Hubungan yang telah di jalani selama tiga tahun harus berakhir dengan kekecewaan. 2 tahun menjalin hubungan jarak jauh akibat pekerjaan, nyatanya tidak berakhir bahagia. Bahkan janji yang terucap sebelum perpisahan pun tidak bisa menjadi jaminan akan kesetiaan seseorang.
sakit hati Zea membuatnya berubah menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Zea jadi bingung sendiri mau memilih mobil yang mana. Semua mobil yang ada di show room milik paman Bandi merupakan super car yang harganya sendiri sangat di luar nalar orang awam.
"Kamu suka yang mana, Ze?" Tanya paman Bandi pada keponakan perempuannya itu.
Yang di tanya masih melihat setiap mobil yang ada dan malah semakin pusing di buatnya.
"Entah lah, Paman. Aku sendiri gak tahu mana yang bagus, selama ini aku gak pernah punya mobil sendiri. Jadi gak tahu mana yang harus ku pilih," sahut Zea di tengah kebingungannya.
Paman Bandi menepuk keningnya saat ia baru teringat dengan satu fakta bahwa Zea memang tidak di ijinkan membawa mobil sendiri. Bahkan pak Bambang juga tidak membelikan Zea mobil dan kemana-mana pergi bersama supir dan naik mobil pak Bambang atau bu Sari.
Awalnya seluruh keluarga tidak terima dengan hal itu. Tapi karena Zea sendiri lama tinggal di desa bersama kakek dan nenek dari kedua belah pihak. Maka keluarga tidak banyak berucap mengingat di desa tidak mungkin membawa mobil mewah.
Apa lagi zaman dahulu seluruh jalanan di desa masih bebatuan dan belum sebagus sekarang yang sudah beton atau aspal.
"Hah ... Papa kamu itu memang orang tua paling aneh sedunia. Masa anak gadis satu-satunya gak di belikan mobil. Bahkan gak di ijinkan bawa mobil sendiri, sudah seperti zaman dahulu kala di mana semua orang naik gerobak yang di tarik kerbau atau sapi saja."
Zea tersenyum kecil melihat sang paman yang menggerutu tentang papanya. Ia sangat maklum kalau kedua pamannya akan selalu bersitegang dengan papanya. Bukan bersitegang karena hal yang buruk.
Malah ketiga pria itu sering berdebat tentang memanjakan dirinya. Sang papa yang sangat protektif sang sulit di luruhkan larangannya kalau hanya sekedar dari ucapan saja.
Jalan satu-satunya agar pak Bambang tidak banyak protes adalah dengan membelikan langsung apa yang ingin mereka berikan pada Zea. Dan tulikan pendengaran dari teriakan dan penolakan pak Bambang
"Karena kamu sukanya warna Biru muda, bagaimana kalau yang itu saja?" Paman Bandi menunjuk sebuah super car yang begitu menarik perhatian Zea.
Sejak tadi mobil itu memang belum di tunjukkan padanya oleh SPG yang menemaninya berkeliling. Karena mobil itu sendiri baru tiba dan belum di bandrol harganya. Dan mobil limited itu bahkan masih butuh beberapa proses lagi sampai akhirnya akan di pasarkan.
"Tapi, Pak! Bukan kah mobil itu baru turun dan masih butuh proses lagi untuk bisa di jual? Bahkan kita belum memberikan bandrol harganya."
Pandangan paman Bandi beralih pada karyawannya yang menjadi SPG itu.
"Untuk keponakan tersayang ku, selesaikan sekarang juga. Kami mau pulang bawa mobil ini. Dan masalah harga gak usah di kasih lagi, ini jadi hadiah untuk keponakan ku saja. Besok sore surat-suratnya kalau bisa sudah selesai dan antar ke kantor saja," ucap paman Bandi enteng.
Si SPG melongo tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Mobil yang di inginkan paman Bandi untuk hadiah itu bahkan harganya mencapai angka delapan ratus milyar lebih.
"Paman, bagaimana kalau yang lain saja? Nanti Paman bisa bangkrut kalau kasih aku mobil semahal ini," kata Zea.
Ia tidak mau membuat pamannya ini rugi besar karena dirinya. Bahkan tanpa membayar dan di berikan secara cuma-cuma sebagai hadiah.
"Sudah, kamu gak perlu memikirkan itu. Yang harus kamu lakukan hanya menerima apa yang Paman berikan, oke? Sekarang ayo kita pulang naik mobil itu," ujar paman Bandi tanpa beban sama sekali.
