Aluna mencintai Erik pada pandangan pertama. Pada pria yang berprofesi sebagai asisten pribadi kakak iparnya tanpa peduli pria itu sudah memiliki seorang tunangan. Terlebih tunangan Erik adalah wanita yang telah menjadi orang ketiga dalam hubungannya dengan mantan tunangannya dulu yang bernama, Nick.
Rasa cinta dan dendam yang dirasakan Aluna, membuat wanita itu bertekad untuk merebut Erik.
Dengan kecerdikan dan sifat manipulatifnya ia berhasil merebut Erik, dan menjadikan pria itu sebagai suami sekaligus asisten pribadinya.
Bagaimana kisah rumah tangga Aluna dan Erik? Apakah akan berlangsung selamanya ataukah kandas?
Erik yang masih mencintai tunangannya, akankah bertekuk lutut pada Aluna? Atau sebaliknya, Aluna akan lelah berjuang dan melepaskan Erik?
Follow
Ig mom_tree_17
Tik Tok Mommytree17
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy tree, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Pertemuan 1
Aluna menatap Erik dari dalam mobil hingga sosok pria itu tak terlihat seiring mobil yang ditumpanginya melaju semakin jauh. Ia pun menghela napas dengan panjang, saat teringat ucapan Erik ketika berada di dalam lift tadi.
...Aku sudah memiliki tunangan....
Ah..
Aluna berteriak dengan kesal sampai membuat supir yang mengendarai mobilnya berhenti mendadak.
"Nona, Anda baik-baik saja?" Supir tersebut menatap nona Aluna yang duduk di kursi belakang.
"Aku tidak baik-baik saja, hatiku sakit hatiku patah," jawab Aluna dengan mimik wajah sendu.
"Apa? Hati Nona sakit, patah? Apa kita harus ke rumah sakit?" tanya supir tersebut dengan panik.
"Ck, untuk apa ke rumah sakit? Langsung saja ke kuburan, aku ingin mengubur hati ini."
Sang supir yang merasa bingung dengan jawaban nona Aluna, hanya diam sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kenapa diam saja? Cepat jalan!"
"Ke kuburan?" tanya supir tersebut.
"Oh my God, tentu saja kembali ke hotel." Aluna yang sedih mendadak kesal, sampai rasanya ingin menggetok kepala sang supir yang usianya lebih muda darinya.
Kalau saja tidak mengingat supir pribadinya itu adalah anak dari pelayan setianya, sudah lama ia pecat pria itu karena selalu membuatnya kesal.
"Ba-baik Nona." Supir tersebut kembali melajukan kendaraannya.
Sementara Aluna terdiam sembari melamun, mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Erik di salah satu Cafe yang ada di Jakarta.
Flashback on.
Ketiga wanita cantik dan tentunya dari kalangan elit terlihat dari pakaian yang dikenakannya, tengah duduk menunggu pesanan mereka yang belum datang, sambil membuat sebuah tantangan untuk menghibur teman baik mereka yang tengah patah hati.
"Bagaimana, berani tidak?" tantang Jenny pada Aluna yang baru saja putus dari calon suaminya.
Aluna hanya diam saja tidak terlalu menanggapi tantangan Jeny, karena ia tahu tidak ada untungnya menanggapi tantangan tersebut.
"Kenapa? Kau pasti tidak mau karena belum move dari Nick," goda Ester yang sengaja ikut memanasi Aluna. "Ayolah Aluna, kalian sudah lama putus. Masih banyak pria yang lebih baik dari Nick."
Aluna yang awalnya tak peduli, mendadak panas hati saat mendengar nama Nick disebut, bahkan dua kali. Nama bajingan yang sudah selingkuh di belakangnya hingga membuat rencana pernikahan mereka yang sudah tersusun rapih gagal total. Padahal Aluna sudah berharap tahun ini akan melepas masa lajangnya menyusul kedua temannya Jenny dan Ester.
"Ck aku ini sudah move on. Sekarang katakan pria mana yang harus aku cium?" Akhirnya Aluna menerima tantangan tersebut.
Ester dan Jenny pun tersenyum penuh kemenangan, karena hasutan mereka berhasil membuat Aluna mengikuti permainan mereka.
"Lihatlah!" Jenny menunjuk pintu masuk. "Pria berikutnya yang membuka pintu, siapa pun itu baik tua, mau pun muda harus kau cium! Ingat cium di bibir!"
"Apa di bibir?" pekik Aluna dengan terkejut. Tantangan macam apa itu, jangankan mencium bibir pria asing, dengan Nick saja Aluna tidak pernah melakukannya.
"Kenapa? Kau tidak berani melakukannya?"
"Siapa bilang aku tidak berani," ucap Aluna sembari beranjak dari tempat duduknya dengan harap-harap cemas.
Karena sejujurnya ia takut jika pria yang membuka pintu ternyata pria matang seusia Daddy nya, atau bahkan yang lebih parah lagi seusia kakeknya. Mau mundur tapi tidak mungkin karena tidak ingin di cap sebagai pecundang, kalau pun maju rasanya seperti tercekik sampai tak bisa bernapas.