aku sangat terkejut saat terbangun dari tidurku, semuanya tampak asing. Ruangan yang besar, kasur yang sangat luas serta perabotan yang mewah terlihat tampak nyata.
aku mengira semua ini adalah mimpi yang selalu aku bayangkan sehingga aku pun tertawa dengan khayalanku yang semakin gila sampai bermimpi sangat indah.
namun setelah beberapa saat aku merasa aneh karena semua itu benar-benar tampak nyata.
aku pun bergegas bangun dari kasur yang luas itu.
"kyaa!!" teriakku sangat kencang saat aku menatap cermin yang besar di kamar itu.
wajah yang tampak asing namun bukan diriku tapi aku sadar bahwa itu adalah aku.
semuanya sangat membingungkan.
aku pun mencubit pipiku dan terasa sakit sehingga aku tahu itu bukanlah mimpi.
"wajah siapa ini? bukankah ini sangat cantik seperti putri kerajaan" gumamku merasa kagum.
apakah semua ini benar nyata atau memang hanya sebuah mimpi indah?
🌸🌸🌸
nantikan kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leticia Arawinda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Ivander mendekat dan semakin dekat. Aku sudah tidak bisa mundur lagi karena dia sangat dekat tanpa jarak sama sekali. Dia mencium bibirku dan aku pun tidak bisa menolaknya dengan menutup mataku dan merasakan sentuhan bibirnya yang menggebu.
Ivander semakin menempelkan tubuhnya, tangannya berada di belakang kepalaku dan menariknya agar semakin dalam mencium ku. “Mmph..” aku tidak pernah merasakan hal yang semakin aneh dan tergelitik.
Sesuatu yang sangat menggebu hingga membuat tubuhku memanas. Aku tidak bisa melepaskannya begitu saja saat ia terus melakukannya. “Haa..” Ivander melepaskan sejenak ciumannya. Dia menatapku kemudian senyumnya melebar. “Cup” Dia mencium pipiku dengan gemasnya dan menyentuhnya dengan sedikit meremasnya.
“Sayang, aku sangat senang” ucapnya masih dalam posisi yang dekat. “Ke, kenapa?” tanyaku merasa gugup.
Ivander merubah posisinya dan beralih duduk di sampingku. Dia menyentuh tanganku dan tak lepas memandangku. “Saat kamu bilang bahwa kamu mencintaiku dan hanya aku yang ada dalam pikiranmu. Sayang, tidak ada hal yang lebih membahagiakan selain mendengar hal itu” Katanya dengan penuh kasih sayang.
Aku sudah tidak bisa berdalih dan mengelak semua yang keluar dari mulutku sehingga aku mengiyakan semua yang ia dengar. Aku mengangguk dan tersipu melihatnya. “Iya suamiku, maaf aku terlalu lama membuatmu menunggu. Aku baru menyadari apa yang kurasakan sekarang” ucapku mengakuinya.
“Tidak perlu meminta maaf sayang. Aku sangat senang akhirnya kamu percaya denganku dan memberikan hatimu lagi untukku. Aku janji akan selalu menjagamu dan melakukan yang terbaik untukmu” Ivander mencium punggung tanganku.
“Eung” aku mengangguk dan tersenyum. Ivander selalu membuatku berdebar dan sulit untuk mengabaikannya. “Sayang, mari kita pulang sekarang” katanya dengan ekspresi hangat. Ivander berdiri dari sofa dan mengulurkan tangannya dan terlihat senyum yang tak lepas dari bibirnya.
“Baiklah” aku pun meraih tangannya. Kemudian dia menarik ku ke dalam pelukannya. “Istriku, sebenarnya aku ingin sekali menggendong mu dan cepat membawamu pulang tapi aku masih ingat bahwa sekarang kita bukan sedang berada di rumah” bisiknya dengan suara yang rendah. Nafasnya terasa hangat saat berhembus di telingaku dan membuatku tergelitik seolah dengan sengaja melakukannya seperti meniup telingaku.
“Ugh..” Aku tersentak dan kakiku terasa lemas. Hingga terhuyung dan hampir jatuh.
Grep!..
Ivander meraihku dengan tangan yang melingkar di punggungku. Dia menatapku dengan tatapan penuh hasrat. “Istriku bersabarlah. Aku akan membuatmu merasa lebih baik saat sudah di rumah” ucapnya sambil tersenyum.
“Apa yang dia maksud? Haa.. aku tidak tahu lagi harus berbuat apa” dalam benakku.
Aku tidak menjawabnya dan hanya tersenyum canggung lalu keluar bersamanya dari ruangan itu. Rose dan kesatria yang menemaniku sudah menunggu kami di depan kereta kuda. Mereka senang melihatku baik-baik saja dan bersama dengan Ivander.
Aku naik kereta kuda yang di gunakan oleh Ivander dan hanya berdua di sana sedangkan Rose berada di kereta kuda di belakangku.
