(Warning !! Mohon jangan baca loncat-loncat soalnya berpengaruh sama retensi)
Livia Dwicakra menelan pil pahit dalam kehidupannya. Anak yang di kandungnya tidak di akui oleh suaminya dengan mudahnya suaminya menceraikannya dan menikah dengan kekasihnya.
"Ini anak mu Kennet."
"Wanita murahan beraninya kau berbohong pada ku." Kennte mencengkram kedua pipi Livia dengan kasar. Kennet melemparkan sebuah kertas yang menyatakan Kennet pria mandul. "Aku akan menceraikan mu dan menikahi Kalisa."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 20 Kau sudah menikah? urus istri mu
Anita menoleh ke arah Erland. Mereka mendengarkan ucapan Caesar yang tentu saja pasti membuat Kennet kecewa. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak bisa mengatakan siapa Kennet entah mereka akan senang jika mengetahuinya atau justru sebaliknya.
Kennet berdiri, ia melirik ke atas agar air matanya tak mengalir. "Baiklah Om pergi. Jika ada sesuatu katakan pada Om atau pada Tante Anita."
Caesar memutar tubuhnya. Ia penasaran pria tiba-tiba akrap padanya. "Kenapa Om baik pada kami? Apa Om memiliki tujuan tertentu?" tanya Caesar.
Caesar menoleh ke arah cermin. Dia melihat wajah Kennet dari samping. Temannya pernah mengatakan bahwa dia mirip ayahnya karena dia anaknya. Akan tetapi, apa yang terjadi padanya saat ini. Ia merasa sedih karena pria itu tidak mengakuinya. "Siapa Om sebenarnya? Apa maksud Om berpura-pura baik?" tanya Caesar.
Kennet berbalik, dia menatap Caesar. "Om hanya ..." Kennet mengikuti arah pandangan Caesar. Dia bisa melihat Caesar versi kecilnya itu. Hanya tubuh mereka saja yang beda.
"Sayang ..." Dia berharap Caesar mau menerimanya. Ia yakin anak itu menyadarinya. "Apa kamu sudah menyadarinya?"
"Jangan pernah mengatakan bahwa kau ayah ku." Nada suara Caesar begitu tegas dan dingin. "Sekarang pergilah dan jangan mengganggu kehidupan kami."
Kennet merasakan ada hantaman yang menusuk di dadanya. Jantungnya terasa berhenti berdetak, rasanya suhu tubuhnya terasa panas. Dia menatap putranya itu. "Cae." lirihnya.
"Sudah aku bilang pergi sana. Jangan pernah datang kesini lagi."
Anita dan Erland mwrasa kasihan pada Kennet. Namun mereka tidak bisa berbuat banyak. Kennet di usir oleh anaknya sendiri, sungguh pemandangan yang langka.
Tidak ingin melihat Kennet di sakiti dan juga Caesar yang merasa tertekan. Erland menghampiri Kennet. "Kennet tinggalkan dia. Biar Anita yang mengurusnya."
Kennet mengikuti ucapan Erland. Dia akan memberikan waktu pada Caesar.
"Tunggu! Om pasti sudah menikah. Jadi urusi saja rumah tangga Om dan jangan kesini lagi."
Kennet menganga sambil menghembuskan nafas panas di dalam dadanya lewat mulutnya. Dia melangkah lebar meninggalkan Caesar dan Anita.
Anita menghampiri Caesar. Dia berjongkok dan memeluk anak yang lima tahun itu. Anak itu tidak menangis saat di hadapkan dengan ayahnya. "Caesar menangislah Sayang." Ia ingin Caesar bernafas lega. Mengeluarkan semua sakit di hatinya itu.
Anita mengusap punggung Caesar dan berharap Caesar menangis. Dia melerai pelukannya dan menatap wajah Caesar yang masih biasa.
"Apa Tante sudah mengetahuinya?"
Anita mengangguk, dia merasa tidak perlu berbohong. "Iya Sayang. Maafkan Tante, ibu mu juga sudah tau. Tante tidak menyangkan bahwa Livia yang Tante kenal ternyata adalah mantan istri sahabat Tante. Bahkan Tante mengetahuinya baru-baru ini. Caesar, maafkan Tante."
Caesar mengangguk, tapi ia tidak ingin mengecewakan ibunya. "Jangan katakan apa pun pada Mama. Jangan katakan kalau Om jahat itu dayang kesini agar Mama tidak khawatir."
"Baiklah, sebaiknya kau tidur. Biar Tante dan om Erland di sini."
Caesar mengangguk, dia menaiki ranjangnya dan tidur dengan Khanza. Anita menarik selimutnya sampai menutupi tubuh Caesar di dadanya.
"Tante keluar dulu."
