NovelToon NovelToon
Battle Scars

Battle Scars

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Irma pratama

Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?

Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.

vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hukuman

Tok!

Tok!

Tok!

"Bangun! Bangun!"

Gedoran di pintu terdengar nyaring membangunkan semua mata yang masih terlelap tidur.

Sebelum semua santri keluar kamar masing-masing, gedoran dan teriakan masih terdengar.

"Bangun!"

Tok!

Tok!

"Bangun, ini sudah subuh!"

"Hah? Apaan sih, berisik banget!"

Balqis terperanjat kaget. Kemudian mengucek matanya sambil melirik jam. Kedua matanya membulat sempurna saat jarum jam menunjuk angka 4.

"Shiittt! Rencana Gue mau kabur dari sini gagal deh."

Balqis mendengus kesal. Dia sebal dengan dirinya sendiri yang terlelap tidur sampai tidak ingat waktu.

"Qis, ayo bangun?"

Dengan ketidakberdayaan, Balqis beranjak dari tempat tidur. Badannya sangat lemas.

"Sebelum turun, kamu harus ganti baju dulu,"

Balqis hanya mengangguk pelan. Dia mengambil baju panjang dan langsung memakainya. Setelah itu mengikuti Melodi turun ke lantai bawah.

"Hoam! Ini tuh masih pagi. Kenapa kita harus bangun sepagi ini sih?"

Byur!

"w*** th* f***, Set** dingin Woy!"

Balqis mengerjap saat merasakan cipratan air di wajahnya.

"Makanya cepat wudhu. Kita di sini antri."

Balqis menatap tajam perempuan di depannya. Perlakuannya barusan sangat tidak diterima baik olehnya.

"Cih... Biasa saja dong, nggak usah gitu juga. Lo pikir perlakuan barusan itu bagus?"

Semua orang yang ada di tempat itu tertegun. Mereka terkejut karena Balqis berani bicara seperti itu pada perempuan yang selama ini mereka takuti.

"Bicara sekali lagi?" pinta perempuan itu dengan nada tidak suka.

"Kenapa? Nggak suka gue ngomong kayak gitu?!" Balqis malah lebih bengis dari perempuan itu.

"Balqis!" Melodi menarik tangannya. "Qis, ini Ustadzah Naila. Dia rois kita atau rois semua santriwati. Kita harus menghormatinya,"

"Kalo pengen dihormatin sama orang, paling nggak harus hargain orang lain dululah... Jangan egois! kelakuan kayak Set** itu namanya!"

"Iya.. Udah Qis, Istigfar istigfar... Nyebut..."

"Gue nggak suka aja sama kelakuannya! Orang baik sama gue, gue bisa berlipat kali lebih baik dari dia!" teriakan Balqis mampu membuat semua orang berlarian keluar kobong.

Mereka sangat takut melihat wajah Naila setelah mendengar perkataan Balqis. Wajah itu, Ya... wajah yang diperlihatkan bila dia marah.

"Sangsi keamanan!" panggil Naila.

Seorang perempuan berbadan tinggi dan gemuk maju ke depan. Bukan hanya satu orang, melainkan dua orang. Mereka memasang wajah tegas menatap Naila.

"Laporkan perkataan Balqis pada Umi. Lalu berikan dia hukuman yang membuatnya kapok ."

Mata Balqis membulat. Dia sangat tidak terima mendapatkan hukuman. "Cih, dasar cepu! Gue nggak suka hukuman. Kasih gue keringanan? Kayak bayar pake duit misalnya. Berapa pun yang lo minta, gue bakalan bayar,"

"Hey Nona Muda tidak semua hal harus dibayar dengan uang ya. Ada saatnya sesuatu dibayar tunai dengan tindakan," balas Naila.

"Cih, emang nyebelin banget tempat ini!" gerutu Balqis memperlihatkan muka tidak sukanya.

"Berikan dia hukuman yang berat," titah Naila.

"Baik. Mulai hari ini aku sebagai sangsi keamanan memberikanmu hukuman," ujar Badriah. "Kamu harus membersihkan semua lingkungan pesantren, termasuk madrasah dan mushola. Selama satu minggu berturut-turut."

"What?!" pekik Balqis terkejut mendengar hukuman yang diberikan.

"Tidak ada yang boleh membantu." tambah Badriah. "Bila kamu melanggar atau tidak mengerjakannya, hukuman akan ditambah menjadi dua minggu,"

Bola mata Balqis berputar jengah mendengar perintah dari sangsi keamanan.

"Hukuman dimulai pagi ini," ucap Naila.

