Rena Agnesia merasa sial saat tertimpa musibah, namun takdir itu mengantarkannya bertemu Jojo Ariando, pangeran tampan yang membuat hatinya meleleh.
Rena menjalin cinta jarak jauh dengan Jojo, seorang pria tampan nan dingin yang dikelilingi banyak wanita karena talentanya dalam pengobatan herbal.
Akankah mereka bersatu setelah konflik yang terus menghalangi cinta mereka? Mampukah Jojo memantapkan pilihan hati ke sosok Rena Agnesia di saat seorang rival berat hadir membayangi?
Saksikan romansa mereka hingga puncak manis yang didamba setiap insan di dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Separuh
Melihat kecepatan dan kerapian cara kerja Jojo, Rena semakin penasaran.
"Kamu, sudah biasa masak dear?", heran Rena melihat kecakapan Jojo mempersiapkan semua alat dan bahan.
"Hm", singkat Jojo, fokus membersihkan semua bahan agar cepat dan siap diproses.
"Dipanjangin dikit kenapa sih dear?", kesal Rena. Ngga di ponsel, ngga ketemu langsung, selalu dingin.
"Apanya?", sahut Jojo tanpa menoleh, masih fokus memotong rempah.
"Iih, ngeselin!", Rena hanya bisa menghentakkan kaki dan kembali fokus meracik bumbu.
Meski terlihat sangat tidak peka dan kurang peduli, Jojo masih membenarkan cara Rena menempatkan panci, menata bahan dan bumbu agar mudah dieksekusi sesuai urutan, hingga plating saat penyajian.
"Apa kamu sekolah khusus memasak dear?", heran Rena yang tak tahu apakah tunangannya ini ikut kelas profesional atau memang jenius yang belajar autodidak.
"Belajar sendiri", singkat Jojo denga ekspresi datar.
"Iih!", kesal Rena sembari mencubit pinggang Jojo. Nampak tunangannya sedikit meringis menahan sakit tapi tidak membalas.
Kehadiran Jojo membuat suasana di dapur menjadi nyaman. Waktu 90 menit bahkan terasa begitu cepat berlalu. Rena nampak kembali gugup dan meminta penilaian Jojo terlebih dahulu.
"Dear, tolong cicipi dulu. Aku nervous nih", ujar Rena.
Jojo hanya mengambil satu sendok dan mencicipi rasanya.
"Bagaimana?", Rena tak berharap banyak. Setidaknya masakan itu tidak dilempar ke tempat sampah meski dirasa kurang sesuai dengan selera.
"Lumayan lah", jawab Jojo ambigu.
"Kok lumayan? Kurang apa atau kelebihan apa gitu loh dear", protes Rena.
"Kurang enak", singkat Jojo. Sontak Rena mencubit pinggang pria yang dia rasa asal buka mulut saja.
"Kurang garam, kurang gula, kurang penyedap, atau kurang apa? Kok malah kurang enak!", gadis itu tidak suka dengan jawaban Jojo yang sekedar mengkritik.
"Entah lah. Aku pun tak tahu. Sudah lah, waktunya juga sudah habis. Gih, bawa ke ayah dan ibu", ujar Jojo serba salah. Rena tak bisa menjawab dan hanya menghela nafas panjang, pasrah.
Tak lama, Rena membawa nampan dengan semangkuk sup iga sapi dan dua mangkuk kecil untuk menguji rasa masakannya. Nampak jelas dari mata gadis itu, begitu gugup saat berhadapan dengan pak Raka dan bu Hana.
Tanpa basa basi, pak Raka mengambil semangkuk kecil sup dan mulai membaui. Nampak dahinya mengernyit, namun tetap mencicip rasa masakan Rena.
"Gimana ini bu?", alih-alih menilai, pak Raka malah meminta pendapat bu Hana terlebih dahulu. Perempuan itu juga mengambil semangkuk kecil dan mulai mencicipi.
"Lumayan Yah, namanya juga masih belajar Yah", jawab bu Hana dengan senyum menawan. Nampaknya, Jojo mewarisi senyuman bu Hana, dipadukan sikap dinginnya pak Raka.
"Nilai kamu 5 dari 10. Minggu depan, masak dua masakan sekaligus, bersama dengan coto makassar. Setidaknya sup iga kamu harus bernilai 7 dari 10", ucap pak Raka terasa begitu dingin dan kejam di hati Rena. Nampak mata gadis itu berkaca-kaca, menunduk sembari meremas tangannya sendiri.
"Yah", ucap bu Hana pelan, karena menyadari ekspresi Rena. Beliau menggenggam tangan pak Raka agar tidak berkomentar lagi. Jojo yang sedari tadi memperhatikan sikap Rena, berinisiatif menghiburnya.
"Ayo, kuantar pulang", ujar Jojo. Ia ingin menenangkan perasaan Rena, namun pria itu tak tahu harus bagaimana.
"Saya, pamit dulu, om, tante", ucap Rena yang tertunduk lesu, melangkah patuh dengan ajakan Jojo dan segera meninggalkan kediaman pak Raka.