Caesar mengangguk, Anita mematikan lampu utama. Caesar masih terjaga, dia tidak bisa memejamkan kedua matanya. Ia bisa mengetahunya ia curiga pada wajah mereka. Di pertemuan pertama dia terkejut dengan wajah Kennet yang mirip dengannya. Tetapi untunglah adik-adiknya tidak menyadarinya. Dia kira Kennet pria yang baik dan memang ayahnya. Ia diam tanpa mengatakan apa pun pada ibunya hingga ia mendengarkan obrolam ibunya. Ia curiga bahwa pria itu memang adalah ayahnya dan ternyata dugaannya benar.
Ia berharap tidak ada lagi waktu untuk mereka bertemu. Ia tidak ingin bertemu dengannya lagi.
...
Erland dan Kennet duduk di kursi belakang. Erland tak langsung berbicara karena ia tidak ingin menambah beban pada perasaan Kennet.
Begitupun Bernad, dia duduk dan terdiam. Sepertinya pria itu juga menyadari kesedihan bosnya.
Kennet merasakan tubuhnya semakin panas, semakin rasanya sakit. Putranya menolaknya dan itu wajar karena ia sudah menorehkan luka, yang ia takutkan adalah anak-anaknya selamanya tidak akan menerimanya.
"Kennet sebaiknya kau memeriksa kesehatan mu lagi. Kau harus memastikan semuanya." Erland bersuara, ia tidak suka keheningan ini. Hawa dingin, tapi anehnya terasa panas. "Kau harus menyelidikinya dengan jelas."
"Iya." Singkat dan padat.
Erland melirik Kennet. Sepertinya suasana hatinya masih tidak enak. "Kennet, aku tau tidak mudah. Tapi aku menyarankan teruslah berusaha meminta maaf pada mereka. Setelah ini, bagaimana dengan pernikahan mu. Kau tidak mungkin menceraikan Kalisa hanya kahadiran mereka. Kau tidak mungkin mencampakan wanita yang kedua kalinya."
Kennet tidak berpikir tentang pernikahannya. Dalam benaknya sekarang, ia hanya ingin memperbaiki semuanya. "Apa yang harus aku lakukan agar mereka tidak membenci ku Erland? Aku sangat takut Erland? Mereka tidak menerima ku."
"Kennet boleh aku mengatakan sesuatu." Sebelum ia memarahi Kennet ia ingin memastikan bahwa tangan pria itu tidak akan meninju wajahnya.
"Katakan."
"Kau pria bodoh Kennet!"
Bernad membulatkan matanya. Dia menoleh ke belakang. Bagaimana bisa memaki Kennet yang notabenya pria itu tak ingin di rendahkan.
"Kau bodoh, bagaimana bisa kau tidak menyadari mereka? Maksud ku dari hati nurani mu Kennet."
"Ya, aku memang bodoh. Aku tidak menyadari mereka." Kennet mengalah.
"Kennet seharusnya dari awal nurani mu sudah tersentuh. Sudah aku katakan jangan terlalu membenci anak-anak dan ini balasannya. Kau membenci anak mu sendiri. Aku tidak akan mengatakan mereka anak mu karena kamu belum memiliki bukti test DNA." Dia melirik Bernad yang diam saja. "Dan kau Bernad, bawahan macam apa yang tidak menyadarinya juga? Sebenarnya otak mu di mana?"
Bernad menunduk, ia mengakui bersalah.
"Sebaiknya untuk sementara waktu jauhi mereka. Kau dan anak-anak mu juga perlu suasana tenang. Kau harus menenangkan dirimu. Pikirkan semuanya pelan-pelan dulu. Untuk Kalisa jangan mengatakan apa pun padanya. Sembunyikan semuanya sebelum kau menenangkan anak-anak mu. Kennet, aku tidak tau pastinya. Tetapi aku berharap kau bisa melakukan yang terbaik untuk mereka. Aku pergi." Erland keluar dari mobil Kennet. Dia berharap Kennet bisa tegas dalam hidupnya.
Anita menunggu di teras depan. Dia menanyakannya pada Erland bagaimana oborlan mereka. "Bagaimana dengan Kenent?"
"Kacau, seumur hidup aku dua kali melihatnya kacau. Saat berpisah dengan Livia dan saat kebenaran anaknya. Dia terlihat lebih terpukul sebelumnya."
"Lalu bagaimana dengan selanjutnya? Dia tidak mungkin meninggalkan Kalisa. Coba kau pikirkan, apa hanya karena anak-anak dia akan meninggalkan Kalisa. Aku sebagai wanita juga akan merasakan sakit Erland. Karena mantan istri mengandung anaknya lalu dia menceraikan istrinya saat ini? Tidak mungkin Erland."