Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan seorang gadis yang sangat ingin merasakan kehangatan dalam sebuah rumah. Tentang seorang gadis yang mendambakan kasih sayang dari keluarganya. Seorang gadis yang di benci ketiga kakak kandungnya karena mereka beranggapan kelahirannya menjadi penyebab kematian ibu mereka. Seorang gadis yang selalu menjadi bulan- bulanan mama tiri dan saudara tirinya. Kehidupan seorang gadis yang harus bertahan melawan penyakit mematikan yang di deritanya. Haruskah ia bertahan? Atau dia harus memilih untuk menyerah dengan kehidupannya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#28
Besok adalah jadwal Keyla untuk melakukan kemoterapi lagi. Dokter Ferdi hanya bisa menghela nafasnya saat mendengarkan keputusan Keyla saat pertemuan terakhir mereka 1 minggu yang lalu. Dengan berbagai bujukkan Keyla tetap memilih untuk tidak memberitahu keluarganya tentang kondisi dirinya. Ia lebih memilih untuk melakukan kemoterapi sambil menunggu pendonor sumsum yang cocok untuk dirinya.
Keyla kembali meringkuk di atas tempat tidur sambil menahan rasa sakit yang kembali ia rasakan. Keyla meremat rambutnya saat merasakan sakit pada kepalanya.
Keyla tersenyum miris saat menatap jemari tangannya yang terdapat segumpal rambut. Air matanya kembali menetes.
Tok.. Tok.. Tok..
"Key.." Panggil suster Tasya.
Keyla bergegas mengumpulkan rambu yang berada di genggamannya lalu menyembunyikannya di bawah bantal. Ia menghapus air matanya kasar sebelum membuka pintu kamarnya.
"Keyla." Panggil suster Tasya lagi.
"Ya bu, sebentar." Jawab Keyla sambil merapikan rambutnya. Ia menarik nafasnya lalu menghembuskannya melalui mulut berulang- ulang untuk menetralisir rasa sakit yang masih ia rasakan. "Ada apa bu?" Tanya Keyla setelah membuka pintu kamarnya.
"Ibu hanya ingin mengingatkan besok waktunya kamu untuk melakukan kemo." Ucap suster Tasya sambil menatap Keyla intens. "Kamu baik- baik saja.. "
"Keyla menganggukkan kepalanya. "Emm.. Key baik- baik saja bu." Potongnya. "Key hanya butuh istirahat saja." Lanjutnya sambil tersenyum. Ia ingin segera menutup pintu kamarnya karena tidak ingin membuat suster Tasya semakin merasa Khawatir.
"Ya sudah. Kamu istirahat. Jangan lupa untuk meminum obatmu sebelum tidur." ucap suster Tasya lalu mencium kening Keyla. Ciuman ini yang bisa membuatnya merasa sedikit tenang.
Setelah menutup pintu kamarnya Keyla bergegas menuju kamar mandi karena rasa mual yang kembali ia rasakan.
Keyla kembali memuntahkan seluruh isi perutnya sampai tubuhnya terasa lemas. Bahkan untuk kembali ke atas tempat tidur ia tidak memiliki tenaga. Ia menangis kembali saat teringat sosok Aga, Aga yang selalu membantunya menyeka sisa muntahan yang ada di sekitar bibirnya tanpa rasa jijik. Aga yang selalu setia mengusap sambil sesekali memijit tengkuknya. Aga yang selalu menggendongnya saat ia terasa lemas dan tak memiliki tenaga untuk berjalan. Aga yang selalu ada di sisinya dalam keadaan apapun.
"Ga, aku rindu. Aku butuh kamu Ga." Ucap Keyla lirih sambil menangis.
Sore ini setelah mengikuti kelas onlinenya Keyla di jemput suster Tasya untuk pergi ke rumah sakit. Mereka berdua memilih untuk berjalan kaki karena memang jarak rumah mereka yang dekat dengan rumah sakit. Mereka berdua selalu lewat pintu belakang rumah sakit karena sedikit kemungkinan mereka bisa bertemu dengan beberapa orang yang memang sengaja ingin Keyla hindari.
"Key. Apa kamu tidak ingin merubah keputusanmu?" Tanya suster Tasya sambil mengusap lembut tangan Keyla yang bertengger manis di lengannya.
Keyla mengerutkan keningnya sambil berfikir lalu menggelengkan kepalanya. "Menunggu masih menjadi pilihan yang terbaik untuk saat ini. Lagi pula Keyla tidak ingin meminta pertolongan kepada mereka bu." Kali ini suster Tasya yang mengerutkan keningnya saat mendengar jawaban dari Keyla.
"Ibu tahu untuk yang ini dan ibu juga tidak bisa memaksamu. Meskipun untuk menunggu pendonor yang cocok akan sangat sulit." Ucap suster Tasya.
