Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode enam.
Septy tiba dilantai atas, dimana ruang kerjanya berada. Ternyata ia sudah ditunggu oleh Tomi sejak tadi.
"Nona, Anda diminta untuk ke ruangan tuan Garren."
"Baik kak Tom."
"Tom?" Tomi mengerutkan keningnya, kemudian ia tertawa geli lalu masukkan ke ruang kerjanya.
Entahlah, setiap kali Septy memanggil nya kak Tom, membuatnya terasa ingin tertawa. Ingatan Tomi tertuju pada film kartun yang tayang di televisi swasta.
"Ada-ada saja," gumamnya sambil geleng-geleng kepala.
Sementara Septy yang berada didepan pintu ruang kerja Garren pun mengetuk pintu dengan ragu.
Entahlah, ia merasa takut jika Garren marah padanya. Bisa saja Amara mengadukan masalah tadi kepada bos nya. Begitulah pikir Septy.
"Masuk!" perintah suara dari dalam. Septy perlahan membuka pintu dan menunduk hormat selayaknya bawahan pada atasan.
"Tuan memanggil saya?"
"Hmmm, apa pekerjaanmu sudah selesai?"
"Mmm, sedikit lagi Tuan, apa ada pekerjaan lain?"
"Ada, hari ini temani aku ketemu klien. Dan kali ini jika kamu berhasil, aku akan menaikkan gajimu menjadi 30 juta. Tapi jika gagal, bersiaplah untuk ...."
"Saya akan coba Tuan, dan insyaallah saya tidak akan mengecewakan Tuan." Septy memotong ucapan Garren. Karena ia takut akan kehilangan pekerjaan ini.
Dimana lagi ia akan mencari pekerjaan yang gajinya sebesar ini, Septy pun kembali ke ruang kerjanya untuk mempelajari berkas yang diberikan oleh Garren.
Septy duduk dikursi kebesarannya, ia sebenarnya tidak mengerti dengan pekerjaannya.
Namanya di bidang akuntansi keuangan, tapi harus ketemu klien dan dituntut untuk memenangkan proyek.
Septy menghubungi Tomi, dan meminta Tomi untuk ke ruangannya. Ia ingin bertanya, sebenarnya jabatannya apa?
Tomi mengetuk pintu ruangan Septy, kemudian masuk. Tomi pun hormat kepada Septy setelah tahu jika Septy istri tuannya.
"Ada perlu apa Nona memanggil saya?"
"Kak Tom, sebenarnya jabatan ku di perusahaan ini apa sih? Kok selalu diminta untuk ketemu klien?"
Tomi kebingungan untuk menjawab, sebenarnya pekerjaan yang di berikan kepada Septy adalah pekerjaannya.
Tapi entah kenapa, tuannya memberikan nya kepada Septy. Seolah-olah Septy lah menjadi asisten di sini.
"Eee, jika itu, sebaiknya Nona tanyakan saja kepada tuan, saya juga tidak tahu."
Ponsel Tomi berdering, Tomi segera menjawab panggilan tersebut. Karena yang memanggil adalah tuannya.
"Kamu mau ku pecat? Keluar dari ruangan istriku!"
Belum sempat Tomi menjawab, panggilan telepon sudah terputus secara sepihak. Tomi pun segera keluar tanpa pamit kepada Septy.
Jam 4 sore, waktu yang dijanjikan untuk ketemu klien pun tiba. Keduanya segera bersiap-siap.
Saat didalam lift, mereka berdiri dengan arah masing-masing. Berjauhan dan saling menghadap kearah lain.
Saat tiba dilantai bawah, Amara yang melihat Septy keluar bersama Garren pun tidak luput dari perhatiannya. Amara mengepalkan tangannya kuat.
"Kamu menyetir," kata Garren melempar kunci mobil ke Septy. Septy dengan gesit menangkap kunci tersebut.
Septy tidak berkata sepatah pun dan langsung masuk kedalam mobil. Garren pun menyusul masuk kedalam mobil.
Garren menyebutkan tempat pertemuan mereka, yaitu di restoran hotel. Jika dulu pertama kalinya, saat pertemuan di hotel, Septy sudah merasa was-was.
Karena pikirannya mengarah ke negatif. Dan menganggap hotel tempat para selingkuhan dan sejenisnya.
Septy melajukan mobilnya, karena pintu gerbang sudah terbuka, jadi ia langsung keluar saja.
"Tuan, boleh saya bertanya? Sebenarnya posisi saya di perusahaan sebagai apa sih? Katanya akuntansi keuangan, tapi kok saya merasa sebagai asisten pribadi?"
