Yang satu punya banyak problematik, yang satunya lagi bocah bebas semaunya. Lalu mereka dipertemukan semesta dengan cara tak terduga.
Untuk tetap bertahan di dunia yang tidak terlalu ramah bagi mereka, Indy dan Rio beriringan melengkapi satu sama lain. Sampai ada hari dimana Rio tidak mau lagi dianggap sebagai adik.
Mampukah mereka menyatukan perasaan yang entah kenapa lebih sulit dilakukan ketimbang menyingkirkan prahara yang ada?
Yuk kita simak selengkapnya kisah Indy si wanita karir yang memiliki ibu tiri sahabatnya sendiri. Serta Rio anak SMA yang harus ditanggung jawabkan oleh Indy.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Dokter keluarga sudah datang.
Kondisi Juni langsung diperiksa oleh sang dokter. Wanita itu membuka gelungan selimut yang menutupi tubuhnya hingga membuat orang-orang tersentak mundur. Dengan gerak perlahan, mereka yang berada di sana--kecuali dokter dan Juni-- menyumpal hidung masing-masing.
"Saya sakit apa? kenapa tubuh saya bau seperti ini?"
Dokter melirik Juni sekilas, kemudian beralih menatap tubuh pasiennya seraya membuang nafas kasar. Dokter itu geleng-geleng kepala.
Juni dibuat geram oleh perkataan dang dokter yang terkesan tidak bisa mengobatinya malam ini juga. Juni muak harus mendengar butuh waktu, menunggu, prosedur, dan lain sebagainya. Ia langsung teriak membuat orang-orang keluar semua dari dalam kamar kecuali kepala pelayan.
"Nyonya, sepertinya saya memiliki kenalan seseorang yang mengerti hal-hal seperti ini. Saudara saya pernah mengalami persis seperti yang dialami nyonya dan seketika sembuh dengan cepat."
"Benarkah?" Juni tidak dapat berfikir banyak. Mendengar kata 'sembuh cepat' bagai menghirup angin segar untuknya.
"Iya benar Nyonya."
"Cepat bawa dia kesini."
"Baik nyonya."
Tidak pakai menunggu lama, bahkan tidak sampai memakan waktu yang sekiranya menempuh perjalanan jauh, orang yang dimaksud kepala pelayan pun telah datang ke hadapan Juni.
"Salam Nona."
"Kenapa saya seperti ini?" Juni langsung menodong pertanyaan di saat orang tersebut belum memeriksanya, bahkan Juni belum menjawab salam orang tersebut.
"Coba saya periksa dulu."
"Katanya kamu sudah berpengalaman mengobati hal seperti ini, masa harus bertele-tele dulu." Sarkas Juni. Orang yang hendak mengobatinya berdecak, merutuki Juni yang tidak-tidak di dalam hatinya.
"Benar juga apa kata Nona. Saya tidak akan berbasa-basi maupun melihat-lihat kondisi Nona Juni karena saya sudah tahu apa yang telah menimpa Nona."
"Cepat katakan!"
"Bailah akan saya kasih tahu. Sebenarnya Nona Juni tengah terkena kutukan."
Juni menganga sebentar, kemudian menyemburkan tawa.
"Hahaha, jangan gila kamu. Mana ada kutukan jaman sekarang?!"
"Ada, ini contohnya. Apakah Nona menabur perbuatan jahat yang orang-orang belum tahu kejahatan itu?"
"Apaan sih, aku itu orang baik asal kamu tahu. Mana ada aku menabur yang namanya kejahatan."
"Iya kah? tapi dari aura Nona Juni, saya bisa merasakan aura negatif." Pernyataan ini mampu menyedot perhatian Juni.
"Jangan mengada-ada."
"Terserahlah percaya atau tidak, yang pasti saya bisa menghilangkan bau ini dalam waktu sementara. Ingat, cuma sementara. Kalau Nona mau permanen, ada lagi caranya tapi lebih sulit."
"Buktikan dulu omong kosong mu, baru aku bisa percaya."
"Wokeeh. Sebelumnya Nona harus fokus melihat gerakan saya. Kosongkan pikiran Nona."
"Sat, set, hiaaat. Ya!" orang tersebut melakukan gerakan-gerakan absurd. Juni sudah mulai ingin menyemburkan makian namun seketika sirna saat kepala pelayan berbicara sesuatu.
"Nyonya, anda sudah tidak tercium bau lagi." Sambil mengendus-endus.
"Benarkah?" Juni mulai mengendus tubuhnya. Bersamaan dengan ini, orang yang mengobati Juni bertingkah lagi.
"Hiyaaaat!" benar gak si gerakan gue ini kaya yang Rio ajarin?
Orang tersebut secara cepat menabur sedikit bubuk untuk pelemah penciuman sementara. Dia gunakan kepada hidung Juni sontak wanita itu tak lagi mencium bau dari tubuhnya.
"Bagaimana?"
Juni tersenyum lebar. Dia pun berteriak kegirangan.
"Kamu memang hebat, hahahaha. Akhirnya aku kembali cantik dan wangi."
