Aira harus memilih di antara dua pilihan yang sangat berat. Di mana dia harus menikah dengan pria yang menjadi musuhnya, tapi sudah memiliki dirinya seutuhnya saat malam tidak dia sangka itu.
Atau dia harus menunggu sang calon suami yang terbaring koma saat akan menuju tempat pernikahan mereka. Kekasih yang sangat dia cintai, tapi ternyata memiliki masa lalu yang tidak dia sangka. Sang calon suami yang sudah memiliki anak dari hubungan terlarang dengan mantannya dulu.
"Kamu adalah milikku, Aira, kamu mau ataupun tidak mau. Walaupun kamu sangat membenciku, aku akan tetap menjadikan kamu milikku," ucap Addriano Pramana Smith dengan tegas.
Bagaimana kehidupan Aira jika Addriano bisa menjadikan Aira miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar Buruk
Arle sangat salut dengan persahabatan adiknya dan Niana. Dia serasa memiliki dua adik melihat dua gadis itu.
"Iya, Na! kamu jangan jauh-jauh dari aku. Aku benar-benar masih gerogi dan takut dengan semua ini."
"Kenapa takut, Dek? Kamu itu mau menikah bukan mau berperang." Arlan sampai menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan kekanak-kanakan adiknya.
"Nanti aja kalau mau perang kamu baru boleh takut, Ai!" Niana terkekeh menggoda Aira. Niana langsung mendapat pelototan mata dari Aira.
"Na ...!" seru Aira mencoba memberitahu bahwa di sini ada Arlan jadi jangan membahas masalah yang tidak-tidak.
"Iya-iya!" Niana malah tertawa cekikikan.
"Kalian ini kenapa, Sih?" Arlan tampak bingung dengan perbuatan kedua gadis di depannya itu yang saling melempar isyarat.
"Sudahlah! Kamu tidak akan pernah tau apa yang dirasakan para wanita menjelang hari pernikahannya," celetuk Niana.
"Ya, aku memang tidak tau karena aku belum menikah, Na." Arlan memutar bola matanya jengah.
"Makanya cepat menikah, Mas Arlan."
"Sama siapa?"
"Mas Arlan itu ganteng, mapan, dan baik, pasti banyak yang menunggu Mas Arlan untuk dilamar."
Arlan melirik pada Niana. "Kamu mau tidak jika aku melamar kamu?"
"Hah?" Niana seketika terkejut mendengar pertanyaan Arlan. Aira yang tau kelakuan kakaknya itu hanya melengos malas.
"Jangan jadi pemberi harapan palsu pada seorang gadis. Apa lagi dia sahabatku ya, Mas Arlan," celoteh Aira.
"Memangnya kamu tidak suka, Ai, kalau aku menjadi kakak ipar kamu?" tanya Niana seketika.
Aira langsung melihat pada Niana yang sedang menunggu jawaban Aira. "Kamu serius mau jika dinikahi oleh Kakakku? Kamu tau siapa Mas Arlan, kan?"
Sekarang Niana melihat pada Mas Arlan. Jujur saja sebenarnya Niana ini menyukai kakak laki-laki Aira karena seringnya bertemu. Niana tau jika Arlan sering berganti pacar, tapi Arlan masih dalam batas pacaran yang biasa saja.
"Aku tau siapa kakak kamu. Kalau seorang pria serius ingin menikah, itu berarti dia memang sudah memutuskan untuk memiliki satu tujuan baik dan aku percaya saja dengan hal itu. Siapa tau Mas Arlan memang sudah berhenti dari pencarian cintanya." Niana melihat serius pada Arlan.
"Kalau belum bagaimana?"
"Itu nasibku, Ai. Kita itu hanya manusia biasa yang tidak tau arah takdirnya di mana. Jadi, ya, jalani saja."
"Nikahin, gih, Mas Arlan. Apa tidak mau punya istri seperti Niana?" Alis Aira naik turun. Mereka bertiga tertawa bersama.
Arlan izin turun untuk melihat suasana di bawah. Suasana di rumah Aira sudah sangat ramai semua keluarga besar Aira sudah memenuhi area rumahnya. Janur kuning pun melengkung dengan indahnya, dekorasi pernikahan yang sederhana dan suasana di sana juga benar-benar terasa sakral. Aira dengan gelisah ditemani Niana menunggu di dalam kamarnya, menunggu sang calon suami yang nantinya datang dan mengucapkan ijab qobul sebagai pertanda bahwa dirinya sah menjadi istri dari seorang Sadewa-- lelaki yang sangat dia cintai.
Tok ...
Tok ...