"Lalu Keputusan yang mana bu?" tanya Keyla sambil menatap suster Tasya.
"Keputusan untuk menjauh dari Aga, Feli dan Nico. Kamu tidak bisa jika memutuskan untuk melakukan semuanya sendirian. Ada saatnya kamu akan merasa membutuhkan dukungan semangat dari mereka." Ucap suster Tasya.
Keyla menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Belum saatnya bu."
"Belum saatnya. Apa itu berarti masih ada kemungkinan kamu akan memberi tahu mereka?"
"Mungkin."
Suster Tasya kembali mengerutkan keningnya. "Mungkin."
Keyla menganggukkan kepalanya lagi. "Kita lihat nanti ya bu. Jika operasi nanti berhasil dan tidak terjadi komplikasi yang seperti dokter Ferdi katakan, Keyla pasti akan langsung menemui mereka bertiga untuk meminta maaf. Tapi jika sebaliknya, biarkan tetap seperti ini ya bu." Ucap Keyla.
Suster Tasya menghela nafasnya. "Key."
Keyla menatap sendu suster Tasya. "Keyla tidak ingin lagi merepotkan mereka bertiga bu. Keyla tau selama ini mereka sedikit kesulitan membagi waktu antara sekolah atau untuk menemani Keyla melakukan pengobatan. Keyla hanya ingin mereka untuk fokus sekolah. Mereka juga memiliki masa depan dan cita- cita bu dan Keyla tidak ingin merusak itu. Jadi biarkan seperti ini saja." Ucap Keyla. "Lagi pula Keyla kan masih punya ibu." Ucapnya lagi dengan nada manja lalu meletakkan kepalanya pada bahu suster Tasya.
Suster Tasya menatap Keyla sambil tersenyum. Ia mengusap pipi Keyla. "Ya, kamu benar. Sekarang kamu punya ibu. Ibu tidak akan membiarkan kamu melewati ini semua sendirian. Ibu akan berusaha untuk selalu ada untuk kamu. Jadi kamu harus semangat."
Suster Tasya berjalan mendekat saat elihat air mata Keyla yang menetes. Ia menghapus air mata Keyla yang keluar dari sudut matanya.
Usapan lembut dari suster Tasya membuat Keyla membuka kedua matanya. "Sayang."
Keyla tersenyum. "Key baik- baik saja bu." Ucap Keyla sambil meraih tangan suster Tasya lalu ia genggam.
"Apa masih sangat sakit ?" Tanya suster Tasya sambil memberikan usapan lembut pada lengan Keyla.
Keyla menggelengkan kepalanya. "Lalu kenapa menangis?"
Keyla pun menganggukkan kepalanya. "Sedikit." Jawabnya dengan menarik kedua sudut bibirnya ke bawah. "Ibu disini saja. Temani Keyla ya." Pintanya dengan nada manja.
Suster Tasya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Selain kepada Aga dan Mahen, Keyla juga mulai menunjukkan sisi manjanya kepada suster Tasya. Dengan kehadiran suster Tasya Keyla benar- benar merasakan kasih sayang seorang ibu yang selama ini tidak pernah ia dapatkan.
.
.
"Kak." Panggil Aga saat mendapati Mahen berada di depan pintu kamar kos Keyla. Aga menatap miris kakak dari sahabatnya yang terlihat semakin berantakkan. Ia mendudukkan dirinya di samping Mahen. "Kakak masih belum mendapatkan informasi dimana Keyla?" tanya Aga tanpa basa- basi.
Mahen menggelengkan kepalanya membuat Aga menarik nafasnya berat. "Aku sudah mengerahkan orang- orangku untuk mencari keberadaannya tapi nihil."
"Rumah sakit."
Mahen kembali menggelengkan kepalanya. "Mereka sudah memantau di depan rumah sakit bahkan 24 jam mereka disana tapi tidak pernah bertemu dengan Keyla."
Mereka berdua sama- sama terdiam sampai Aga kembali bertanya kepada Mahen. "Kak sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan." Ucap Aga sambil menatap Mahen. "Waktu Keyla di izinkan pulang aku tahu kakak mengikuti kami berdua. Aku juga tahu pasti bahwa kakak saat itu mendengar apa yang Keyla ucakan." Mahen menganggukkan kepalanya. "Lalu kenapa kakak tidak menghampiri Keyla?"
Mahen menggelengkan kepalanya. "Aku ingin. Sangat ingin malah. Saat itu aku sangat ingin berlari menghampirinya untuk memeluknya. Aku ingin memberikan kata- kata untuk menyemangatinya. Tapi aku tidak bisa. Aku tidak bisa melakukan itu semua. Aku tidak ingin membuat Keyla semakin terluka." Ucap Mahen.