Aku takkan pernah mengantarmu
pamit pada bait-bait puisi terakhirku ~
Hanya saja bila di batas kejenuhan
ini datang kembali,....
Tolong carikan aku secarik lirik
yang bisa membuatku bertahan
dengan keresahanmu ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miphz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#21 Bergelut dengan keadaan
"Mas,aku boleh minta uang untuk membelikan sesuatu untuk kak Rini,?" Tanya Rani kepada Vino.
"Boleh,berapa,? Hari ini aku dapat bonus,udah aku kasih ke ibu bonusnya,daripada aku juga yang mengaturnya bikin pusing,dan ini gaji utama buat keperluan kita."
Jelas Vino yang belum sadar akan nafkah untuk istrinya itu,beberapa bulan pernikahannya Rani belum sama sekali mendapati Vino memberikan gaji dirinya kepada istrinya itu,dia lebih mementingkan kebutuhan adik adiknya serta menuruti kemauan ibunya dengan alasan tak mau ribut.
Rani yang hanya diam dan menyisakan luka harus selalu mengalah dan menahan air matanya dihadapan Vino.
Dia tak pernah menampakkan rasa sakitnya itu ketika tak pernah mendapatkan haknya,hanya saja dia menumpahkan tangis serta rasa sakitnya itu diatas sajadah.
Akhir akhir ini Vino memang selalu mendapati Rani dengan mata sembabnya ketika keluar dari ruang solat,namun Vino enggan mempertanyakan hal itu kepada Rani,sebab Vino takut tambah merusak hatinya,.
Namun kali ini Vino ingin sekali bertanya kenapa muka Rani kelihatan sekai habis menangis,.
"Cukup,?" Ucap Vino sambil memberikan beberapa lembar uang kepada Rani,.mungkin 10 lembar uang seratus ribu.
Rani yang menerima dengan penuh senyum sangat bahagia.,meskipun yang Vino kasih itu jauh lebih banyak ke ibunya daripada istrinya.
Sungguh betapa bersyukurnya Rani ketika dia tak menyangka mendapat uang dari Vino suaminya.
Hati Rani sedikit terobati dengan sedikit luluhnya hati Vino.,sebab salah satu doa Rani kini diperlihatkan kepada Allah.
Rani sedikit menunduk sambil menyeka air mata yang sempat jatuh.
"Kamu kenapa sayang,apakah anak kita nakal didalam perut,?"
Tanya Vino sambil menatap Rani dengan tangan kanannya mengelus perut Rani.
Rani tak percaya jika dirinya kali ini menangis bukan lagi karena sakit hatinya,namun rasa bersyukurnya atas apa yang terjadi barusan.
"Aku mandi dulu ya sayang" Ucap Vino sambil mengelus pipi Rani yang dibalas dengan anggukan Rani.
"Kluntiiing.....!!!!"
Suara handphone Vino pertanda ada pesan Whatsap masuk.,dilihatnya Rani ternyata Zahra yang mengucapkan terima kasih atas transferan Vino kepadanya.
Vino memang tak pernah mengunci handphone,dia juga tidak pernah melarang Rani untuk tidak menyentuhnya,bahkan dia sering menyuruh Rani membalas pesan dari siapapun itu,termasuk Zahra.
Namun kali ini Rani tak bergeming dengan pesan itu,dia membiarkan pesan yang dikirim Zahra,meskipun sebenarnya penasaran berapa duit yang ditransfer kakaknya itu..
Vino selama menikah selalu jujur dengan keuangan meskipun Rani tak pernah dikasih jatah bulanan,tapi diakhir kebersamaan mereka dimalam hari menjelang tidur Vino selalu menjabarkan uang yang Vino kasih kekeluargaan,antara senang suaminya jujur tapi tidak dipungkiri rasa sakitnya ketika menjadi istri malah tidak pernah mendapatkan nafkah,apalagi saat ini sedang hamil.
Malam ini mereka mendapati Bu Anis yang sakit lagi.,entah akhir akhir ini daya tahan Bu Anis semakin lemah,entah kecapean atau entah apa,yang pasti Bu Anis sekarang jarang masuk kerja akibat sering sakit.,
Vino yang merasa khawatir ingin membawa Bu Anis berobat namun menolak.
