkah maju. Diterima alhamdulillah, tidak diterima ya bisa dikasih cincinnya ke ibu. Tidak ada usaha sia-sia dan cincin yang berakhir mubazir disini jika ditolak. Hanya saja hati Angga jadi baret-baret kalau itu terjadi.
Tidak apa-apa, namanya juga berjuang.
"Mbak, aku--"
"Nuri," panggilan suara dari arah dalam rumah memotong kalimat Angga.
"Papa, Mama," Nuri menghambur, mencium punggung tangan kedua orangtuanya yang baru saja tiba dari kota seberang. Memang orangtuanya sudah memberi kabar diawal, dan Nuri tak menyangka kalau tibanya lebih cepat dari perkiraan.
Sekalian ada Papa Mama, Nuri memperkenalkan Angga padanya. Nuri memperkenalkan sebagai teman.
"Ma, Pa, kenalin ini teman Nuri, namanya Mas Angga Adiputra. Mas Angga kenalin ini Papa sama Mama aku."
"Assalamualaikum Pak, Bu."
"Wa'alaikumsalam, nak Angga." Sahut kedua orang tua Nuri. Mereka menyambut baik kehadiran Angga karena pada dasarnya orang tua Nuri ramah tamah.
Mau langsung bilang dihadapan orangtuanya, kadung dikenalin sebagai teman. Nanti sajalah bilang ke orangtuanya kalau sudah mau pertemuan keluarga. Yang penting sekarang aku mau mengungkapkan isi hatiku dulu.
Sepeninggal orangtuanya masuk ke urusannya masing-masing, Angga ambil kesempatan ini mengungkapkan perasaan. Angga merogoh kotak cincin di dalam saku jaketnya.
"Mbak Nuri, ada yang mau aku omongin ke kamu mengangkut pribadi."
"Ngomong apa Mas?"
"Sebenarnya--"
"Nuriiiii... "
"Alan! hei.. kamu ada disini juga rupanya." Nuri menyapa Alan yang baru saja memanggil. Wanita itu tak lupa juga memperkenalkan Alan kepada Angga.
"Mas, kenalin ini Alan--"
"Calon suaminya Nuri." Alan menyambar sembari menjulurkan tangan.
Angga memasukan kembali kotak cincinnya ke dalam saku lalu menjabat tangan Alan dengan hati yang terasa sakit.
.
.
Bersambung.
seriusss??? end?????
btw.. nanya dong kak Zenun,, tas gemblok apaaan?? ransel bukan?
miris amat si dirimu.. gabung ma Jeff aja sana😅😅😅
Alan bakal jadi bapak asuh sembara si putra manusia dan Setengahnya jin....
Semangat berkarya akak Ze ayank....🫶🫶🫶🫶🫶