Savana Mahesa (20tahun) mencintai Adrian Santoso (27tahun).
mereka dijodohkan oleh kedua orang tuanya,
tak ada yang bisa menolak kesepakatan itu selain dari pada kedua belah pihak.
Adrian membenci Savana yang selalu mengejarnya, karna prinsipnya adalah sejatinya wanita adalah dikejar bukan mengejar.
Savana menghalalkan segala cara agar bersama dengannya, membujuk kedua orang tua Adrian agar dijodohkan.
orang tua Adrian yang begitu menyayangi Savana akhirnya setuju dengan sarannya.
tapi setelah hari kematiannya, jiwanya tersangkut dan tidak sampai pada alam baka,
memohon pada Tuhan agar diberi kesempatan ke dua untuk menjalani kehidupan yang baik, dan berjanji tidak akan mengusik Adrian lagi, dan pergi sejauh mungkin dari kehidupan Adrian, itu adal tekadnya.
tapi bagaimana jadinya jika Adrian malah tidak ingin melepaskannya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon anariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Adrian sudah gila
Pikiran Savana kacau, meskipun begitu dia tetap menyembunyikan dan bersikap tenang walau hati sebenarnya sedang gelisah.
Adrian melepaskan tangannya ketika memasuki ruang tamu, pagi ini dia menunda pertemuannya yang tidak begitu penting sebenarnya, tapi Savana melewatkan kelasnya pagi ini berpikir, (pasti Rena sedang mencarinya sekarang.
Adrian melangkah kesofa dan duduk disana menatap Savana yang terlihat sedang memikirkan sesuatu, "apa yang kamu pikirkan disitu? kemari dan duduk di sampingku ada yang ingin kutanyakan padamu" ucap Adrian menepuk sofa disisinya.
bukannya duduk didekatnya Savana malah duduk disofa depannya, "cepat katakan aku ada kelas pagi ini"
Adrian tersenyum sinis menatap kearahnya, "kamu pikir aku tidak tahu? kamu masuk jam 9 pagi hari ini"
"dimana kamu menginap semalam?" selidik Adrian. dia kesal memikirkan Savana tidak tidur dirumah, bukankah memang Savana sering keluar dan menginap dirumah temannya? masalahnya adalah saat itu dia tidak peduli lalu sekarang entahlah dia juga kesal entah apa alasannya,
"aku menginap dirumah rina, kenapa kamu bertanya dan ingin tahu semua yang aku lakukan? seperti bukan dirimu saja" cibir savana.
"lalu aku Seperti apa?" Adrian bertanya seakan ingin tahu, apa saja yang diketahui wanita didepannya ini tentang dirinya.
"kamu tidak akan peduli hal semacam ini, ada apa sebenarnya denganmu? kamu membuatku bingung" Savana mengalihkan tatapannya sembarang arah dia menghindari tatapan intens Adrian. "tahukah kamu? sikapmu ini akan menyakiti perasaan kekasihmu, jangan pedulikan aku"
Adrian terdiam memikirkan kalimat Savana, benar, ada apa sebenarnya dengan dirinya dia bertindak tanpa alasan, kenapa juga dia merasa sangat cemburu memikirkan Savana memiliki pacar,
apakah mungkin aku jatuh cinta dengannya?
jika aku mencintainya apakah aku mencintai dua orang sekaligus? ini tidak benar.
Adrian membatin dan mengelak perasaan itu,
Pikiran Adrian semakin berantakan dia melangkahkan kakinya kearah Savana kemudian berbaring disofa dengan posisi kepala dipangkuan savana,
Tubuh Savana kaku dia tidak menyangka Adrian akan berbaring dipangkuannya, pandangan keduanya bertabrakan, hingga Savana lebih dulu mengalihkan tatapannya dia bingung harus berkata apa, lidahnya kelu.
Adrian memejamkan mata merasa nyaman dengan posisi seperti ini, dia menuntun Savana agar tangannya mengelus kepalanya.