Selama perjalanan pulang, Rena yang biasanya ceria dan banyak berbicara, kini diam seribu bahasa. Jelas Jojo tahu apa yang ada dalam benak Rena.
"Maafkan ayahku ya Ay. Beliau memang seperti itu. Jangan terlalu diambil hati dan tetap semangat belajar, apapun hasil akhirnya, ujar Jojo, mencoba menguatkan hati tunangannya ini.
"Dear, kalau aku gagal, apa hubungan kita harus kandas gara-gara aku ngga bisa masak?", keluh Rena setelah beberapa saat menahan pertanyaan yang selalu mengganggunya.
"Entah lah Ay. Aku tahu ayahku memang keras. Tapi, sepertinya beliau akan tetap memberi kelonggaran asal kamu mau berusaha", jelas Jojo yang sebenarnya juga tidak yakin namun tetap mencoba menghibur Rena.
"Kamu, yakin dear? Kok ayahmu keras banget sih? Aku kan calon menantu, bukan calon bintara", celetuk Rena.
"Ya, namanya juga mantan militer Ay", Jojo tidak menyangkal atau mengkonfirmasi pertanyaan Rena.
"Kalau nanti aku gagal, lalu ayahmu memutuskan hubungan kita, apa kamu akan mempertahankanku?", risau Rena.
Jojo tidak langsung menjawab. Ia hanya diam, memikirkan kemungkinan itu.
"Abaikan saja lah Ay. Itu kan hanya dugaan yang belum pasti. Makanya, kamu belajar yang sungguh-sungguh", jawab Jojo akhirnya hanya menempatkan tampuk usaha di pundak Rena.
"Jawab dulu dear. Kamu akan memperjuangkan hubungan ini atau tidak jikapun aku tidak lolos penilaian ayahmu?", desak Rena.
"Aku, aku tak tahu Ay. Aku bisa memperjuangkan hubungan ini. Hanya saja, aku butuh kesungguhanmu dalam usaha memenuhi kriteria ayahku", pada akhirnya Jojo hanya bisa menyampaikan ini.
"Iih, jahat! Turunin aku di sini!", pekik Rena, merasa tunangannya ini tidak serius menjalin hubungan dan terlalu tidak peka dengan keinginan Rena.
"Ini masih jauh Ay", sahut Jojo.
"Ngga peduli, berhenti sekarang!", pekik Rena. Sontak orang di sekitar memandang mereka berdua.
Jojo yang merasa malu pun menghentikan laju motornya dan menghela nafas panjang. Segera, Rena turun dan melepas helm, menaruhnya di jok belakang motor.
Gadis itu pun berjalan dengan wajah cemberut menuju halte bis, sekira 100 meter.
"Ayo, kuantar sampai rumah", tawar Jojo yang masih di atas motornya. Namun Rena enggan menoleh atau menyahut tawaran Jojo.
Pria itu pun melaju pelan ke samping Rena dan kembali menawarkan tumpangan.
"Ayo Ay, naik", ujar Jojo semakin pelan karena malu menjadi pusat perhatian banyak orang.
Gadis itu pun menoleh dan menatap wajah Jojo. Ia tahu benar wajah pria itu sudah memerah karena malu.
"Kamu malu?", tanya Rena yang salah paham, mengira bahwa Jojo malu memiliki tunangan seperti dirinya.
"Lihat, kita ditonton banyak orang. Ayo naik, kuantar pulang", ucap Jojo dengan suara berbisik.
"Bodo amat!", sahut Rena sembari memalingkan muka dan berjalan ke halte bus.
"Hufh", terdengar Jojo menghela nafas. Nampak tak tahan diperhatikan banyak orang kala bertengkar dengan Rena.
Pemuda itu pun memutar arah motor dan meninggalkan Rena yang kini telah tiba di halte bus.
"Iih, dasar ngga peka!", kesal Rena sembari menghentakkan kaki. Ia gengsi memanggil Jojo untuk diantar pulang. Ia berharap pria itu akan menunjukkan kesungguhannya dengan berlutut dan memohon kepada Rena agar mau diantar pulang.
Pada akhirnya, Rena hanya bisa melihat punggung Jojo menjauh dan menghilang tertelan keramaian kota Liman. Gadis itu hanya bisa cemberut dan melipat tangan di dada.
"Paijo!", pekik Rena melampiaskan kekesalan tanpa peduli orang di sekitarnya memandang dirinya dengan tatapan aneh.
Sore itu, Rena sampai ke rumah dengan wajah ditekuk.
"Kamu kenapa?", tanya Rafael yang baru selesai mandi dan melihat adiknya pulang tanpa diantar Jojo yang tadi pagi menjemputnya.
"Mana si Jojo", tanya Rafael lagi, karena Rena tidak menjawab dan malah melirik tajam ke arahnya.
Alih-alih menjawab, Rena malah masuk ke kamar dan membanting pintu kamar.
"Kenapa lagi nih si nenek sihir", gumam Rafael sembari mengedikkan pundaknya dan mengabaikan Rena.