Ini merupakan cerita kelanjutan, pelengkap ending untuk cerita Pelahap Tangisan dan baca cerita pertamanya sebelum cerita ini.
Di sebuah kota terdapat seorang gadis, dia dikaruniai keluarga beserta kekasih dan hidup selayaknya gadis remaja. Hidupnya berubah drastis dikarenakan kekasihnya meninggal sewaktu tengah bekerja, disebabkan itu Widia sangatlah terpukul akan apa yang terjadi dan tidak sanggup menerimanya. Dalam keadaan kehilangan arah, tiba-tiba saja boneka yang diberikan kekasihnya hidup dan memberitahu jikalau jiwa kekasihnya masih bisa tinggal di dunia.
Dengan harapan itu, Widia memulai perjalanan untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Akankah Widia mampu mengembalikan nyawa kekasihnya? Yuk! Ikuti petualangan Widia untuk merebut kembali sang pujaan hatinya. Tetap ikuti dan dukung cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fadly Abdul f, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21
Bab 21 Petals of Greedy
Adiira tidak mampu menulis, berusaha menggambarkan sesuatu yang tidak diketahui dengan imajinasinya, tapi tidak berhasil. Dengan demikian laki-laki ini menoleh dan tersenyum hampa kepada semua orang di sekitarnya, memberitahu suatu yang menyerang pikirannya barusan.
"Hah?!" Widia mendepak meja.
Diani mengerjapkan mata tidak mengerti, memiringkan kepala seraya bertanya, "bukannya kamu masih hidup?"
Selain Maira dan Aria tak ada yang berkomentar kembali tentang itu. Akal sehatnya sudah kembali, fungsinya tentu tuk berpikir mempertimbangkan atau memutuskan sesuatu. Keinginan atau hasrat, sudah jelas perihal yang diinginkan atau apa yang dikehendaki. Sekarang Adiira kehilangan sesuatu yaitu pelengkap untuk jiwa yang utuh.
Kemampuan dari manusia bisa membayangkan sesuatu gambaran dalam ingatan. Mereka akhirnya datang ke dunia Diani, tanpa kehadiran Maira dalam tubuhnya, Adiira kini berusaha mati-matian kekuatannya meskipun tidak berhasil, kehilangan imajinasinya sebagai manusia.
"Emang kalo kamu gak berkhayal segawat itu, 'kah?" Kata Widia bertanya dengan tatapan hampa dan ringan.
Sementara Diani mendongak atas, menemukan kawanan orca berenang bebas dan berkata, "apakah mereka kamu ciptakan lewat angan-angan gitu?"
Adiira menganggukkan kepala. Dengan begitu Widia juga sadar, tanpa khayalan dia takkan bisa bertarung karena kesusahan menggambarkan apa yang diinginkannya, meskipun sekarang dia mampu melakukannya itu karena Maira ada pada tubuhnya. Dengan kata lain jiwa Adiira ini belum lengkap, hal ini segera membuat Widia mengesah.
Setelah itu Widia meminta kekasihnya melepaskan Maira dan ingin melihat perubahan perilakunya tanpa jiwa lengkap. Tidak usah mengamat dengan lama, dia selama seminggu menemukan jikalau Adiira seringkali linglung tanpa sadar dan kesulitan berbicara ia seperti kesusahan untuk berinteraksi bahkan bekerja saja Adiira tidak beres.
"Kelihatan begitu, 'kah?"
"Betul. Kamu kayak orang serba bingung, lho."
Widia menghela napas berat sembari menoleh ke Diana bertanya, "mau gak mau nemenin, Nii?"
Kedua gadis itu memasuki ruang kerja Widia menjumpai tumpukan kertas dan Maira sedang menjahit sesuatu. Diani melihat-lihat dengan antusias seperti anak kecil yang serba ingin tahu, dia bertanya-tanya apa yang mau mereka lakukan di ruang kerja ini dalam rasa penasaran.
Widia menunjukkan bekas meneliti saat kekasih mereka koma dan sekarang mereka perlu menemukan angan-angan kekasihnya. Mendengar itu Diani langsung kehilangan arah pikiran, ia tidak paham bagaimana cara mereka menemukan lokasi sesuatu yang tidak memiliki bentuk fisik dan Diani bahkan tak tahu, itu ada atau tiada.
"Jangan menggunakan logika, kalau kamu mau ngurusin Adii, kali gak pantes punya anak sama dia kalo---"
"Kamu nantangin aku yang dah kenal Adiira ratusan tahun dan tumbuh bersama?" Tanya Diani, menunjukkan senyuman menantang. "Padahal cuman bocah belum 25 tahun, doang, udah belagu!" Tambah Diani.
Widia yang terpicu percikan api menjawab, "asal kau tahu Adiira suka sama gadis polos, bukan nenek-nenek!"
Mata Diani berkedut-kedut begitu lawan bicaranya mulai menjawab. Pada akhirnya kedua orang malah semakin saling membakar, hingga Aria memasuki ruangan, menemukan kalau kedua gadis ini mengatakan hal-hal yang tidak senonoh demi menunjukan siapa yang paling dekat dengan Adiira. Sebagai orang dewasa Aria heran.
