'Kepergian' istri tercinta membuatnya begitu patah hati. Sang Mama yang termakan hasutan membuatnya menjadi seorang duda untuk kedua kalinya. Bertahun-tahun lamanya seorang Prabayudha terpuruk dalam ribuan rasa bersalah dan duka lara yang membekas dalam dada. Hingga kemudian garis tangan Tuhan mempertemukan dirinya dengan gadis nan ayu.
Kisah masa lalunya membuatnya tidak seperti dulu lagi pada sosok wanita. Sikapnya begitu dingin dan tidak peduli dengan wanita manapun. Namun gadis yang di temuinya kali ini begitu berbeda.
Apakah sang Kapten mampu melupakan masa lalunya demi sosok yang baru?
Konflik tajam dan berliku. Tidak tahan konflik harap dengan hormat untuk SKIP.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Bujukan kecil.
Bang Probo terus mengusap puncak kepala Gita. Ia menunduk merasakan lelah. Lelahnya tubuh, lelah pikiran, lelah perasaan. Sesekali tangis Gita terdengar dan semakin membuatnya gundah. Tangan kirinya mengurut pelipisnya yang sudah membuatnya pening.
"Kita pisah saja Bang..!!" Entah sudah berapa kali Gita mengatakan hal itu.
"Apakah berpisah akan menyelesaikan masalah? Lebih baik kamu diam..!!" Pinta Bang Probo pelan dan tenang namun tata bahasa tersebut masih membuat Gita merasa kecil hati.
"Jika diamnya Gita bisa menyelesaikan masalah, maka Gita akan diam. Tapi dengan Gita diam. Orland akan menangis mencari Papanya, Mbak Kila terluka. Apa masih pantas Gita diam??? Abang pun tidak bilang kalau Abang sudah tau tentang kehamilan Gita. Kapan Abang melakukannya?? Kenapa Abang bohong?? Gita kecewa sama Abang. Teganya Abang mengambil kesempatan." Kata Gita.
"Abang harus bagaimana saat istri tidak mau hamil karena banyaknya poin yang tidak masuk akal?? Abang melakukannya di puncak, saat kamu terserang hipotermia. Daripada kamu menyebutkan mengambil kesempatan, Abang lebih terima menyebutnya mengambil hak."
"Abang mengambil kesempatan, Abang tidak ijin........"
"Kalau Abang bertele-tele hanya untuk meminta ijinmu, kamu bisa mati membeku. Abang tidak punya pilihan lain. Hanya meng****hi kamu satu-satunya cara menyelamatkanmu. Tidak ada selimut tebal, tidak ada kasur busa karena kami yang pergi kesemuanya laki-laki, sampai api unggun yang berkobar masih belum bisa membuatmu hangat. Kamu lihat posisi Abang..!! Abang suamimu, dalam gerak cepat hanya itu yang terpikir. Sekarang kalau kamu ingin menyalahkan, salahkan Abang. Maki Abang sepuasmu. Tapi jangan harap kamu bisa ucap kata pisah lagi..!!" Bentak Bang Probo yang sebenarnya sudah sangat emosional tapi kemudian ia membuang nafasnya perlahan dan berusaha menahan diri.
Gita tidak sanggup berpikir jernih, semua terasa berantakan. Air mata yang menganak sungai sudah menunjukkan bagaimana kepedihan yang ia rasakan. Bang Probo pun memahami perasaan Gita yang serba salah.
"Abang tau rasa kecewa dan cemburu mu. Tapi semua sudah berakhir. Apa kamu tidak dengar, Abang hanya menghormati Akila sebagai ibunya Orland, rasa yang tersisa hanya rasa salut sebagai adik dan kakak.. tidak lebih."
"Siapa yang tau dalamnya isi hati manusia, bisa saja lain di mulut.. lain di hati." Omel Gita.
"Dan itulah wanita. Sebanyak apapun laki-laki menjabarkan, selalu ada alasan satu.. dua.. tiga. Juga pasti ada pertanyaan satu.. dua dan tiga." Jawab Bang Probo. "Pikiran Abang sudah tidak menjangkau cinta yang dangkal ataupun hasrat yang menggebu. Saat ini fokus Abang hanya istri yang utama, anak, pekerjaan dan juga ibadah. Suamimu ini sudah cukup tua untuk permainan receh soal ujian dunia. Bagaimana Bu Danki.. apakah alasan saya bisa di terima?" Tanya Bang Probo.
"Bagaimana kalau Abang jatuh cinta lagi sama Mbak Kila?"
Bang Probo terkikik geli. Memang menghadapi gadis kecilnya bukan perkara mudah.
"Memangnya Abang berang-berang, bisa suka perempuan di sana sini??" Kata Bang Probo tak habis pikir dengan tuduhan Gita.
"Tapi Abang punya tiga istri." Jawab Bang Probo masih cemberut mendengarnya.
"Kenapa? Keren ya??" Tanya Bang Probo setengah meledek.
Gita memasang wajah garangnya kemudian mengalihkan pandangan dari Bang Probo.
"Kalau hidup ini bisa memilih satu istri saja, lantas kenapa harus tiga?? Abang punya tiga istri juga bukan untuk bergaya ataupun menunjukan bahwa Abang punya kuasa. Percayalah, meskipun ketiganya pernah menjadi bagian dari hidup Abang, tapi ada satu yang Abang akui begitu istimewa.........."
"Kalau begitu kenapa harus menikahi Gita????" Sambar Gita kemudian kembali menangis.
"Allah Ya Karim.. Abang belum selesai bicara, kenapa selalu di potong di tengah jalan????" Nada suara Bang Probo sampai meninggi tapi sungguh di dalam hatinya tak ada sedikitpun rasa marah menghadapi Gita.
.
.
.
.
