Sebuah cerita perjuangan hidup seorang ayah yang tinggal berdua dengan putrinya. Meski datang berbagai cobaan, selalu kekurangan, dan keadaan ekonomi yang jauh dari kata cukup, tapi keduanya saling menguatkan.
Mereka berusaha bangkit dari keadaan yang tidak baik-baik saja. Ejekan dan gunjingan kerap kali mereka dapatkan.
Apakah mereka bisa bertahan dengan semua ujian? Atau menyerah adalah kata terakhir yang akan diucapkan?
Temukan jawabannya di sini.
❤️ POKOKNYA JANGAN PLAGIAT GAESS, DOSA! MEMBAJAK KARYA ORANG LAIN ITU KRIMINAL LHO! SESUATU YANG DICIPTAKAN SENDIRI DAN DISUKAI ORANG MESKI BEBERAPA BIJI KEDELAI YANG MEMFAVORITKAN, ITU JAUH LEBIH BAIK DARI PADA KARYA JUTAAN FOLLOWER TAPI HASIL JIPLAKAN!❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Takut Padanya
Seberat apapun masalahmu jangan ditimbang, enggak bakal laku. _Caca Marica.
***
Ayu pulang sekolah. Dia meletakkan tas barunya di bangku panjang. Rasanya lelah sekali, dia mengambil air di kendi (Wadah air dari tanah liat) dituangkan air itu ke dalam gelas.
Ayu menuju dapur. Di bukanya tudung saji yang ada di meja. Sepiring singkong rebus ada di sana. Ayu mengambil sepotong singkong itu lalu memakannya. Seperti itulah kebiasaan Ayu setelah pulang sekolah, sendirian di rumah. Dia tak pernah keluyuran main ke tempat tetangga. Jika kemarin-kemarin dia masih berjualan es, Ayu akan langsung ke rumah bu Juju setelah pulang sekolah. Tapi, sekarang dia hanya menyibukkan diri dengan mengerjakan PR lalu bermain sendiri di teras rumah.
Dinda berlari kecil menghampiri Ayu yang selesai menjemur kaos olahraga yang akan di pakai Sabtu nanti. Senyum mengembang dari wajah Dinda. Di tangannya, Dinda membawa sebuah kotak kecil yang langsung di serahkan pada Ayu.
"Ayuuuu.. Ini buat kamu." Dinda tersenyum senang.
"Din.. Kamu jangan ke sini. Nanti mamah mu marah." Ayu ikut tersenyum menyambut Dinda di teras rumahnya.
"Tenang aja. Mamah lagi tidur Yu. Kalau marah-marah kan emang kebiasaan mamah tiap hari hahaha. Ini diambil dulu. Kamu main apa ini Yu?"
"Main masak-masakan. Eh, makasih ya Din. Bagus banget ini jepit rambutnya." Ayu tak bisa menutupi kegembiraan yang langsung tersalur lewat senyum manis menghiasi wajahnya.
Dinda berjongkok, bermaksud ingin ikut main bersama Ayu. Keduanya bermain dengan riang diselingi tawa dari masing-masing bocah lucu itu.
"Dindaaaaaaa... Dindaaaa!!!! Dinda Altafunisa, heii pulang!!" Suara keras dari rumah Dinda membuat kedua bocah itu kaget mendengarnya. Saat Dinda akan beranjak dari tempatnya tak sengaja dia jatuh karena tersandung batu kecil ya ada di sana.
Melihat hal itu, Vera buru-buru berjalan cepat menghampiri Dinda dengan muka memerah.
"Heeeeii kamu apain anakku sampai jatuh hah? Kamu apain? Nakal kamu ya! Udah ku tahan-tahan enggak ngatain kamu tapi kamu cari masalah terus sama aku!!" Sebuah cubitan keras bersarang pada lengan kecil Ayu.
Sangat sakit lengan itu seperti terbakar dengan rasa perih, nyeri dan panas secara bersamaan. Ayu menangis. Dinda ikut menangis melihat mamahnya sudah sebarbar itu pada temannya.
"Mah lepasin mah.. Ayu kesakitan mah! Mah.. Ayu kasihan mah!" Dinda memohon.
"Awas kamu ya. Berani nyelakain anakku lagi, aku pites beneran kamu!!" Sebelum meninggalkan Ayu yang masih menangis karena rasa sakit di lengannya akibat cubitan yang dia berikan. Vera juga mendorong kepala Ayu sampai jatuh terjerembab. Ayu melihat nanar ke arah Dinda dan Vera yang semakin menjauh meninggalkan rumahnya.
Ayu masuk ke dalam rumah. Meneruskan tangisnya di sana. Dadanya sakit sekali diperlakukan seperti itu oleh ibunya Dinda. Ayu tak pernah mengganggu Dinda atau ibunya tapi, dia dibenci sampai titik seorang anak seusia Ayu merasakan sakit hati. Saking lelahnya raga kecil itu tertidur dengan isakan masih tersisa di sana.
"Ibuk.. Apa salah Ayu buk, bu Vera benci banget sama Ayu.. Bu... Jangan pergi buk, Ayu takut.. Ayu takut sama bu Vera.."
Ayu mengigau. Teguh yang pulang bekerja melihat anaknya tertidur di bangku panjang tanpa selimut dan hanya berbantalkan tangan langsung mendekati anaknya.