Usai dilerai oleh Aria mereka ditunjukan situasi dari Adiira yang masih linglung. "Kalian bukannya nyari solusi, malah ngerebutin siapa yang paling deket? Bayangin... misalnya Adii begitu seumur hidupnya, kalian mau ini?!" Tanya Aria.
Kedua gadis ini serentak menggelengkan kepala mereka membantah kata-kata Aria. Tidak lama keduanya saling memandang, sebelum menghela napas dan duduk berdua di sofa, membuka laptop mencaritahu segala hal lewat semua hal berkas yang ada dari divisi anti-penyihir.
"Emang darimana informasi ini berasal?"
"Orang-orang yang ngepublish artikel mereka, tapi di ban sama divisi anti-penyihir atau sengaja tidak ditempatkan paling atas agar tidak diketahui orang banyak," jawabnya.
Berjam-jam terlewati dengan hasil yang tidak terlalu bisa memuaskan mereka, karena kelelahan Widia beranjak dari kursi dan membuka jendela menemukan bunga punya Adiira. Tiba-tiba saja Diani bersin, saat menghirup aroma pedagang keliling dari luar rumah, dengan begitu Widia menutup kembali jendela menoleh putri dunia lain.
"Kamu masih belum biasa sama lingkungan sini?" Tanya Widia menatap Diani yang menggosok-gosok hidung.
"Umm.. begitulah," jawab Diani.
Setelah dia menginjakkan kaki di bumi, Diani sama sekali enggan keluar rumah meski halaman depan sekalipun. Dengan helaan napas, Widia mengajak gadis ini terbiasa dan keluar rumah.
Widia dengan sedikit manyun berkata, "kamu ini bakalan terus duduk diem di rumah gitu?"
"Biarin aku biasa dulu," ucap Diani.
Usai berkata-kata akhirnya Diani mengikuti langkah Widia dari belakang dengan memelas. Pintu baru terbuka saja, gadis ini segera menggigil kedinginan menempatkan dirinya ada di kutub. Diani membuka mata perlahan-lahan memperoleh taman yang dirawat Adiira, dia terkagum sebelum terperanjat kaget serta seketika menoleh Widia.
Belum sempat bertanya, Diani menarik Widia memasuki halaman gadis ini seperti menemukan berlian sewaktu melihat bunga yang ditanam Adiira. Jelas Widia tahu kalau bunga jenis ini tidak ada di internet, bahkan dirinya tidak tahu kekasihnya mendapatkan bunga ini dari mana.
Diani menyentuh kelopak bunga, dia ragu-ragu dan sekali kelihatan ketakutan seperti menyentuh bom nuklir. Widia tidak paham. Tidak lama dia tersenyum masam, mengatakan, "kayaknya aku bisa jawab pertanyaan kakek Adiira, deh. Yang soal.. penghentian waktu gak kerja lagi."
"Jangan-jangan ada hubungannya sama tuh bunga?" Ujar Widia menunjuk kumpulan bunga di halaman, keheranan.
***
Dengan begitu kakek Adiira diundang ke kediaman Widia untuk berdiskusi, cucu yang mendapati kakek menemui kekasihnya merasa curiga lalu ikut memasuki ruang kerja Aria. Ketika dia duduk semua orang memandangnya. Tak lama Maira datang, membawa seutas tali dan mengikat tuannya sendiri sembari terus meminta maaf dan ampun.
"Nah Adiira udah dateng," kata Widia tersenyum tipis. Dua gadis itu tersenyum tipis sementara orang-orang di ruangan selain Maira menatap Adiira. Adiira yang masih linglung, tidak memahami kondisi dan cuma mematung.
Diani meletakkan bunga dalam pot yang disebut mereka bunga keserakahan, karena penciptanya penyihir keserakahan. Puluhan tahun lalu dunia ini masih didalam lingkup pengamatan dewa, mereka memberikan Destyn kepada beberapa manusia dengan tujuan mengubah takdir mereka, memberikan pelajaran dan semacamnya.
Semua berjalan sempurna, orang-orang seperti Ardi bisa mengubah takdirnya dengan bantuan Destyn dan Destyn bisa membebaskan jiwanya sendiri. Karena Destyn memiliki kekuatan sihir itu, manusia yang tak bisa tidak mengubah takdirnya sendiri diberikan bantuan kekuatan oleh dewa. Tapi supaya manusia lain yang takdirnya normal tak ikut campur, mereka menghentikan waktu ketika para pemilik Destyn berseteru satu sama lainnya.
"Tapi untuk kasus Ardi, kakek Adiira tidak berjalan mulus dan urusan Destyn diketahui istrinya yang bukan siapa-siapa..." ucap Diani.
Ardi menghela napas dan melanjutkan, "sehingga... orang lain kayak Adiira bisa memiliki Destyn, asalkan keturunan pemilik Destyn terdahulu. Jadi, zaman Destyn jadi senjata dimulai setelah generasi kami berakhir, 'kah?"