"Tapi sayangnya, ini hanya berlaku selama lima menit. Buktikan saja." Juni terdiam dan tidak menjawab karena masih sibuk bahagia telah kembali normal.
Lima yang menit yang disebut-sebut sudah berlalu. Kepala pelayan kembali menutup hidung, juga Juni yang penciumannya sudah kembali normal kembali membaui bau busuk.
"Benar kan apa kata saya."
"Lalu cara permanennya bagaimana?"
"Cara permanennya, kutukan ini akan hilang jika Nona pergi ke suatu tempat dimana tempat tersebut bisa menyerap kutukan yang menempel pada tubuh Nona."
"Dimana tempatnya?"
"Di *****"
"Apa!" Juni terkaget-kaget.
...******...
Kencan sederhana yang berkesan telah usai.
"Aduh Yoooo, sumpah rasanya berat yang ada di kepala jadi berasa ringan. Meskipun perut aku sempat mual karena terombang-ambing perahu kora-kora, tapi rasanya aku tidak pernah se-senang ini sebelumnya."
Rio turut bahagia melihat Indy bisa tertawa lepas seperti saat ini. Bersama angin yang menerbangkan tawa tersebut, Rio melihat Indy begitu cantik. Pemuda itu terus memandangnya dengan tatapan memuja tanpa berkedip, mendengarkan ocehan Indy tentang pengalaman mereka mengarungi beberapa wahana. Salah satunya yang membuat Indy terkekeh geli ketika masuk rumah hantu. Ketika hantunya datang menakut-nakuti, refleks Indy menjambaknya sampai rambut palsunya copot. Dia membayangi Juni waktu itu.
Bunyi terompet kora-kora bak kapal laut menyadarkan Rio. Setelah kesadaran kembali, Rio mendapati Indy jalan lebih Dulu. Dia lekas menyusulnya hingga mereka kembali sejajar.
"Sekarang kita kemana?" tanya Indy, setelahnya melahap jasuke suapan terakhir.
"Pulang ya kak, sudah malam."
"Hmmm gitu ya, padahal aku masih pengen senang-senang. Tapi benar katamu, lebih baik kita pulang karena malam sudah semakin dingin."
"Kakak ada yang mau dibeli lagi gak? biar sekalian mampir." Rio memakaikan helm ke kepala Indy. Yang dipakaikan helm, detak jantungnya sudah seperti alunan musik malam.
"Tidak ada."
"Baiklah kalau begitu. Tapi aku ada yang mau dibeli. Tidak apa-apa kan kakak ikut aku sebentar?"
"Iya tidak apa-apa."
Grung... grung.. grung..
Motor melaju meninggalkan pasar malam. Selama perjalanan, Indy memeluk Rio dengan dalih pegangan. Rio juga senang Indy berpegangan sampai melingkar ke perutnya.
"Yo, besok-besok kita jalan lagi kaya gini ya. Tapi aku belum bisa tentukan kapan-kapannya karena beberapa waktu ke depan aku mungkin sibuk di kantor. Aku bahkan pulang ke rumahnya bisa larut malam."
"Oke siap."
Ciiit..
Ban motor sudah berhenti bergerak. Mereka sudah sampai di tempat tujuan Rio. Pemuda itu sudah turun dari motornya, sementara Indy masih nangkring diboncengan. Alih-alih pergi memasuki toko yang mereka datangi, Rio malah berdiri di dekat Indy sambil cengar-cengir.
"Mau apa kamu? sana, katanya mau beli sesuatu?"
"Aku mau ngomong sama kakak, soal rencana part dua yang aku bilang bakal kasih tahu kalau kita sudah balik dari tempat hiburan."
"Ah iya benar. Kamu berhutang itu padaku Rio. Coba ceritakan, aku ingin mendengarnya."
"Aku telah mengirim orang untuk menjadi penyembuh palsu pelakor itu. Aku bilang padanya agar mengatakan bahwa hal yang dideritanya adalah sebuah kutukan. Dan kutukan tersebut akan hilang selamanya kalau dia datang ke suatu tempat."
"Dimana tempatnya?"
"Di negara Z."
"Omaygat, itu kan di ujung berung Yo hahaha. Eh, tapi kenapa kamu merencanakan agar dia pergi ke tempat yang jauh itu?"
"Karena--"
Ada orang yang lewat dibelakang Rio menyelipkan sebuket bunga mawar di tangan pemuda itu yang memang sengaja telah diatur. Bunga itu telah dipesan Rio beberapa jam sebelumnya. Rio ingin memberi kejutan romantis kepada Indy.
"Nih, bunga buat kakak" ucapnya pelan malu-malu.
Tangan Rio terulur memberikan kumpulan bunga mawar cantik sambil gemeteran, canggung, tidak tahu harus berkata apa lagi, Rio lantas menggigit bibir bawahnya sambil menundukkan kepala. Ia takut caranya tidak romantis dan akan membuat Indy tak nyaman.
Sementara Indy, tingkat kegemasannya terhadap Rio naik menjadi berkali-kali lipat.
.
.
.
Bersambung.
Heh, jd keinget gaya helikopter nya Gea sm Babang Satria🤣