Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33 : Pembalasan kecil
Zara menatap langit langit kamar sejak lima menit yang lalu. Di sampingnya, Ezar terlihat sibuk memperhatikan Zara. terkadang ia mengetuk ngetuk bahu Zara menggunakan telunjuknya, sesekali juga mengusap lembut lengannya.
Tidak ada yang saling bicara, hingga Zara jadi kesal sendiri dengan tangan Ezar yang tidak mau diam.
" Mas." Tegurnya.
" Apa."
" Tanganmu."
" Tanganku kenapa?"
" Aku mengantuk mas, tanganmu mengganggu konsentrasi ku." Kesal Zara, tapi sekesal kesalnya tidak berani juga dia memindahkan tangan Ezar.
" Kamu mengantuk?"
Zara mengangguk.
" Tapi aku belum." Katanya lebih mendekatkan tubuhnya ke Zara.
Zara menghembuskan nafasnya kasar. " Jadi kalau belum mengantuk mas mau apa?"
Ezar jadi tersenyum." Pertanyaan mu bagus sekali. Mas mau makan."
" Tadi kan sudah, dua piring lagi. Mas tidak kenyang ya." Sungut Zara.
" Bukan makanan seperti itu."
" Lalu yang bagaimana, jangan minta macam macam ya mas, ini sudah tengah malam!"
" Justru karena ini tengah malam makanya sudah waktunya aku makan."
Zara semakin kesal." Maksud mas apa sih? Mas tau kan makan tengah malam akan merusak kesehatan. Makanan yang mas makan bisa meningkatkan resistensi insulin, dan itu merupakan faktor risiko utama penyakit Diabetes Mellitus. Belum lagi kolesterol yang meningkat dan akan mengganggu kerja jant..."
Cup...
Ezar mencium bibir Zara ketika Zara sibuk menjelaskan dampak makan tengah malam yang di artikan berbeda dan tidak sinkron dengan apa yang Ezar pikirkan.
" Kamu itu cerewet sekali. Begitu ya omelannya seorang calon dokter." Ucap Ezar setelah melepas ciumannya.
Zara jadi salah tingkah, dia lupa jika pria di sampingnya itu jauh lebih paham dan mengerti tentang ilmu kedokteran.
" Sekarang dengarkan aku. ' Makan ' yang aku maksud bukan tentang memasukkan makanan ke dalam mulut lalu menelannya hingga membuatmu kenyang. Yang aku maksud adalah makan dalam artian, kita sama sama menikmati hidangan dan pada akhirnya kamulah yang akan menyimpan cadangan makanan itu untuk kita nikmati bersama setelah sembilan bulan kamu membawanya kemana pun kamu pergi."
Lama Zara mencerna kata kata Ezar hingga akhirnya dia paham maksud perkataan suaminya yang berbelok belok tidak tau ujungnya di mana.
" Ya Allah mas..itu kan namanya coitus. Begitu saja bicaranya sampai berbelit belit, kenapa tidak mengatakannya langsung saja?" Kata Zara sembari menggelengkan kepalanya, dia tidak sadar jika sebenarnya Ezar sedang memancingnya agar ia sendiri yang mengatakan langsung apa yang di ingin kan Ezar, dan ternyata acara memancing Ezar kali ini membuahkan hasil.
" Jadi kamu setuju kita melakukannya?" Tanya Ezar sumringah.
" Ha..." Zara melongo.
" Iya, melakukan seperti apa yang kamu katakan tadi."
" Tapi mas, ku pikir itu hanya....akhhhhhhh...mas membodohi ku kan?" Protesnya lalu melayangkan pukulan di lengan Ezar.
" Aduh.." Ezar mengusap lengannya. Meski mengeluh, tapi keluhan itu di sertai tawa yang sangat renyah.
Wajah Zara tertekuk. Dia kesal dengan Ezar yang mempermainkan dirinya. Bayangkan, dia harus memecahkan teka teki yang Ezar berikan, tapi ujung ujungnya itu hanyalah sebuah hal yang berbau vulgar dan tidak terlalu penting untuk di pikirkan sampai harus memeras otak.
" Bagaimana? Kamu siap?"
" Tidak.." Jawab Zara sekenanya.
" Kenapa?" Kening Ezar mengernyit." Dosa tau kalau menolak permintaan suami."
" Aku tau, hanya memang untuk sekarang tidak bisa mas."
" Tunggu..jangan bilang kalau kamu.." Ezar mencoba menebak.
Zara mengangguk.
" Oh Tuhan..Cobaan apa lagi ini." Ujarnya putus asa.
Melihat raut wajah Ezar yang di tekuk, Zara pun tertawa.
" Eh,, tapi kan siang tadi kamu ke mesjid, kamu tidak bohong kan?" Selidiknya.
" Iya, bahkan maghrib tadi aku masih shalat."
" Berarti tamunya baru datang?"
Zara kembali mengangguk.
" Jadi aku harus menunggu tujuh hari lagi?" Ezar seperti memastikan, padahal dia sudah tahu jawabannya.
" Ya, kira kira begitulah."
Ezar menghela napas kasar. " Sabar ya Zar." Katanya sembari mengusap bagian bawahnya yang harus dia tenangkan terlebih dahulu." Satu minggu lagi. Kita masih punya banyak kesempatan untuk menambah kekuatan tempur kita. Ok?" Ujar Ezar sudah seperti orang gila berbicara dengan dirinya sendiri.
Dan Zara hanya mampu menggelengkan kepalanya dengan tingkah Ezar.
*
*
Pagi harinya, Ezar dan Zara berangkat bersama ke rumah sakit. Kebetulan, Ezar ada jadwal operasi pagi.