Kerutan di alis dan bibir Savana terlihat tipis,
kenapa dia aneh begini sih?
batinnya
"ana" Adrian memanggil nama belakangnya dengan lembut dan ini adalah pertama kalinya, "apakah kamu mencintainya?" dia bertanya tentang kekasih Savana, "jika iya katakan padaku seperti apa perasaanmu saat ini"
Savana mulai berpikir seperti apa kalimat yang tepat untuk pertanyaan Adrian ini.
"yah aku merasa nyaman dekat dengannya" entahlah Savana tidak yakin dengan jawabannya tapi dia mengatakan kenyataannya, dia nyaman didekat Dean, pria itu baik.
Savana jadi kesal mengenai pembahasan Adrian yang tidak berdasar ini, "kenapa kamu menanyakan ini?"
"tidak" jawabnya cepat, Adrian juga bingung kenapa membahas ini.
ruang tamu itu terasa hening pikiran keduanya melayang layang entah apa yang dia pikirkan, Savana merasa risih sejak tadi, rasanya aneh saja berada satu ruangan dengan Adrian.
"apakah kamu sudah selesai? aku akan ke kampus!" Savana akan memindahkan kepalanya ke bantalan sofa tapi Adrian menolaknya, "sedikit lagi biarkan seperti ini sebentar" Adrian mengusap jari jari tangan Savana mengecupnya perlahan hingga Savana mengejutkannya karena menarik kasar tangannya, Adrian juga tersadar dengan kelakuannya barusan, percayalah dia melakukannya tanpa sengaja, tubuhnya membeku.
"Adrian apakah kamu mengira aku Serly? seperti kamu membutuhkannya, aku akan memangilnya untukmu" Savana berdiri setelah Adrian bangun dari berbaringnya.
"Savana ayo kita berbaikan! aku tidak ingin kamu menghindari ku lagi" suara Adrian terdengar serius
Savana menghentikan langkah kakinya, berbalik dia terkejut dengan kalimat Adrian barusan.
"Adrian, aku tidak lagi bisa seperti dulu, aku punya kekasih sekarang, dan hubungan kita kamu lebih dari sekedar tahu, ada baiknya jika tidak saling menganggu urus kehidupan masing masing Ok!"
Adrian terlihat enggan, dia menatap lurus kearah Savana.
"kenapa?"
kerutan alis Savana semakin dalam berpikir, percuma berbicara dengannya Dia tidak akan mengerti.
"sudah kukatakan kamu juga tahu alasannya, apakah kamu tidak mengerti bahasa manusia?"
Adrian melangkah kearahnya tepat didepan Savana menatap dalam netranya, seringainya terlihat jelas.
"bagaimana jika aku tidak ingin hubungan ini berakhir? aku tetap akan menikah denganmu meski kamu menolak sekalipun!"
Savana menggertakan gigi menatap dirinya dengan perasaan jijik, "kamu adalah pria yang tidak tahu malu yang pernah aku kenal"
Ponsel disaku Savana bergetar dia berpikir, (mungkin itu adalah Rena yang menghubunginya) Savana melihat nama yang tertera dilayar dan senyum terbit di bibirnya, melirik kearah Adrian berbalik dan menjawab panggilan itu.
"Savana, dimana? kata Rina kamu tidak masuk kelas, sayang apakah terjadi sesuatu jangan membuatku khawatir" cemas Dean.
Savana tersentak, bukan karena pertanyaan Dean, tapi karena sepasang tangan melingkar diperutnya dan wajah Adrian menempel di ceruk lehernya, Adrian sedang menguping pembicaraan Savana dan Dean, tapi posisinya membuat Savana tertekan, nafas Adrian menyapu kulit dan terasa panas dileher Savana, (mengapa harus sedekat ini) batin Savana.
"sayang kamu masih disana?" suara Dean kembali terdengar.
Tubuh Savana terasa kaku, dia menjawab dengan sedikit terbata, "a-aku dirumah teman, aku akan datang sebentar lagi, maaf membuatmu cemas, aku juga tidak mengabari Rina karena terburu buru"
Adrian merasakan panas didadanya rasanya akan sesak, Savana lembut pada pria itu tapi dengannya dia akan berbicara dengan enggan, itupun ada unsur paksaan darinya, jika tidak, dia hanya akan dapat punggung dingin Savana.