"Gue nggak setuju!" protes Balqis. "Fila aja, Daddy gue aja nggak pernah nyuruh nyuruh gue kayak gitu.. Lah kalian siapa, Berani banget maen merintah merintah kayak gitu?!"

"Kita tidak akan memberikan kamu hukuman selama kamu patuh. Kamu memang tidak diizinkan memegang sapu karena tinggal di rumahmu sendiri. Tapi sekarang kamu tinggal di sini, berarti kamu harus mengikuti peraturan di sini," balas Badriah tidak mau kalah sambil memperlihatkan tatapan bengisnya.

Ciiihh.... Daddyy... Tega banget sih ngirim gue ke tempat macam ini!

Kali ini dia pasrah mendapatkan hukuman dari mereka, dari pada ditambah menjadi dua minggu.

****

Setelah perdebatan panjang selesai. Kini mereka sudah berada di mesjid. Mengambil Al-Qur'an masing-masing untuk mengaji bersama.

Rutinitas seperti ini selalu dilakukan setiap pagi sebelum mengaji kitab. Kemudian istirahat sarapan, lalu kembali mengaji lagi sampai jam 9 nanti. Dari semua santri yang hadir, hanya Balqis yang malah tidur. Dia meringkuk seperti bayi yang merasa didongengi. Dia sangat tidak peduli semua santri menatap heran padanya.

"Bangun!"

"Balqis, bangun!"

"Eumm!"

Balqis terbangun sambil menggaruk lehernya. "Ck... Apaan sih? Ganggu aja,"

"Ini waktunya ngaji. Bukannya tidur."

Balqis memaksa kedua matanya terbuka. Dia melihat seorang perempuan dengan wajah datar tengah manatapnya.

"Ck... Kenapa orang-orang di sini wajahnya pada ketus semua sih?"

"Ayo cepat wudhu lagi! Kamu harus ngaji, jangan tidur."

Dengan rasa malas Balqis beranjak. Dia keluar mesjid sambil menguap. Rasa ngantuk masih menyerangnya. Apalagi jam segini biasanya dia masih digulung selimut tebal.

Balqis menatap ke sekeliling. Matahari belum menunjukkan dirinya sama sekali. Terlintas dibenaknya sosok wajah Hans saat terakhir kali dia terlihat. Dia pun menghela napas panjang.

"Haaaah.... Lagi apa Daddy sekarang? Apa dia selamat? Apa dia baik-baik aja?"

Pandangannya lurus ke depan. Isi kepalanya dipenuhi dengan kecemasan memikirkan keadaan sang ayah yang entah bagaimana sekarang. Terakhir dia meninggalkannya tengah sendirian melawan para gerombolan penjahat.

Setelah dia pergi, mungkin itu akhir dari semuanya. Iya, dia tidak mengetahui kabar ayahnya sekarang. Akhir saat dia tidak melihatnya lagi dan entah kapan mereka akan dipertemukan kembali.

Dia sendiri merasa sangat bodoh, karena begitu ceroboh menjatuhkan ponselnya dan juga bisa terkena tusuk saat kabur dari kejaran para penjahat itu. Mungkin bila dia masih memegang benda pipih itu, dia bisa saja menghubungi sang ayah untuk menanyakan kabar.

Namun sayang seribu sayang, dia benar-benar kehilangan kontak dengannya.

"Dad, aku harap Daddy baik-baik aja disana. Di sini aku sehat dan bebas dari kejaran mereka.."

Senyuman Balqis menyungging. Dia berusaha berpikir positif tentang keadaan ayahnya. "Daddy tenang aja. Aku bakalan berusaha pulang buat nyelametin Daddy."

"Balqis, kenapa malah berdiri di situ? Cepat ke tempat wudhu."

"Cih... Iya iya iya..." Balqis segera berlari. Perempuan yang membangunkannya barusan lebih bengis dari sangsi keamanan dan rois.

Brugh!

"Aauuww!"

Balqis reflek memegang perutnya yang luka. perutnya terasa ngilu karena terjatuh akibat terpeleset.

"Ah, sakit sakit!"

Kreek! Sreett...

Suara benda nyaring berderit dengan lantai. Balqis mendongak untuk melihat siapa yang sedang berada didepanya. Dan akhirnya dia menatap Alditra yang tengah berhenti di depannya dengan kursi rodanya melihat kearahnya.

"Cih... Kenapa? Mau ngetawain? Ketawa aja! Nggak usah ditahan-tahan!"

