Zira terjebak dalam tawaran Duda saat dimalam pertama bekerja sebagai suster. Yang mana Duda itu menawarkan untuk menjadi sugar baby dan sekaligus menjaga putrinya.
Zira yang memang sangat membutuhkan uang untuk biaya kuliah dan juga biaya pengobatan bibinya terpaksa menerima tawaran gila itu.
"Menjadi suster anakku maka konsekuensinya juga mengurus aku!" Ucap Aldan dengan penuh ketegasan.
Bagaimana cara Zira bertahan disela ancaman dan kewajiban untuk mendapatkan uang itu?
follow ig:authorhaasaanaa
ada visual disana.. ini Season Dua dari Pernikahan Dadakan Anak SMA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
00020
Aldan duduk makan pagi yang sebenarnya sudah sangat kesiangan, ia berhadapan langsung dengan Aila yang juga makan bersama. Terlihat anak itu sudah lebih baik dari beberapa jam yang lalu, karna habis mendapatkan kemarahan dari Aldan itu.
“Makan yang banyak,” ucap Aldan, hanya itu yang ia katakan pada putri sendiri. Sebenarnya Aldan sangat canggung untuk berkomunikasi dengan Aila, ia tidak tahu hal apa yang harus dibicarakan dengan bocah itu.
Mendapatkan perhatian kecil seperti itu dari Aldan membuat hati Aila sangat senang. Gadis itu langsung menambah porsi makan, dan tersenyum senang kepada sang Papa yang juga sibuk makan.
Zira menuruni tangga dengan langkah terburu-buru, sambil mengikat rambutnya ia berjalan melewati Aldan begitu saja.
“Hei, kau mau kemana?” Pertanyaan itu membuat langkah Zira langsung terhenti.
Aldan menyudahi makannya, ia menatap Zira tajam sambil minum. Wanita itu berjalan kearahnya, dengan tatapan tenang dan seakan tidak marah lagi akan kejadian tadi.
“Aku mau pergi ke Kampus, Tuan. Hanya sebentar, sore nanti juga sudah pulang,” ucap Zira permisi kepada sang suami.
Aldan meletakkan gelas dengan sedikit kasar hingga membuat Zira maupun Aila terkejut. “Dengan pakaian ketat seperti itu?” tanya Aldan sembari menunjuk kearah Zira.
Dikatai memakai pakaian ketat tentu saja Zira langsung terkejut, ia merasa pakaiannya tidak ketat. Hanya memakai celana jeans serta baju sedikit pendek saja, itupun Zira tutupi dengan cardigan yang lebih panjang.
“Tidak ketat kok, Tuan. Biasa sa_”
“Menurutku itu ketat, kau seperti memakai pakaian Aila saja. Cepat ganti!” perintah Aldan dengan sangat tegas bahkan tidak ingin bantahan apapun.
Tangan Zira mengepal erat. “Kau tidak berhak mengatur cara berpakaianku, Tuan!” bantah Zira, ia tidak takut sedikitpun dengan Aldan kali ini.
Aila merasa keadaan sudah mulai menegang diantara Papa dan mamanya. “Permisi.. Aila mau main dihalaman samping yaaa,” Aila pergi dengan sedikit berlari.
Kepergian Aila dijadikan Zira sebagai kesempatan. “Kau bisa mengaturku disaat diranjang saja, Tuan..” ucap Zira.
“Kau tidak dengar perintahku? Kalau aku katakan ganti maka kau harus patuh, Zira!” pertegas Aldan lagi, ia menatap Zira dengan sangat serius.
“Aku tidak ada waktu lagi..”
“Ganti!”
“Aku bisa telat, Tuan..”
“Ganti, Zira!”
“Tuan.. Aku benar tidak sempat,” Zira terus berusaha merayu Aldan karena memang waktu yang ia miliki sangat mepet.
“Ganti!” Perintah Aldan dengan sangat tegas dan bahkan suaranya sangat lantang. Tentu saja Zira menjadi menciut, dengan perasaan kesal Zira melangkah menaiki tangga sambil sesekali menatap tajam Aldan yang sedang melanjutkan makannya.
Dianak tangga pertama langkah Zira berhenti sebentar. “Dasar duda tantrum, cerewet!” Zira terus mengumpat Aldan dari kejauhan. Bahkan berjoget seakan mengejek Aldan, ia geram sekali karena lagi dan lagi seakan Zira benar-benar tidak memiliki kekuasaan meskipun pada dirinya sendiri.
“Aku tahu, Zira.. Jangan sampai kejadian seperti pagi tadi kembali terjadi,” ucapan Aldan membuat Zira langsung berlari menaiki tangga kembali.