Saat Vino kembali ke kamar,Rani yang membuntut dibelakangnya mendapati tangan Rani yang tertahan dengan tarikan tangan Bu Anis..
Rani yang saat itu merasa takut membalikkan badan dan mencoba melangkah pelan duduk ditepi ranjang dimana Bu Anis berada.
"Ran,ada sesuatu yang ibu ingin katakan padamu." Ucap Bu Anis yang membuat Rani penasaran.
"Sebelumnya kami minta maaf nak,saya harap kamu tidak akan malu dengan takdir ini."
Sahut Pak Hadi yang berada di kursi dekat ranjang Bu Anis.
Wajah yang tak bisa ditebak di wajah Pak Hadi membuat Rani semakin bingung.
"Ada apa bu,pak.?"
Tanya Rani sambil menatap mereka bergantian.
Sedangkan mereka masih diam,mungkin bingung untuk memulainya.
Beberapa detik kemudian.
"Ibu mungkin positif hamil Ran,kemarin ibu jadi pijet ditempat Mbah Sarni,katanya ada janin diperut Ibu,tapi ibu belum berani periksa dan belum siap dengan mental anak anak ibu terutama Vino."
Jelas Bu Anis yang tak berani menatap Rani.
"Duaaaaaaaaarrrr"
Seperti ada aliran darah yang deras mengalir ditubuh Rani.,desiran yang semakin membuat Rani lunglai.
"Kamu tidak malu kan,?" Tanya Pak Hadi
Sedangkan Rani seperti masih menata jantungnya yang sempat berhenti berdetak.
Selama ini pil KB yang diminum Bu Anis sepertinya rutin diminum,tapi entah mungkin ini salah satu rejeki dari Allah untuk Bu Anis dan Pak Hadi.
"Enggak bu.,kita jadi barengan hamil dong ini ya.,semoga kita bisa kompak ya Bu,?
Tuturnya sambil mengatur nada yang tertahan untuk tidak terisak.
Sementara Pak Hadi yang lega mendengar tanggapan Rani,kini tersenyum dengan ekspresi wajah yang sudah bisa ditebak.
Kini Rani yang melangkah menuju kamarnya dibuat lemas dengan langkah kakinya.,menaiki tangga yang seperti naik gunung tak selesai hanya sehari,
Pandangan Rani yang kosong namun kaki masih tetap dengan langkahnya.,
Didapati Vino yang sudah tertidur membuat Rani tak bisa menahan sesak dan tangisnya,.
Rani meraung tiada daya untuk menolak takdir nya.
Dia lemas,menangis terisak tanp seorangpun tau.
"Ya Allah.,baru saja aku merasakan bahagia,tapi kenapa pula kau patahkan lagi kebahagiaan ini."
Gumam Rani dalam hati dan semakin terisak menyiksa hati.
Tak sadar malam itu Rani yang tertidur dilantai dengan karpet tebal diruang kamarnya itu terbangun dengan keadaan mata yang sembab bahkan tak bisa membukanya.
Rani yang bingung harus bagaimana mengatasi matanya itu bergegas ke kamar mandi.,didapati baru jam empat pagi.,terdengar sayu adzan diujung desa.,
Pertanda adzan dimasjid dekat mereka tinggal juga akan segera berkumandang.
Rani bergegas mengambil air wudhu dan mengelar sajadah,dia menguatkan diri supaya tidak menangis dihadapan sang Rabbi.,takut semakin matanya tak bisa terbuka lebar lagi.
Rani dengan penuh usaha menghilangkan sembab dimatanya,dia tidak mau memperlihatkan semuanya kepada Vino,Rani sudah cukup kasian terhadap Vino atas tuntutan terhadap Ibunya itu.
Dengan begitu Rani tak mau menambah beban lagi dihati Vino.
Rani berusaha keras menopang beban hatinya sendiri.
Rani yang berkutat didapur menyelesaikan pekerjaannya lebih awal.,meskipun dia rasa ada capek dan tak bertenaga namun tuntunan dari mertuanya yang harus membereskan pekerjaan rumah harus dia sanggupi,sebab Rani tidak mau ada huru hara atau keributan dirumah apalagi menyangkut dirinya.
Dia selalu menuruti siapapun demi kebahagiaan dan kenyamanan orang lain,sampai lupa dengan kebahagiaannya sendiri.
