Maritsa tidak pernah menyangka jika nasibnya akan berubah menjadi janda..
Setelah kehilangan suaminya, Maritsa menemui beberapa rintangan dalam kehidupannya.
Bagaimana jika keluarga dari pihak mantan suami yang terus mengusik kehidupannya?
bahkan dia di tuduh merebut calon suami dari kakak iparnnya.
Mampukah Maritsa melewati semua itu?
Siapakah yang akan tetap bertahan disampingnya?
Yuk ikuti kisah Janda kuat yg satu ini..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zi_hafs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Salah Maritsa?
Hari ini adalah hari ke 6 Maritsa menyiapkan bekal makan siang untuk bosnya. Dia memilih makanan rumahan yang sehat dan simple. sebelumnya memang Rendra memesan agar dibuatkan menu yang tak aneh-aneh.
"Alhamdulillah, selesai juga. Huuft lumayan juga buat nambah-nambah pemasukan hehehe."
Dia berjalan ke teras rumah menemui Bu Lek yang saat itu menjemur Zyan di matahari pagi.
"Bu Lek, nanti kalau Pak Barri ngambil bekal, tolong kasihkan aja ya. Ini aku taruh di meja teras. Aku mau cuci piring dulu."
"Oh ya Nduk, nanti Bu Lek Pinjam mobil kamu ya. Bu Lek mau ke bank sebentar."
"Iya Bu Lek, monggo.." Maritsa segera menuju dapur.
*Tin Tin..
Mobil mewah warna hitam itu berhenti di depan rumah maritsa.
"Selamat pagi Bu, Saya diutus Pak Rendra untuk mengambil bekal seperti biasa." Pak Barri setengah menunduk sopan.
"Oh iya sebentar saya ambilkan." Bu Lek segera mengambil kotak makan di atas meja teras.
"Maaf ya pak, Maritsa lagi cuci piring di belakang. Jadi bekalnya dititipkan ke saya."
"Iya tidak apa apa Bu, terimakasih banyak. Saya pamit dulu."
"Sama-Sama Pak, hati-hati di jalan."
Barri pun masuk ke mobil dan segera melaju menuju kantor.
.
.
*Tok tok tok..
"Selamat pagi Tuan, saya mau mengantar Bekal makan siang tuan."
"Iya Masuk saja."
Rendra menerima kotak bekal itu. Dia yang setiap hari penasaran akan menu nya, dia langsung membuka tutup kotak itu.
"Hmmm harum sekali. Ayam kecap, tumis brokoli. Dan ada beberapa butir anggur." gumam Rendra.
"Saya pamit dulu Tuan. Jika ada perlu, nanti tuan bisa langsung menghubungi saya."
"Iya Pak Barri, silahkan."
Barri pun keluar ruangan dengan sopan.
Rendra sesekali menghirup aroma masakan itu sambil tersenyum lebar. Tiba tiba perutnya terasa lapar.
"Padahal aku tadi sudah sarapan roti, tapi begitu mencium aroma ayam kecap ini aku jadi lapar. Tapi kalau aku makan sekarang, nanti siang aku makan apa? Ah sudahlah, mending aku cicip aja sedikit."
Setelah berdoa, dia menyuap ayam itu, berasa ribuan kupu kupu terbang di perutnya. Disuapinya lagi mulutnya. Terasa candu. untuk yang ketiga kali, dia mulai terlena.
"Ah gila, apa Maritsa menambahkan pelet atau guna-guna dalam makanan ini?"
Dia masa bodo. Disuapinya lagi mulut itu sampai beberapa kali hingga nasinya habis, yang tersisa hanya buah anggur saja.
"Alhamdulillah. Semoga gak ngantuk gara-gara kekenyangan." Rendra menutup kembali kotak bekal itu dan menyesap kopi yang sudah disediakan di atas meja oleh Ajeng, asistennya.
Ketika mau duduk, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu lagi.
"Permisi Pak Rendra, Saya akan membacakan Jadwal bapak pada hari ini.
*Pukul 10.00 ada jadwal factory tour ke PT. Zxx untuk membahas investasi mesin.
*Setelah itu pukul 12.00, Bapak diundang pimpinan PT. Zxx untuk makan siang di restoran privat yang berlokasi di jalan Ahmad Yani
*Pukul 15.00 Bapak ada meeting dengan Vendor benang lokal dengan Manager Technical. Jika ada jadwal yang tidak sesuai, bapak bisa merubahnya, nanti saya akan mengatur ulang jadwal bapak." penjelasan ajeng yang runtut membuat rendra berfikir dan mengelus dagu nya.
"Sepertinya sudah tepat Jeng. Tidak perlu dirubah lagi. Oh ya tolong siapkan apa saja yang saya butuhkan untuk dibawa ke PT. Zxx. Terimakasih."
"Baik pak." Ajeng undur diri dengan sedikit membungkukkan badannya.
***
Di rumah Maritsa..
"Nduk, Bu Lek berangkat ke Bank dulu ya, keburu siang antrinya pasti lama."
"Iya bu Lek, hati-hati di jalan."