Kembali pintu kamar Aira diketuk seseorang dari luar. Niana beranjak dari tempat duduknya, dia berjalan menuju pintu dan membukanya. Niana berpapasan muka dengan Arlan.
"Na." Wajah Arlan terlihat cemas.
"Arlan?" Niana langsung tau, pasti ada sesuatu karena Niana mengenali siapa Arlan jika dia sedang menghadapi suatu masalah.
"Siapa, Na?" tanya Aira penasaran dengan orang yang mengetuk pintu kamarnya.
"I-ini, Arlan." Niana tampak bingung
Arlan menyelonong masuk dan dia melihat adiknya yang duduk di atas ranjang melihat dengan tatapan penuh kebahagiaan. Arlan yang melihat adiknya itu bingung harus mengatakan apa pada Aira tentang berita yang baru saja dia terima.
"Ada apa, Mas Arlan?" tanya Aira saat melihat kakaknya hanya terdiam melihatnya.
Arlan kemudian berjongkok di depan Aira. Seketika membuat Aira tampak benar-benar bingung. "Mas Arlan kenapa? Apa rombongan keluarga Mas Dewa belum datang? Mereka pasti masih terjebak macet.
Seketika Arlan memeluk adiknya itu dan berkata dengan mulut bergetar. "Ai, kamu sabar, Ya. Dewa tidak bisa datang di hari pernikahan kalian."
DEG!
Aira seketika membeku mendengar perkataan kakaknya barusan. Niana yang berdiri di samping Arlan juga ikut terkejut, dia sampai menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya saat mendengar ucapan Arlan.
"Memangnya kenapa dengan Mas Dewa?" suara Aira tampak bergetar.
"Dewa mengalami kecelakaan, saat mobilnya menuju ke sini." Arlan dengan cepat memeluk erat adiknya itu.
Air mata Aira seketika menetes jatuh pelan di pipinya, Aira benar-benar membeku seperti patung saat mendengar penjelasan dari Arlan.
Niana langsung berpindah tempat. Dia duduk di atas ranjang di samping Aira. Dia mencoba menengkan sahabatnya yang dia tau jika Aira mendengar suatu kabar yang sangat mengejutkan, dia tidak akan bergerak, tubuhnya akan benar-benar membeku seperti es. Sekarang hanya air mata yang dari tadi keluar dari kelopak mata Aira.
"Sayang!" Tidak lama mama dan ayah Aira juga masuk ke dalam ruangan itu.
"Argh ...!" Seketika tangis Aira pecah dan terdengar begitu keras memenuhi kamarnya. "Mas Dewa ...!" teriak Aira dengan sangat frustasi.
"Ai, tenangkan dirimu." Niana langsung ikut menangis memeluk Aira.
"Aku mau bertemu, Mas Dewa!" Tubuh Aira merontah-rontah ingin lepas dari pelukan Niana dan Arlan, tapi Arlan kakaknya langsung mengeratkan pelukannya. Arlan takut jika Aira akan melakukan hal buruk pada dirinya.
"Lepaskan aku Mas Arlan, Na!" Aira berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Arlan dan Niana.
"Kamu tenang dulu, Ai."
"Aku mau bertemu dengan Luis, Na." Penampilan Aira sudah berantakan karena dia benar-benar ingin pergi menemui Dewa.
"Ai ... Ai! Kamu akan bertemu dengan Mas Dewa, tapi kamu harus menengakan diri kamu dulu." Arlan masih erat memeluk adiknya yang menangis dengan histeris.
"Iya, Aira, kamu tenang dulu!" Mata Niana juga sudah sangat basah karena menangis.
"Aku mau melihat, Mas Dewa!" Tubuh Aira sampai merosot ke bawah diikut oleh tubuh Arlan. Kedua orang tua Aira sangat bingung melihat putrinya yang keadaannya sangat menyedihkan.
Aira pingsan. Semua yang di sana menjadi panik. Arlan dengan cepat mengangkat tubuh Aira dan meletakkannya di atas tempat tidurnya.
Hari itu benar-benar menjadi kejadian yang tidak pernah dibayangkan oleh keluarga Aira. Mereka berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk dan akan berakhir saat mereka bangun dari tidurnya.
"Arlan, kita panggil dokter saja. Mama tidak mau kalau sampai terjadi apa-apa dengan Aira."
"Ma, Aira baik-baik saja, Mama tidak perlu khawatir. Sekarang yang kita harus lakukan memberitahu orang-orang untuk kembali pulang saja dan acara pernikahan hari ini ditunda karena mempelai prianya mengalami kecelakaan."
"Kalian berdua saja yang memberitahu, biar mama dan Niana menjaga Aira di sini."