Yang jelas selagi Vino masih selalu disisinya dan tidak main Wanita serta jujur dalam hal apapun,hal lain yang menyiksa batin Rani tak dipermasalahkan,meskipun sebenarnya dia lemah.
Rani yang bingung dengan kehamilan mertuanya itu kini masih canggung harus berbuat bagaimana dan harus apa,dia juga bingung caranya untuk menyampaikan fakta ini kepada Vino.
"Apakah aku salah jika merasa kebahagiaan yang sedang aku alami ini dirampas orang lain,?"
Batin Rani yang sedikit belum bisa menerima kenyataan.
"Ran...semoga jika Vino tau kehamilan ibu dan akan mendapatkan adik lagi Vino semakin bersemangat kerja buat menghidupi anak bontot ibu ya Ran,?"
Ucap Bu Anis yang sudah berada didapur entah kapan datangnya,tanpa rasa malu kepada menantunya yang sama sedang mengandung,Bu Anis selalu menyinggung Rani supaya Rani sadar diri untuk tidak mencegah Vino ikut andil dalam membiayai adik bontotnya yang masih didalam perut Bu Anis itu.
"Berapa usia kandunganmu Ran?"
Tanya Bu Anis lagi yang belum sempat Rani jawab pertanyaan Bu Anis diawal tadi.
"Jalan 2 bulan Bu."
Jawab Rani lagi lagi sambil menahan perih dihatinya.
"Kemungkinan duluan ibu Ran,sebab ibu rasa ibu sakit sakitan itu mungkin sedang hamil ini kali ya?"
Ucapnya dengan penuh bahagia,sedangkan Rani semakin terluka.
"Kamu udah masak ya,ibu tiba tiba pengen goreng tempe aja Ran.,aku gak mau sayur sayur begini,kaya mual aja gitu.
Tutur Bu Anis yang sangat tidak menyadari jika menantunya sedang mengandung.
Kini Rani kembali berkutat didapur dengan menahan rasa mualnya.
Namun harus dia tahan sebab mertuanya sedang mengidam.
Dikala seperti ini Vino tak pernah menyadari dan mengerti apa yang selalu Ibu Anis manfaatkan terhadap menantunya yang penurut itu.
Sepengetahuan Vino Bu Anis memperlakukan Rani dengan baik baik bak anaknya sendiri,dan apa yang dilakukan Rani menurutnya itu kemauan Rani sendiri.
Tiba tiba perut Rani merasakan kram hebat dan kini Rani merasakan seperti ada yang mengalir sampai dikakinya.
"Mas.....tolonggg.!!!"
Vino yang sudah bangun namun masih bersembunyi dibawah selimut tebalnya itu,bergegas kedapur saat Rani belum selesai memasak untuk mertuanya itu.
"Kenapa Sayang?"
Tanya Vino panik ketika melihat Rani kesakitan dan dilantai sudah ada tetesan darah.
Tanpa menunggu jawaban Rani,Vino bergegas mengendong Rani diikuti semua orang yang dirumah.
Merasa kaget dengan teriakan Rani semua berduyun duyun keluar.
"Kak Rani kenapa Bu?"
Tanya Zahra kepada ibunya yang langsung mengambil alih tempe yang sudah mau digoreng.
"Tidak tau.!!"
Jawab Bu Anis ketus.
Zahra yang melirik ke ibunya itu membuang muka lalu pergi ke kamarnya.
Vino membawa Rani ke Rumah Sakit terdekat.
Sesampainya disana Rani sudah pucat dan lemah.
Dokter Reza yang sedang menangani Rani,kini memanggil Vino untuk keruangannya.
"Maaf Pak,Ibu Rani mengalami pendarahan,kandungan ibu Rani lemah,untuk saat ini harus banyak istirahat tidak boleh capek ataupun stres,janin nya alhamdulillah masih bisa diselamatkan."
Jelas Dokter dengan gamblang.
"Baik Dok,terima kasih."
"Bu Rani boleh pulang,saya resepkan obat penguat kandungan dulu ya Pak."
Ucap Dokter Reza.
"Baik,terima kasih banyak Dokter."
Sepulang dari Rumah Sakit,Vino menawarkan Rani untuk sementara tinggal dirumah Bu Mona,sebab Vino menyadari dia sibuk kerja akhir akhir ini.