Maritsa menuju ke kamar untuk menyu*ui Zyan hingga terdengar dengkuran halus bayi itu.
Hampir saja dia ikut terlelap bersama Zyan, tapi tiba-tiba bel rumah nya berbunyi.
*Ting tung..Ting tung..
Maritsa bangun dan meletakkan guling dan bantal di samping Zyan. Setelah merapikan kerudungnya, dia berjalan sedikit berlari menuju pintu depan.
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam ma, kak Zetta, silahkan masuk."
Maritsa mencium punggung Rianti namun sepertinya Rianti tidak minat.
"Saya kesini hanya sebentar. Jadi tidak usah repot repot membuatkan minum." Ucap Rianti Dingin.
Tidak seperti biasanya dia seperti itu. Tatapannya penuh kebencian. Zetta pun sama. Seakan bola mata mereka sanggup menguliti tubuh Maritsa.
"Maaf ma, apa Maritsa melakukan kesalahan?."
"Kamu seharusnya bisa meraba diri kamu sendiri. Oh ya, saya kesini hanya untuk mengambil harta anak saya Zafran."
"Harta? Maksud mama apa? Maritsa nggak ngerti."
"Kamu jangan sok polos deh. Kita kesini itu mau menyelamatkan harta Zafran dari wanita culas sepertimu." Zetta melotot tajam seperti bola matanya mau keluar.
"Maaf ma, kak Zetta, aku beneran gak ngerti maksud kalian." Maritsa yang mulai ketakutan, matanya berkaca-kaca.
"Cepat serahkan Sertifikat rumah, mobil dan juga tabungan Zafran."
"sertifikat rumah? Tapi ini atas nama Maritsa ma. Tidak mungkin Maritsa menyerahkan begitu saja."
"Tapi kan rumah ini dibagun dengan uang Zafran?"
"Maaf, mama salah besar. Gaji Zafran hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dan sisanya ditabung. Sedangkan rumah ini adalah hasil dari jerih payah Maritsa sendiri."
"Hem, kamu pikir kita ini bodoh apa. Gak mungkin rumah sebesar ini pake uang kamu saja."
"Aku gak bohong ma, selain gaji dan tabunganku, aku mendapat uang dari hasil menjual tanah milik mendiang orang tua ku."
"Oke kalau kamu gak mau ngasih sertifikat rumah ini, tapi kamu harus menyerahkan mobil mu yang dibelikan Zafran. Serahkan juga Tabungan dan deposito Zafran sekarang juga."
"Tapi ma, untuk apa? aku juga butuh biaya banyak untuk menghidupi Zyan sampai dia sekolah nanti."
"Heh Jal*ng. Tutup mulutmu! kamu kira kita gak tau, kamu mau pakai uang Zafran untuk bersenang senang dengan laki-laki lain kan? Hahahah dasar gak tau malu." Hardik Zetta.
Tangan Maritsa mulai gemetar. Air matanya lolos begitu saja.
"Astaghfirullah Kak, jangan men-fitnahku seperti itu. Aku tidak seperti yang kalian fikirkan."
"Halaah, dasar kamu janda gatel. Pura-pura aja terus. Enak kamu ya, sudah berhasil menggaet Rayyan, sekarang malah menggoda Restu. Emang kalau Jal*ng itu gak akan pernah puas dengan satu lelaki. Atau jangan jangan, Zyan bukan anaknya Zafran?" Zetta senyum miring meremehkan Maritsa.
"Astaghfirullah Kak, Aku berani bersumpah. Demi Allah Zyan itu anak Zafran, dan aku memang tidak ada hubungan apapun dengan Rayyan maupun calon suami kak Zetta."
"Bul*sh*t !!. Jangan bawa-bawa nama tuhan untuk ngeles. Asal kamu tau, gara gara kamu, aku dan Restu gagal nikah. Dia memutuskan ku demi wanita si*lan kayak kamu."
"Astaghfirullah kak. Aku benar-benar tidak tau apapun masalah kalian. Jadi jangan tuduh aku seperti itu."
"Sudah-sudah kalian jangan berdebat lagi. kuping mama mau pecah tau gak. Heh Maritsa, cepat ambil tabungan dan berkas2 milik Zafran. Sekarang juga."
Maritsa yang hatinya rapuh, dia segera masuk ke kamar dan mengambil berkas berkas yang dibutuhkan.
Sepertinya Zyan merasakan apa yang dirasa Maritsa. Dia tiba-tiba menangis kencang. Maritsa yang kaget itu pun langsung menggendong Zyan dan menenangkannya meskipun hati nya saat ini sedang tidak baik baik saja.
"Duh , bayi itu pake acara nangis segala. Sampai kapan kita disini ma? Rasanya aku sudah alergi di tempat ini."
"Sabar sayang, sebentar lagi kita akan menyelamatkan harta adik kamu dari wanita itu."
Tak lama kemudian ada suara klakson, dan mobil itu diparkir di sebelah mobil Zetta.
"Assalamualaikum."
.
.
Siapakah yang datang?
Mampir di karyaku jg ya