Alditra tidak menjawab dengan suara. Melainkan menjawab dengan isyarat yang tidak dimengerti sama sekali.

"Lo mu ngomong apa sih Om Gus?" ucap Balqis masih meringis memegang perutnya kebingungan dengan isyarat dari Alditra. Meskipun mencoba memahami, tapi tetap saja dia tidak mengerti.

"Aarrggghh... Sumpah ya, gue nggak paham maksud Om." teriaknya kesal sambil beranjak berdiri.

Alditra menggelengkan kepalanya. Kemudian mengeluarkan kertas kecil dan menulis beberapa kata di sana. Setelah itu memperlihatkannya pada Balqis.

(Ambilkan buku di depan pintu mesjid. Barusan ketinggalan.)

"Aaahhh..."

Balqis pun mengangguk paham setelah membaca tulisan itu. Tanpa berkata atau protes, dia pun kembali ke mesjid dan mengambil buku yang dimaksud Alditra. Kening Balqis mengerut saat membaca judul buku itu. Kemudian membulak-balikkannya.

Cih... Ternyata seorang Om Gus bisa roman picisan juga toh?!

Balqis segera kembali pada Alditra yag masih menunggunya diluar.

"Om Gus, karena buku ini udah gue ambil. Berarti kita tukeran lagi dong ya," ucap Balqis menaik turunkan halisnya sambil menyunggingkan seringai devil.

Mata Alditra membulat. Lagi-lagi perempuan di depannya meminta barter.

"Sekarang Gue pengen lauk pauk buat tar makan. Makanan di sini nggak sesuai sama perut gue. Jadi gue mau minta makanan berkelas dari rumah Lo. Gimana mau nggak?"

Alditra mengangguk menyetujui. Dia tidak ingin berlama-lama dengan Balqis. Karena takut menimbulkan fitnah.

"Nih bukunya, jangan lupa kabarin gue ya kalo butuh bantuan lagi?" tandas Balqis sambil nyengir kuda.

Setelah mendapatkan buku itu. Alditra memutar roda kursinya. Dia pergi menjauh secepat mungkin.

Ck... Kasihan juga sih c'Om Gus. Ke mana-mana kudu pake kursi roda. Nggak bisa berdiri tegak apalagi jalan.

Balqis terdiam. Detik kemudian, dia mengerjap menggelengkan kepalanya menolak perkataannya barusan.

Dih... Apa-apaan Gue harus ngerasa iba segala. Lagian dia masih punya banyak orang buat ngebantu dia. Dia juga punya segalanya... Dia juga bebas ngelakuin apapun nggak kayak gue!

****

Jam menunjukkan pukul 8 pagi. Semua santri tengah mengaji di madrasah setelah istirahat sarapan.

Mungkin semua itu hanya berlaku untuk mereka, karena untuk Balqis berbeda lagi ceritanya. Dia harus membersihkan lingkungan pesantren yang luas.

Bukan hanya luas, dedaunan pun berserakan. Sampah bekas jajanan terlihat di sana sini. Kelopak bunga-bunga berjatuhan.

Ya... Dan semua itu membuat Balqis kesal. Dia sesekali mengamuk dan berkacak pinggang. Bahkan melempar sapu lidi sambil mengumpat kasar. Para santri yang melihatnya hanya tersenyum. Mereka tidak kasian karena hal itu pernah mereka rasakan dulu.

Karena siapa saja yang melanggar peraturan, membuat kesalahan, pasti akan merasakannya. Bahkan santri senior sudah pernah merasakan yang lebih dari hukuman membersihkan lingkungan.

"Ayo cepat, Balqis... sapu daun-daun itu!"

Balqis pun hanya bisa mendengus. Sejak tadi Badriah terus saja memerintahnya. Padahal ini untuk pertama kalinya dia memegang sapu lidi, jadi sangat wajar bila dia kaku. Balqis menyapu dedaunan satu persatu. Dia terlihat kesusahan menggunakan sapu itu.

"Ck, sial! Gue benci banget sama benda ini."

Meski pun Balqis menolak membersihkan dedaunan, tapi dia tetap harus melakukannya. Dia pun kembali menyapu. Dan konyolnya dia, dedaunan itu tidak dikumpulkan. Melainkan terus digiring ke sembarang tempat. Bukannya menjadikan lingkungan bersih, malah menjadikannya semakin acak-acakkan.

"Hah.... Gerbang dibuka!"

1
sukronbersyar'i
mantap seru, gan , jgn lupa mampir juga ya
Tara
wah...dasar preman Yach😅😂
Tara
hope happy ending
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!