"Jangan banyak protes jika masih ingin bekerja. Apa gajimu kurang? Apa mau 50 juta?"
"Ti--tidak Tuan, saya hanya ingin bertanya saja," jawab Septy gugup. Kemudian Septy akhirnya memilih diam.
Merekapun tiba ditempat yang dituju. Septy memarkirkan mobilnya ditempat parkir khusus. Kemudian keduanya masuk dan berjalan sejajar.
Septy dengan postur tubuh semampai, tidak kalah dengan wanita dari keluarga Henderson. Tapi jika dibandingkan dengan Garren, ia masih kalah tinggi.
Pelayan menyambut mereka dengan ramah, dan mengantar mereka ke ruang VIP yang sudah disewa oleh klien Garren.
"Maaf Tuan Ethan, saya terlambat," ucap Garren.
Ethan menoleh ke Garren dan Septy, dan pandangannya langsung ke Septy. Tapi ia menjabat tangan Garren.
"Silahkan Tuan Garren, gak apa-apa. Saya juga baru sampai," ujar Ethan.
"Kamu Septy, kan? Masih ingat aku, orang yang ngejar-ngejar kamu waktu kita sekolah dulu," ucap Ethan.
"Ethan Kusuma, betul?"
"Ternyata kamu masih ingat aku, sudah sangat lama kita tidak bertemu, kalau tidak salah ...."
"Ehem ... Tuan Ethan, maaf. Kami datang untuk membahas kerjasama, bukan untuk mengulang masa lalu."
"Oh maaf Tuan Garren, saya tidak menyangka jika Septy adalah sekretaris anda. Dulu dia siswi paling pintar di sekolah. Kalau begitu saya terima kerjasama ini," ucap Ethan tanpa melihat berkas yang Septy bawa.
Garren nampak tidak senang dengan kedekatan mereka, entahlah. Hatinya terasa panas, apalagi saat Septy tersenyum pada pria itu.
"Oya, Tuan Garren, bolehkah saya mengajak sekretaris anda untuk makan malam dengan saya malam ini?"
"Maaf Tuan Ethan, saya tidak izinkan istri saya jalan dengan pria lain."
"Is--istri? Tuan Garren, dia ....?"
"Ya, septyana praskila adalah istri saya, jadi jangan jadi pebinor, Tuan Ethan."
"Tuan Garren pasti bercanda, setahu saya, Tuan Garren sangat anti perempuan. Bagaimana mungkin?"
"Ya sudah, semua sudah ditandatangani, jadi kami permisi!"
Garren menarik pelan tangan Septy dan membawanya keluar dari dari ruangan itu. Sedangkan Ethan masih tergamam mematung ditempatnya.
Sang asisten pribadinya pun menepuk pundak Ethan dan Ethan pun tersadar. "Apa kamu percaya?" tanya Ethan pada asistennya.
"Bisa jadi Tuan, pria dari keluarga Henderson sulit diprediksi," jawab asistennya.
"Aku dulu menyukainya, tapi baru sekarang bertemu dengannya lagi."
"Bukankah Tuan sudah memiliki istri dan dua anak? Bagaimana tanggapan keluarga Tuan nanti?"
"Hah, aku tidak pernah mencintai istriku. Jika bukan karena orang tuaku menjodohkan kami, aku tidak akan menikah dengannya."
"Bagaimana bisa tidak cinta, hingga berhubungan dan memiliki dua anak, masih bilang tidak cinta? Apa itu hanya nafs*?" batin asistennya.
Sementara Garren dan Septy sudah berada didalam mobil. Garren memandang Septy dengan tatapan, entahlah. Yang pasti tatapan Garren membuat Septy bergidik.
"Kenapa tidak bilang jika dia mantanmu?"
"Maksud Tuan, Ethan?"
"Tuh kan, panggilan aja mesra. Benar, kan? Ingat! Kamu itu istriku, jangan sampai mencemari nama baik keluarga."
"Sebentar lagi juga jadi mantan, kan? Gak apa-apa dong buat cadangan?"
"Jalan!" Wajah Garren berubah merah, tapi Septy menduga jika Garren sedang tidak baik-baik saja.
"Maafkan aku, sebenarnya dia bukan siapa-siapa. Dan aku tidak pernah pacaran sama sekali," ucap Septy akhirnya.
Ia tidak ingin memicu kemarahan Garren, karena marahnya orang pendiam sangat berbahaya.
Septy pun menjalankan mobilnya, namun sesekali ia melirik Garren yang sedang menyandarkan kepalanya disandaran kursi penumpang.
semngat thor..
itu sih yg aq tau dari ceramah nya UAS