Teguh melihat bekas air mata di pipi Ayu. Ada yang tidak beres, pikir Teguh. Apalagi mendengar Ayu mengigau seperti tadi. Dengan pelan Teguh mengambil bantal dan menaruhnya di belakang kepala Ayu. Teguh belum tahu jika lengan kecil putrinya habis dicubit Vera.
"Pak.. Bapak udah pulang.." Suara Ayu serak.
"Kamu kenapa Yu?" Teguh langsung bertanya pada anaknya yang malah terbangun saat dia menaruh bantal tadi. Ayu menggeleng pelan.
"Hmm.. Ini dimakan dulu ya. Pasti kamu lapar seharian cuma makan singkong rebus." Teguh membuka bungkusan nasi goreng telur ceplok dan diletakkan di hadapan Ayu.
Ayu kembali menjatuhkan air matanya.
"Yu... Lihat bapak. Ada apa?" Teguh terlihat serius. Bukan menjawab, Ayu malah terus menangis. Anak itu pasti sakit hati. Teguh membiarkan Ayu menangis dengan mengusap punggung anaknya itu beberapa kali. Rasa lapar karena seharian belum makan lenyap hilang seketika melihat anaknya sesedih itu.
"Bapak suapi ya.." Setelah mengambil air, dan Ayu berhenti menangis.. Teguh mulai menyuapi anaknya. Ayu menurut. Dia memang lapar, menangis membuatnya semakin lapar saja.
"Yu.. Kalau ada apa-apa cerita nduk. Bapak enggak pernah ngajarin kamu jadi anak yang tertutup. Tapi, jika jujur sama bapak buat kamu makin sedih ya udah.. Bapak enggak akan maksa kamu cerita." Ucap Teguh setelah Ayu selesai makan.
"Pak.. Ayu mau tanya.. Kenapa bu Vera benci sama Ayu? Benci sama kita? Padahal kata bu guru, kita tidak boleh membenci orang lain. Kita harus rukun. Allah tidak suka permusuhan." Ayu berkata dengan mata berair.
"Kamu diapain bu Vera nduk?" Tanya Teguh dengan suara berat. Ayu diam. Bukan itu yang ingin Ayu dengar, Ayu hanya ingin tahu kenapa bu Vera sebenci itu kepada dirinya.
"Kamu masih kecil untuk tahu alasan bu Vera membenci bapak Yu." Teguh tahu Ayu kecewa, tapi tidak mungkin Teguh bercerita tentang masa lalunya dan alasan Vera membencinya kepada Ayu yang masih sekecil itu.
Teguh menjemur pakaian, menyapu halaman setelahnya. Selalu seperti itu tiap pagi. Ayu berjalan pelan, duduk di bangku kecil menunggu bapaknya menyelesaikan ritual hariannya.
"Udah semua? Kayaknya mau hujan, mendung banget hari ini. Kamu bawa payung ya Yu." Kata Teguh mengambil payung dan menyerahkan pada Ayu.
"Iya pak. Pak.. Nanti bapak pulang jam berapa? Ayu mau ke rumah mbah uti aja ya pak." Ucapan Ayu membuat Teguh mengerutkan keningnya.
"Kenapa ke rumah mbah uti? Bapak pulang jan lima Yu. Hmm.. Ya udah nanti bapak jemput kamu di rumah mbah uti sehabis pulang kerja ya. Kamu jangan main jauh-jauh. Jangan bikin mbah uti pusing di sana ya." Ayu mengangguk paham, mendengar bapaknya menyetujui usulannya untuk berkunjung ke rumah neneknya.
Yang sebenarnya adalah, Ayu trauma bertemu Vera. Bayangan muka bu Vera yang merah padam dengan mata melotot membuat Ayu bergidik ngeri. Belum lagi rasa sakit yang makin menjadi di lengannya membuat dia makin enggan bertemu bu Vera.
Vera melihat bapak dan anak itu berangkat menuju SD tempat Ayu serta anaknya bersekolah dengan pandangan sinis. Teguh cuek saja, sedangkan Ayu langsung memalingkan muka ketakutan.
'Ibuk.. Ayu takut buk..' Lirih Ayu di boncengan sepeda bapaknya.
"Mbak Vera itu apa enggak kasihan sama Ayu, bocah sekecil itu diamuk kemarin sore." Ucap ibu-ibu di pangkalan tukang sayur.
"Iya, orang sakit hati sama bapaknya kok yang kena serang anaknya." Yang lain menimpali.
"Aku denger mbak tadi sore Ayu nangis kenceng. Tapi enggak berani ke sana, takut dikira ikut campur." Terus berlanjut.
"Udah Teguh kerja pontang-panting, pulang pas mau maghrib, anak dihajar orang dia enggak tahu. Gitu lah mbak kalau anak udah ditinggal ibu duluan. Disia-siain orang, jualan es juga pernah, kesihan aku sama Ayu. Beban hidup Ayu itu lebih berat dibandingkan anak-anak seusianya." Sok perhatian padahal diam saja saat ada yang zholim di depan matanya.
"Eleh... Buibuu ini, enggak usah nimbang beban idup orang lain. Dijual juga enggak bakal laku. Mending bayar aja bon buibu semua biar saya bisa terus jualan besok." Ujar kang sayur yang langsung disoraki buibu langganannya.
mgkn noveltoon bs memperbaiki ini..