Aku merasa aneh karena saat bersama dengan Rose dalam keadaan mendesak, aku tidak merasa mual di dalam kereta kuda namun sekarang aku kembali merasa mual justru di saat berada dalam satu kereta dengan Ivander. Aku menutup mulutku dan dia khawatir melihatku. Ivander mendekat. “Sayang, kamu masih merasa mual naik ini?” katanya dengan raut wajah yang khawatir.
Aku mengangguk dan tidak menjawabnya. “Bersandar lah di bahuku” ucapnya sambil menyentuh kepalaku dan mendekatkan ke bahunya dengan perlahan.
Saat berada di sandarannya, rasa mual dan pusing itu berangsur hilang, Ivander seperti obat bagiku yang mampu membuatku merasa lebih baik hanya dengan berdekatan dengannya.
Terkadang aku berfikir, sampai kapan aku akan terus merasakan mual ini jika kendaraan satu-satunya di tempat ini hanya kereta kuda. Aku harus sering bepergian menaiki ini agar semakin terbiasa.
Ivander menyentuh wajahku dan mengelusnya dengan ibu jarinya. Dia sangat senang memberikan perhatian dan kasih sayang kepadaku dengan caranya. Aku sangat senang menjadi istri dari orang hebat ini. Aku menjadi semakin serakah dan ingin memilikinya.
“Apakah boleh?” dalam benakku.
Aku menjadi semakin lebih baik dan mual itu sudah benar-benar hilang karena aku tertidur bersandar padanya.
Sampai akhirnya kami pun sudah berada di depan mansion kami. Ivander tidak membangunkan ku dan justru dia menggendongku masuk ke dalam mansion.
Langit yang masih cerah serta banyaknya orang yang masih melakukan pekerjaan di mansion menjadikan pemandangan kami ini terlihat sangat hangat dan romantis.
Mereka bahkan tersenyum senang melihat keharmonisan hubungan kami. Sinar matahari yang terik membuat mataku silau dan terbangun dari tidurku. “Lho?” aku terkejut karena Ivander menggendongku. Aku melingkarkan tanganku ke lehernya saking terkejutnya dan saat aku melihat ke belakang terlihat Rose dan kesatria yang ikut bersama kami tersenyum berjalan mengikuti kami di belakang.
Mereka sangat antusias namun bersikap tetap profesional dan hanya melihatnya seolah tidak terjadi apa-apa.
Raut wajah bingung terlihat dari wajahku. “Suamiku” panggilku merasa malu. “Iya sayang kenapa?” tanyanya dengan lembut. “Kenapa kamu tidak membangunkan ku dan menggendongku?” ucapku merasa tidak enak.
Ivander tersenyum dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Dia terus membawaku semakin ke dalam hingga sudah berada di lorong lantai 2 untuk menuju ke kamar. “Suamiku, kamu sengaja mengabaikan ku? Hm?” kataku kembali.
“Tidak istriku, aku senang melakukan hal ini” ucapnya dengan senyum kembali. Aku bahkan sampai tidak ingat bahwa Ivander masih dalam keadaan terluka. “Hah? Tunggu! Suamiku! Kamu kan sedang terluka! Mana boleh menggendongku seperti ini. Bagaimana kalau lukanya terbuka? Turunkan aku!” pintaku tersadar dengan hal itu.
Namun Ivander tidak menghiraukannya dan hanya tersenyum padaku. Dia menurunkan pandangannya ke arahku. “Sayang, aku baik-baik saja. Sebentar lagi kita sampai di kamar” ucapnya sambil menganggap enteng semuanya. Ivander mengangkat tubuhku dengan sangat mudah dan terlihat ringan baginya.
Pria ini sungguh hebat dengan segala yang ada pada dirinya. Bukan hanya tampan dan kaya namun dia juga memiliki tenaga yang kuat. Dia benar-benar pria idaman semua wanita.
Kami pun sudah masuk ke dalam kamarku. Ivander menurunkan ku dengan perlahan.
Sret!..
“Sayang, kamu mau tidur lagi atau mau makan? Katakan padaku apapun yang kamu butuhkan” tanyanya sambil mengelus wajahku dan duduk di sampingku.
“Eum.. aku mau makan suamiku tapi sebelum itu aku ingin melihat lukamu” kataku sangat khawatir. Banyak sekali pergerakan tangan Ivander yang mengeluarkan banyak tenaga sehingga aku tidak bisa membayangkan bahwa lukanya baik-baik saja.
“Baiklah, berhubung istriku sangat khawatir” Ivander membuka satu persatu pakaiannya dan kini sudah terlihat dengan jelas. Aku mendekat untuk melihat lukanya dengan perlahan namun aku tidak melihat ada darah di perbannya sehingga aku merasa tenang berarti lukanya tidak terbuka.