Di Bawah Umur Harap Minggir!
*****
Salahkah bila seorang istri memiliki gairah? Salahkah seorang istri berharap dipuaskan oleh suaminya?
Mengapa lelaki begitu egois tidak pernah memikirkan bahwa wanita juga butuh kepuasan batin?
Lina memiliki suami yang royal, puluhan juta selalu masuk ke rekening setiap bulan. Hadiah mewah dan mahal kerap didapatkan. Namun, kepuasan batin tidak pernah Lina dapatkan dari Rudi selama pernikahan.
Suaminya hanya memikirkan pekerjaan sampai membuat istrinya kesepian. Tidak pernah suaminya tahu jika istrinya terpaksa menggunakan alat mainan demi mencapai kepuasan.
Lambat laun kecurigaan muncul, Lina penasaran kenapa suaminya jarang mau berhubungan suami istri. Ditambah lagi dengan misteri pembalut yang cepat habis. Ia pernah menemukan pembalutnya ada di dalam tas Rudi.
Sebenarnya, untuk apa Rudi membawa pembalut di dalam tasnya? Apa yang salah dengan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14: Obrolan Dua Orang Kesepian
"Kamu tidak takut istrimu selingkuh?" tanya Lina.
Trian hanya senyum-senyum dengan ucapan Lina yang tampak sedang ingin membalasnya.
Lina keheranan kenapa Trian bersikap santai seperti itu. "Aku pernah melihat Dara ... Di mall ... Bersama seorang polisi. Bahkan mereka tidak malu-malu berciuman di tempat umum." akhirnya Lina mengatakan hal itu.
Trian justru tertawa mendengar perkataan Lina.
"Kok kamu malah tertawa?" tanya Lina heran.
"Lina, aku ini suaminya. Aku lebih tahu tentang Dara dari pada siapapun," jawab Trian dengan santai.
Trian merasa kelelahan berdiri. Ia lantas duduk di lantai teras Lina dengan santainya. Lina yang penasaran dengan respon Trian akhirnya ikut duduk.
"Jadi, kamu sudah tahu kalau istrimu selingkuh?" tanya Lina penasaran.
Trian sangat senang memandangi wajah antusias nan penasaran yang Lina perlihatkan.
"Tentu saja!" jawab Trian.
Lina semakin terkejut. Matanya membulat menatap Trian tak percaya. "Kamu gila, ya? Tahu istri selingkuh tapi dibiarkan!" ia meninggikan suaranya.
"Aku menikahinya memang untuk menutupi perselingkuhannya," jawab Trian santai.
Lina memegangi kepalanya. Ia hanya berniat membuat Trian khawatir dengan istrinya yang kemungkinan selingkuh. Realitanya, justru ia sendiri yang terkejut dengan kenyataan yang ada.
"Trian, kamu gila ... Bisa-bisanya kamu melakukan hal itu," ujar Lina tak percaya.
Sejauh yang ia tahu, Trian merupakan orang yang teguh pada prinsipnya.
"Apa yang tidak bisa dilakukan orang demi uang? Aku juga sama seperti itu," ucap Trian.
Lina masih tidak percaya Trian menjadi orang seperti itu. Ia kira Trian selama ini menjalani kehidupan yang baik, karir baik, istri cantik, dan keuangan yang stabil. Tidak seperti dirinya yang harus bekerja keras demi menghidupi dirinya dan keluarganya. Kehidupan Lina juga membaik sejak berpacaran dengan Rudi sampai akhirnya mereka menikah.
"Kamu tidak mungkin seperti itu, Trian. Apa kamu sedang mengarang cerita untuk membodohiku?" tanya Lina sembari tertawa kecil.
Trian memandang lekat wajah Lina. Tatapannya serius. "Aku mengatakan yang sebenarnya," ucapnya.
Lina tak bisa berkata-kata lagi. Trian memang jelas sedang berbicara serius.
"Sebelum kami menikah, Dara sudah banyak masalah. Salah satunya dia jatuh cinta kepada suami orang, seorang polisi bernama Rivaldo," ucap Trian.
"Memang pihak keluarganya tidak ada yang menasihati?" tanya Lina.
Trian tertawa kecil. "Kalau menasihati sudah pasti sampai berbusa mengingatkan Dara untuk berhenti. Tapi, karakter Dara memang keras kepala, tidak bisa dinasihati."
"Pihak lelakinya bagaimana? Kenapa sudah punya istri tapi masih gatel pacaran dengan wanita lain?" Lina merasa kesal mendengar ceritanya.
"Namanya juga cinta. Mau dihalangi bagaimanapun juga tetap saja mereka punya cara untuk bisa bersama," timpal Trian.
"Kalau memang cinta, ceraikan dulu lah istrinya." gerutu Lina.
Trian memicingkan alisnya. "Kok malah aku yang kena marah?" protesnya.
"Siapa yang marah? Aku cuma emosi saja dengan ceritamu!" kesal Lina.