"Sayang,bukan maksud Mas tidak mau direpotkan kamu,tapi aku rasa kamu tinggal sementara dirumah Ibu kamu bagaimana.?"
"Jadi gini,Mas sungguh mengkhawatirkan kamu dan juga bayi kita,kata Dokter kandungan kamu lemah dan harus istirahat total,tidak boleh capek apalagi stres,okeeeee.!!!,dan Mas minta dengan sangat kamu tinggal dirumah Ibu kmu dulu biar ada yang pantau kamu,Mas tidak bisa menjamin kamu disini bisa anteng duduk."
Ucap Vino panjang lebar yang tak memberi kesempatan Rani untuk menjawab.
Alhasil Rani hanya mengangguk dan tersenyum tanda setuju dengan saran Vino.
Vino yang memeluk lalu mendaratkan ciuman dikening Rani membuat Rani sedikit malu,sebab didepan pintu berdiri Bu Anis dan Pak Hadi.
"Kamu kenapa Ran?" Tanya Bu Anis.
"Maaf ya Bu,blm semoat membuat masakan yang ibu mau."
Bukan menjawab pertanyaan,Rani malah meminta maaf kepada Bu Anis.
"Maksudnya??" Tanya Vino
"Ibu menyuruh Rani yang sedang mengandung masak Bu?"
Tanya Vino kepada Bu Anis dengan ekspresi tak percayanya itu.
"Jadi gini Vin,Ibu gak enak badan,Ibu juga sedang mengandung,kamu akan punya Adik lagi Vin."
Jelas Bu Anis kepada Vino supaya Vino tak memarahinya.
"Apaaaaaa??"
Jawab Vino sambil meremas kepalanya dan membalikkan badan,terlihat Vino terpukul dengan pernyataan ibunya itu,tak sadar Vino menangis.
Entah rasa apa yang sedang dialaminya,kecewa,malu,marah,atau justru malah bahagia.
Semua disitu pun terdiam dengan pernyataan Bu Anis.
Aldi dan Zahra yang sempat mendengarnya pun seperti merasa kecewa.
Vino yang menyeka air matanya hanya fokus kepada Rani tanpa mempedulikan Bu Anis lagi.
"Vin,kamu marah sama ibu?atau kamu kecewa?,semua tak bisa dipungkiri Vin,ibu sudah rutin minum pil KB saat itu,dan terakhir ibu meminumnya setelah berhubungan karna lupa."
Tuturnya menurunkan sedikit nada karna menyadari hal itu keliru.
"Tapi bapakmu juga melarang ibu untuk menggugurkannya Vin."
Terang Bu Anis lagi dengan isaknya.
Sedangkan Pak Hadi menenangkan Bu Anis.
"Ayo buk,kita istirahat dikamar,Vino biar urus Rani dulu,kasian Rani buk,kita tidak biaa menjaganya."
Tutur Pak Hadi kepada Bu Anis.
"Rani bukan bayi lagi yang harus dijaga Pak.!!" Teriak Bu Anis.
"Cukup.!!!!!!"
"Keluar.!!!"
Perintah Vino yang kini benar benar marah terhadap ibunya.
Kini Pak Hadi yang menarik paksa Bu Anis harus segera membawanya pergi,sebab kemarahan Vino kali ini akan lebih parah jika mereka melayaninya.
"Maafkan aku sayang.!!!!"
Ucap Vino
Kini mereka berdua saling menangis dalam hangatnya pelukan.
Vino yang mengelus dan mencium kening Rani tanpa henti membuatnya tersadar jika Rani harus minum obat.
Vino bergegas mempersiapkan segalanya.
"Sayang minum obat dulu,setelah ini kita kerumah Ibu,biar ada yang pantau kamu disana,pokoknya kamu tidak boleh ngapa ngapain,dan Suamimu ini biar fokus kerja buat keperluan lahiran dan anak kita."
Tutur Vino dengan wajah kucel akibat kesedihan yang sedang dilandanya.
"Terima kasih mas,untuk semuanya dan untuk yang tak terlihat."
Jawab Rani dengan binar dan mata yang nanar.
mampir juga dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/
Mampir juga di novel ku ya kak/Rose/
selisih 12 tahun, yayaya
kalau selisih 16 tahun cocok ga ya?🤔🤔🤔
😆😆😆😂😂😂😂