" Aku turunnya di sini saja mas." Kata Zara ketika mobil mewah itu mau berbelok dan masuk ke pelataran parkir Brawijaya Hospital .
" Rumah sakit masih jauh, nanti kakimu pegal." Ujar Ezar santai tanpa menghentikan kendaraannya.
" Tapi aku takut di liat orang orang mas?"
Kening Ezar mengernyit." Kamu punya utang?"
" Bukan begitu, tapi nanti orang beranggapan lain kalau melihat kita keluar dari mobil yang sama."
" Biarkan saja. Tidak usah di pedulikan." Lanjut Ezar cuek dan memarkir mobilnya di tempat khusus staf rumah sakit.
" Ayo." Ajak Ezar.
Ajakan Ezar untuk turun dari mobil tidak di indahkan Zara, Netranya justru sibuk memindai sekitar, dia mulai waspada. Tapi konsentrasinya buyar ketika Ezar membuka pintu mobil untuknya.
" Ayo turun."
Perlahan, Zara keluar dari mobil Ezar. Matanya masih saja berkeliling .
Ezar menghela nafas." Kamu tenang saja, ini baru jam setengah tujuh, selain petugas kebersihan, kamu tidak akan melihat dan bertemu siapapun."
Zara pun memberanikan diri berjalan memasuki rumah sakit.
" Kamu duluan saja mas."
" Ya sudah, ini kunci mobil. Kamu pegang saja. Siang nanti belikan aku makanan, operasi hari ini lumayan banyak, dan aku tidak akan sempat keluar dari kamar operasi hingga sore."
" Baiklah."
Mereka berpisah. Ezar berjalan terlebih dahulu dan berbelok di ujung koridor menuju kamar operasi, sementara Zara menaiki lift ke lantai dua tempat bangsal anak berada.
Jam delapan, Ghina sudah menampakkan batang hidungnya. Wangi parfum yang semerbak membuat seisi ruangan menoleh padanya. Rambutnya tergerai indah, di tengarai jika Ghina baru saja merubah model rambutnya dengan potongan butterfly haircut. Belum lagi rok mini sebatas lutut yang semakin membuatnya terlihat mempesona.
Mungkin inilah yang membuat suaminya tergoda dan sempat menjalin kasih selama tujuh tahun dengan dokter anak konsulennya itu.
" Pasien ku berapa?" Tanyanya sedikit terdengar arogan.
" Dua belas dok." Kata salah seorang residen..
" Ayo kita liat."
Ghina berjalan paling depan diikuti dua residen pediatric dan beberapa koas termasuk Zara.
Beberapa pasien sudah di lihat dan semua terpantau aman, sampailah mereka di ruangan isolasi pasien dengan varicella( cacar air).
Di sini, Ghina mulai lagi dengan kebenciannya pada Zara.
" Kamu." Tunjuknya pada Zara yang berdiri paling belakang.
" Iya dok." Zara maju ke depan, berdiri di samping kedua residen pediatric yang wajahnya sudah terlihat tegang karena sedari tadi mereka harus menjelaskan semua keadaan pasien yang di periksa Ghina.
" Ini pasien apa?" Tanya Ghina sembari melipat kedua tangannya di dada.
" Pasien dengan diagnosa varicella dok. Umur empat belas tahun dan baru masuk rumah sakit tadi malam."
" Apa tatalaksana yang paling tepat untuk pasien yang aku rawat ini?"
Kedua residen di samping Zara sudah was was. Mereka susah tau temperamen Ghina seperti apa, jadi keduanya takut jika Zara salah menjawab dan akhirnya akan berimbas pada mereka juga.
" Berikan Asiklovir 5x800 mg selama 5 hari."
Kedua residen tadi terlihat mengulas senyum. Karena mereka jarang menemukan koas yang bisa menjawab pertanyaan konsulen apalagi jika koas tersebut masih baru.
Tangan Ghina mengepal. Niat hati ingin mempermalukan Zara, ujungnya berakhir dengan kegagalan.
Zara sebenarnya sangat kesal melihat wajah Ghina, bukan karena dia mantan kekasih Ezar, tapi lebih ke perlakuan Ghina pada bi Surti.
Mereka sudah kembali dan kini duduk di nurse station.
Di sinilah dia mengambil kesempatan. Mumpung Ghina duduk tepat di depannya dengan posisi membelakangi Zara dan sibuk menjelaskan berbagai diagnosa pada dua residen nya, di tambah teman Zara yang terlihat fokus dengan Ghina , Zara pun beraksi, dia memasukkan sedikit rambut Ghina yang panjang ke dalam tasnya yang menggunakan zip lalu menutupnya dengan rapat.
Alhasil Ghina mengerang kesakitan saat berdiri dan hendak meninggalkan bangsal. Bagaimana tidak, puluhan helai rambutnya tercabut bersamaan dan tertinggal di tas Zara.
" Aduh..." Semua terkejut dengan teriakan Ghina.
Melihat rambut indahnya tercabut, Ghina pun berteriak dan memarahi Zara.
" Matamu di mana!! Kamu tidak melihat ya!!"
" Maaf kan saya dok, saya tidak sengaja." Ujar Zara tersenyum dalam hati.
" Sial, kamu tidak tau kalau aku baru saja dari salon. Atau kamu sengaja melakukannya,,hah!!"
" Bagaimana mungkin saya berani dok." Ucapnya tertunduk sembari menarik sudut bibirnya dan tersenyum tipis.
Ghina pun pergi dengn penuh amarah dan mengomel sepanjang jalan. Tapi itu justru menjadi pemandangan indah bagi Zara.
" Andai umi tau apa yang aku lakukan, matilah aku. Maafkan aku ya Allah, maafkan Zara umi." Batinnya sembari menggigit bibir bawahnya.
...****************...
dasar, ezar si mesum😂