Yang didapatkan Dean itu pada Savana, dari perhatian, kelembutan, tawanya, semua itu dulunya adalah miliknya dia tidak rela sama sekali orang lain memilikinya.
Miris!! dia sudah merasa posesif sekarang.
Tangan kiri Adrian meremas bahu Savana dan tangan kanannya dengan lancang masuk kedalam menyibak baju sedikit lalu mengelus perut ratanya yang lembut itu.
tubuh Savana bergetar serta merinding setiap kali tangan kanan Adrian bergerak diperutnya, dia mencubit tangan nakal itu hingga menciptakan suara ringisan, terkejut. Savana menutup mulut Adrian dengan telapak tangan, mencegahnya untuk mengeluarkan suara.
"Dean aku tutup dulu yah" Tanpa menunggu jawaban Dean, Savana mengakhiri panggilan tersebut.
Savana sangat marah sekarang dia melepaskan tangan Adrian diperutnya tapi tidak bisa, Seperti gurita melengket disana, sekarang tangan kiri Adrian memeluk pinggangnya dan tangan kanannya masih setia mengusap perutnya. dia seperti kecanduan dengan kelembutannya.
kemudian kalimat selanjutnya seperti melemparkan bom kearah Savana,
"Savana" suara Adrian terdengar lembut, "bagaimana jika aku memberinya sedikit sentuhan hingga perut rata ini mengembang, pasti sangat menyenangkan ketika mengusapnya begini pasti ada sensasi semacam.."
"diam..!!" bentak Savana geram dia menggertakan gigi mengangkat kaki lalu menginjak sepatu Adrian, tidak lagi meringis tapi Adrian mengernyitkan kening melepas pelukannya.
Savana akhirnya membebaskan diri dia bernafas lega kemudian menatap tajam kearah Adrian. "apakah kamu sudah gila? berpikir seperti itu denganku! apakah kamu sangat ingin? mengapa tidak mencari kekasihmu sana! dasar sinting"
Dia terlihat Seperti psikopat saja, apakah ini sisi lain darinya?
Batin Savana.
fokus Adrian kearah bibirnya yang menarik adrenalin pria itu terlihat bergerak gerak lucu tapi kemudian mencibir lalu berkata, "sayang sekali bibir secantik itu digunakan untuk mengumpat memaki, kenapa tidak digunakan seperti mendesah misalnya pasti akan sangat menyenangkan"
Savana menggeleng tak percaya, sejak kapan Adrian suka berkata mesum begini seperti bukan dirinya saja Savana malas meladeninya dia sudah muak, dia berbalik melangkah kearah pintu tangannya terulur dan membeku diudara setelah pernyataan Adrian,
"berani kamu keluar dari sini tanpa izin dariku! aku tidak keberatan mengabulkan keinginan ku tadi, Savana aku ingin sekali menghamili mu kamu tahu? ayo keluar sana! dengan begitu aku akan kembali menyeret mu keranjang ku dan mempercepat prosesnya bagaimana?"
Savana mengepalkan tangan hingga kuku kuku ditangannya membekas, dia menggeretakan gigi berbalik melangkah mengambil bantal sofa dan melemparnya ke wajah Adrian, Adrian menangkap bantal itu lalu terkekeh, "bermain kasar ana! tapi aku suka loh!"
Savana duduk disofa dengan gusar mengusap wajahnya dengan kedua tangan, dia merasa frustasi sekarang,
"sebenarnya apa yang kamu inginkan?" suara Savana tenang namun terdengar lelah.
Adrian melangkah kearahnya tapi suara Savana menghentikan langkanya, "berdiri saja disana! mengapa harus dekat denganku"
Adrian tidak menghiraukan ucapannya, malah duduk semakin dekat dan duduk berdesakan dengannya.
masalah gampang di bkb ribet.