Pria itu bahkan langsung meminta pada Manager show room nya untuk mengeluarkan mobil yang di maksudnya dari tempat itu.
"Baik, Pak." Si Manager langsung saja membawa mobil itu keluar dan di arahkan ke bengkel khusus yang ada di sebelahnya.
Karena mobil itu baru turun dan belum sepenuhnya selesai di periksa. Maka pihak bengkel yang khusus untuk mobil super car itu akan menyelesaikan prosesnya lebih dulu.
"Ambilkan jus strawberry untuk keponakan ku ini," pinta paman Bandi setelah mengajak Zea duduk di kursi tunggu dengan nyaman.
Setelah beberapa keperluan mobil selesai dan semua pengecekan di bengkel khusus super car itu selesai. Maka mobil mewah itu bisa melaju degan mulus di jalan.
Paman Bandi mengajari Zea cara menghidupkan dan apa-apa saja yang harus Zea lakukan agar mobil bisa beroperasi dengan baik.
"Wah ... Benar-benar luar biasa mobil ini Paman, bahkan mobil spot milik Mas Hasan gak semewah dan semenawan ini." Zea sangat kagum dengan interior dan kenyamanan yang di berikan oleh kendaraan itu.
"Tentu saja gak sebanding, Nak. Ini mobil yang paling bagus dan harganya saja sudah berbeda jauh dengan milik Mas Hasan mu. Tapi sebenarnya soal kenyamanan dan lainnya semua sama," ucap paman Bandi yang tentu saja sangat paham dengan urusan mobil jenis apa pun.
Zea tidak lagi bersuara dan hanya mengangguk saja.
"Akhir pekan nanti minta sama Mas Mas mu untuk ajarin kamu naik mobil," lanjut paman Bandi.
"Emangnya mereka mau, Paman? Pasti Papa bakalan gak ijinin," ujar Zea yang terlihat agak sedih.
Ia sebenarnya sangat ingin bisa membawa mobil sendiri. Tapi apalah daya kalau peraturan sang papa yang menegaskan dulu ia tidak boleh membawa mobil sendiri.
"Akh! Papa kamu itu memang payah dan kuno banget. Tenang saja kalau masalah Papa mu itu, nanti dia jadi urusan Paman."
Kedua alis Zea mengerut kala melihat senyuman misterius dari sang paman. Pasti akan ada sesuatu yang di lakukan pamannya kalau sang papa tidak mengijinkan.
Keduanya saling berbincang hangat sepanjang jalan pulang ke rumah orang tua Zea. Tapi naasnya mereka harus menabrak pengendara lain yang berhenti tiba-tiba di jalan.
Meski paman Bandi sudah berusaha menghindar, tapi yang namanya jarak dekat dan tiba-tiba. Tetap saja mobi di depan tertabrak cukup kencang hingga terdorong ke depan.
Paman Bandi yang sejak awal mobil di depannya berhenti tiba-tiba sudah kaget. Tambah kaget lagi kala ia sudah bisa menghentikan mobilnya dengan aman di pinggir jalan, ingat dengan sang keponakan.
"Ze! Kamu gak papa kan, Nak? Gimana? Mana yang sakit?" Panik paman Bandi yang langsung memberondong Zea dengan pertanyaan.
Bahkan wajah khawatir dan risau tampak jelas dari pria yang biasanya tenang itu.
Zea sendiri yang sangat shok dengan kejadian barusan masih terdiam dan belum bereaksi apa-apa ketika paman Bandi bertanya.
"Zea!" Panggil paman Bandi seraya menyentuh pundak Zea dan sedikit meremasnya.
Tersentak Zea merasakan remasan pelan di pundaknya dan ia melihat ke arah paman Bandi yang khawatir.
"Ada apa Paman? Apa Paman baik-baik saja?" Tanya Zea balik yang malah khawatir dengan pamannya.
Helaan napas lega terdengar dari paman Bandi yang kemudian mengelus sayang kepala Zea.
"Paman, baik-baik saja. Kamu gimana?"
"Aku baik, Paman. Sebaiknya kita keluar untuk melihat orang yang di dalam mobil tadi."
"Ayo, Paman juga mau marahin dia. Kalau gak bisa nyetir lebih baik gak usah bawa mobil," omel paman Bandi yang terlihat kesal.
lanjut torrr