Kepergian Zira membuat Aldan tanpa sadar tersenyum tipis, sangat tipis malah. Aldan gemas dengan semua perlakuan Zira, ia bahkan ingin terus menggoda Zira agar wanita itu menampilkan sifat menyebalkan lagi.
•Kampus Swasta Kota Jakarta
Zira meletakkan tas selempangnya diatas meja makan di kantin, ia merebahkan kepalanya disana karena tubuhnya sangat lelah setelah bertemu dengan dosen pembimbing tadi.
“Kenapa si, Ra? Lo kelihatan capek banget loh,” ucap Rania dengan penuh penasaran.
“Gue memang capek, Rania. Lo tahu,” Zira kembali duduk tegak, ia menatap sedih sahabat sehidup se matinya itu. “Gue sebenarnya udah nikah sama gadun itu..”
Sungguh Rania terkejut, mungkin saja bola matanya bisa saja keluar sekarang. “Lo serius?”
“Menurut Lo?” tanya Zira balik, ia kembali merebahkan kepalanya disana. “Belum lagi melayani dia dengan sangat baik, belum lagi segala peraturan dia yang benar-benar memuakkan!” Zira terus mengadu kepada Rania yang siap mendengarkan apapun.
Setelah mendengarkan apa yang Zira katakan, membuat Rania menjadi tahu apa kesimpulan dari semua itu.
“Dia baik tau, Ra.. Karna juga udah suami Lo berarti memang pantas Lo patuh sama dia. Menurut Gue itu nggak salah,” ucap Rania.
Sebenarnya Zira sadar akan itu, jika dibandingkan dengan kehidupan Rania yang sebenarnya lebih kelam darinya.
“Setidaknya Lo melayani suami sendiri, malah mendapatkan pahala bukan dosa seperti yang Gue lakuin.”
Ucapan Rania membuat Zira sebenarnya merasa beruntung. “Udah deh, Lo yang kuat aja untuk melayani terjangan burung itu ya. Gue mau muasin gadun dulu,” Rania terkekeh lalu melangkah pergi meninggalkan Zira yang masih termenung.
“Kehidupan seperti apa ini, Tuhan?” Zira menghela napas panjang, kedua tangannya menangkup wajah cantiknya. Disaat itulah pandangan mata Zira tertuju pada sosok laki-laki yang duduk dihadapannya.
“Halo, Zira..” Sapa pria itu, ia duduk sembari memberikan setangkai bunga mawar merah yang sangat cantik.
“Hai, Rey. Sudah lama tidak bertemu,” Sapa Zira balik, ia merasa Rey temannya ini semakin tampan saja. “Bunga untuk siapa? Pacar Lo ya?”
“Nggak, buat Lo itu..” jawaban Rey membuat Zira termenung sebentar, ia tertawa kecil untuk mencairkan suasana. “Gue serius, Zira.. Lo udah janji, kalau tanggal ini akan mau untuk menjadi pacar Gue,” jelas Rey yang mana membuat Zira terkejut setengah mati.
Mengapa Zira bisa lupa hal sepenting itu, ini semua karna duda tantrum yang selalu saja mengganggu kehidupan Zira yang tenang itu.
“Astaga.. Gue lupa, Rey..” Zira cengengesan saja di hadapan Rey yang menatapnya serius.
“Jadi gimana, Zira? Kita benar pacaran kan hari ini?” tanya Rey untuk lebih memastikan, ia sangat menantikan jawaban dari Zira.
Zira ingin menjawab jika sudah menikah tapi ia ragu ya kalau Aldan suka dengan pengakuan ini. Suara ponsel Zira yang tiba-tiba berbunyi mengejutkan keduanya, tertera nama Aldan disana.
“Gue..” Zira mematikan panggilan itu, ia memikirkan jawaban tepat untuk Rey.
Disaat mata Zira berkeliling memandang sekitarnya, ia menemukan Aldan yang duduk santai dipojokan meja kantin. Membuat bola mata Zira seakan mau terlepas, ia tidak menyangka kalau Aldan berada disana.
“Astaga!”
“Ada apa, Ra?” Rey jadi ikut terkejut juga, ia menatap kearah Zira melihat. Barulah Rey melihat sosok lelaki yang duduk tenang menatap kearah mereka dengan meminum secangkir kopi.
“Itu Om, Lo?” tanya Rey.
Zira sangat bingung harus menjawab apa, sudah pasti Aldan mendengar apa yang ia bicarakan tadi dengan Rey.
dah sakit aja baru
tp kenapa yaaaa...si aila bisa seegois ituu 😞🙈pdhl dh liat tuhh papa nya nangis bombay di tgl ultahnya aila