Trian tertawa melihat ekspresi Lina yang lucu. "Lina, tidak semua hal sesederhana yang kita pikirkan. Mengurus perceraian untuk abdi negara itu prosesnya sulit dan rumit. Apalagi mertuanya punya posisi yang tinggi. Kabarnya seorang jendral bintang satu. Bahkan dari pihak istri sah hampir ingin membunuh Dara karena dianggap sebagai selingkuhan Rivaldo. Untuk menutupi kenyataan itu, ayah Dara memintaku untuk menikahinya. Sebagai imbalan, aku diberi jabatan yang cukup tinggi di perusahaan. Bisnis keluargaku yang hampir bangkrut juga mereka beri modal tambahan. Jadi, seperti itu ceritanya aku bisa menikah dengan Dara."
Lina mendengarkan dengan cermat setiap kata yang keluar dari mulut Trian. Ia benar-benar menjadi kasihan dengan nasib mantan pacarnya itu.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Lina.
Meskipun Trian bercerita dengan santai seolah tak ada beban, ia tahu jika lelaki itu pasti mengalami kesulitan untuk menjalani hidupnya.
"Hahaha ...." Trian tertawa mendengar pertanyaan Lina. "Bagaimana ya caraku menjawabnya?"
Trian kembali menatap Lina. "Tentu saja aku tidak baik-baik saja," ucapnya.
Untung saja komplek perumahan mereka masih sepi tak berpenghuni. Dengan leluasa mereka bisa membahas hal serius semacam itu di luar rumah. Tak ada orang lain yang mendengar kecuali mereka berdua.
"Hidupmu sangat rumit," ujar Lina.
"Tidak tumit jika tidak dipikirkan. Cukup jalani saja apa adanya," kata Trian dengan santai.
"Pantas saja kalian sudah lima tahun menikah tapi belum memiliki anak," guman Lina.
Trian tersenyum. "Dara sudah punya anak," jawabnya.
"Apa?" Lina menoleh ke arah Trian sambil membulatkan mata. Lagi-lagi ia dibuat terkejut.
"Dara sudah punya anak dengan Rivaldo. Mungkin sekarang umurnya sudah 5 tahun," kata Trian.
Dara tertegun. Cerita Trian benar-benar jauh di luar ekspektasinya. Ia penasaran mengapa Trian bisa menyembunyikan hal sebesar itu selama ini.
"Lalu, dimana anak Dara sekarang?" tanya Lina. Ia benar-benar tidak menyangka Dara sudah pernah melahirkan anak. Tubuhnya masih terlihat bagus seperti wanita yang belum pernah melahirkan.
"Diasuh oleh orang tua Dara di Kota J. Namanya Valda. Di keluarga Dara statusnya adalah adik Dara," jawab Trian.
Lina tidak menyangka jika ada keluarga yang bertindak sejauh itu demi menutupi kelakuan buruk anaknya. Bahkan sampai mengakui cucu sebagai anaknya sendiri.
Dara yang di matanya terlihat sebagai wanita anggun, cantik dan berkelas, sungguh sangat tidak disangka-sangka bisa seperti itu. Dara terlihat sangat normal ketika berbicara. Bahkan tak segan memperlihatkan kemesraannya bersama Trian.
Pantas saja Trian seperti lelaki yang tidak terurus. Bahkan untuk memasak saja Dara tidak mau. Ternyata mereka hanya tinggal bersama, bukan berumah tangga.
"Kamu nggak mau nangis?" tanya Lina kasihan dengan nasib Trian.
Trian malah terkejut ditanya seperti itu. Aneh saja rasanya. "Kenapa aku harus nangis? Bukanya kamu yang harusnya nangis? Kamu kan ketahuan sedang ...."
Belum selesai Trian berbicara, Lina sudah memukulinya dengan kesal.
"Aduh! Aduh! Sakit! Hentikan, Lina!" teriak Trian sembari berusaha menepis pukulan wanita itu.
"Kamu menyebalkan, ya! Tadi kan sudah janji tidak mau membahasnya lagi!" kesal Lina. Rasa simpatinya kepada Trian langsung berubah jadi emosi.
"Hahaha ... Maaf, maaf ... Kita kan sekarang hanya berdua. Tidak ada yang tahu juga," kilah Trian.
"Tetap saja menyebalkan!" bentak Lina.
Trian tersenyum. Ia menepuk lembut puncak kepala Lina. "Tadi kan aku sudah banyak bercerita. Sekarang, aku mau mendengarkan alasanmu kenapa suka melakukan hal seperti itu?" tanyanya.
"Aku tidak hobi melakukan hal seperti itu! Tadi pagi aku baru mencobanya sekali, ya! Jangan menuduh aku sering melakukannya!" gerutu Lina protes.
Trian tertawa keras karena menganggap respon Lina sangat lucu.
"Iya, iya. Maksudku, kenapa kamu mencoba-coba melakukan hal seperti itu?" tanya Trian.
"Iseng!" jawab Lina sekenanya.
"Iseng? Seorang Lina bisa melakukan hal seperti itu untuk iseng?" guman Trian.
"Aku sering ditinggal suami lembur, Trian. Sebagai manusia biasa, kadang ada keinginan seperti itu tapi suami tidak bisa memberi. Apa salahnya memuaskan diri sendiri?" jawab Lina dengan kesal. Ia sangat malu hal itu terus-menerus dibahas.
"Sudah, sudah ... Sku minta maaf. Jangan dibahas lagi," kata Trian. Ia merasa sudah kelewatan mengajak Lina bercanda.