"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.
Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.
Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Mulut Xander menganga, di menatap tak percaya pada bu rungnya yang sudah bisa mengepakkan sayapnya dan berdiri gagah lagi setelah 3 tahun mati suri. Benda yang selama ini layu, tidak bertenaga, untuk sekedar mengangkat kepala saja tidak mampu, apalagi berdiri tegak dan gagah seperti sekarang. Saking tidak percayanya, Xander sampai tidak bisa berkata-kata. Dia hanya mampu menatap kegagahan alat tempurnya yang sedang di genggam oleh Serra.
"Ya ampun,,, akhirnya sebentar lagi Serra bisa ber cinta sama Dokter." Pekiknya tidak sabar. Xander tersadar dari lamunannya karna mendengar kata-kata vulgar dari mulut Serra. Xander menyingkirkan perlahan tangan Serra dari alat tempurnya, hal itu membuat Serra jadi cemberut, apalagi Xander langsung berdiri dan memasukkan alat tempur itu kedalam tempatnya.
"Dok,, ayo cobain sekarang." Bujuk Serra sembari bergelayut di lengan Xander, mas bodo dia mau di anggap murahan atau wanita penggoda yang gila ingin ber cinta, pada kenyataannya Serra memang tertarik melakukan itu sebelum memutuskan menjadi sugar baby Xander.
"Diem dulu Serra.! Saya masih syok." Pinta Xander kemudian berjalan menuju dapur, Serra membuntuti di belakang. Xander mengambil sebotol air mineral dari lemari pendingin dan meneguknya. Air berukuran 400ml itu habis dalam sekali teguk saja, seakan tenggorokan Xander sangat kering dan tidak minum seharian.
Serra duduk di depan Xander dan menopang dagu menggunakan kedua tangannya yang bertumpu pada meja makan. Jika diperhatikan, Xander seperti orang linglung. Serra bisa memahami bagaimana perasaan Xander.
Bayangkan saja, 3 tahun ini Xander dibuat frustasi dengan kondisinya, bahkan sudah menyerah dan tidak yakin bisa sembuh. Tiba-tiba di saat Xander mulai pasrah dan menerima keadaan, dia mendapatkan kejutan besar hari ini.
"Kamu yakin punya saya tadi hidup.?" Tanya Xander tiba-tiba, setelah sempat hening beberapa menit.
Serra mengangguk cepat. "Dokter lihat sendiri kan ukurannya berubah 3 kali lipat lebih. Serra genggam juga keras banget." Tuturnya.
Kepala Xander mendadak pening dan memijat pelipisnya karna jawaban Serra terlalu frontal, tidak ada malu-malunya sama sekali.
"Sudahlah, kamu lebih baik diem aja." Ujar Xander kemudian dia diam lagi. Xander merasa sedang bermimpi saat ini. Setiap hari selama 3 tahun, Xander sangat berharap bisa sembuh, sampai beberapa kali terbawa mimpi dia sembuh. Sekarang dia benar-benar sudah sembuh, tapi malah seperti mimpi.
Suasana kembali hening, hampir 15 menit. Serra terpaksa diam karna melihat Xander seperti butuh waktu untuk mencerna apa yang baru saja terjadi.
"Dokter butuh waktu sendiri ya.? Kalau begitu Serra pulang aja." Serra beranjak dari duduknya, dia menatap Xander tidak mencegahnya, artinya Xander memang butuh waktu sendiri dulu.
Pria itu malah ikut berdiri dan merogoh dompet, dia mengambil beberapa lembar uang dari sana dan menyodorkan pada Serra.
"Pakai ini untuk naik taksi. Besok saya jemput kamu lagi sepulang sekolah." Ujar Xander.
Serra menghela nafas, sebenarnya dia tidak mau pulang, tapi Xander terlihat tidak nyaman ada dia disini.
"Makasih Dok." Serra menerima uang yang berjumlah 4 lembar berwarna merah. Itu uang cash yang tersisa di dompet Xander, Serra tadi tidak sengaja melihatnya. "Ngomong-ngomong, Dokter nggak mau ngasih lebih.? Serra kan udah berhasil nyembuhin Dokter." Selorohnya kemudian menyengir kuda.
"Saya kan belum tau ini sembuh permanen tau nggak. Tunggu saya tes dulu." Jawab Xander seraya mendorong pelan bahu Serra untuk keluar dari apartemennya.
"Serra bisa loh bantuin Dokter ngetes, tadi kan Serra sudah menawarkan diri Dok." Serra berhenti di tempat, tatapannya memohon pada Xander supaya mau melakukan test drive. Demi apapun, Serra merasa dia tidak bisa berfikir waras lagi sampai dengan senang hati menawarkan diri pada Xander.
"Kamu cerewet, sana pulang dulu. Saya bisa ngetes sendiri." Xander mendorong Serra sekali lagi sampai keluar dari apartemen.
"Sambil video call juga nggak masalah Dok, Serra siap. Nanti Serra kabarin kalau sudah sampai rumah." Tawarnya antusias.
Xander geleng-geleng kepala, rasanya dia ingin menyumpal mulut Serra dengan bibirnya karna selalu bicara blak-blakan dan vulgar.
"Dasar mesum.!" Xander mendorong kening Serra menggunakan telunjuk sampai gadis itu benar-benar keluar dari apartemennya.
Serra ingin memeluk Xander untuk menggodanya, tapi pintu apartemen lebih dulu di tutup oleh Xander. Serra menghentakkan kakinya.
"Awas saja nanti, aku kerjain baru tau rasa." Ucap Serra dan berakhir dengan tertawa kecil karna sudah mendapatkan ide untuk mengerjai Xander nanti.
...******...
Serra bersenandung sambil berjalan melewati gang rumahnya. 15 menit setelah Serra pergi dari apartemen Xander, tiba-tiba Serra mendapat notifikasi uang masuk ke rekeningnya sejumlah 20 juta. Serra yang saat itu masih di dalam taksi, hampir menjerit melihat jumlahnya. Apalagi ketika membaca chat dari Xander yang mengatakan kalau nominal tersebut hanya sebagai tanda terimakasih, bukan imbalan seperti yang pernah Xander janjikan. Jadi kemungkinan Xander akan lebih banyak mengirimkan uang padanya nanti.
"Kalau seperti ini, aku lebih tertarik menggodanya supaya dinikahi. Aku akan banyak uang kalau jadi istrinya Dokter Xander. Om dan Tante juga nggak perlu kerja keras banting tulang. Dokter Xander bukan orang yang perhitungan, dia pasti bersedia menjamin hidup kami." Gumamnya sambil senyum-senyum tidak jelas.
Serra menghentikan langkah, tubuhnya mendadak kaku. Di depannya berdiri sosok pria paruh baya yang seketika membuat jantung Serra berdetak cepat. Dia merasa memiliki ikatan dengan orang itu dan langsung merasakan sesak di dadanya. Terlebih, wajah pria itu sedikit mirip dengannya.
"Serra,, bisa kita bicara berdua.?"
Serra tersadar dari segala pikiran yang berkecambuk di benaknya. Dia berdehem untuk meredakan rasa sesak di hatinya.
"Maaf, anda siapa.? Ada kepentingan apa sampai ingin bicara denganku.?" Tanyanya yang memilih pura-pura tidak tau walaupun dia sangat yakin pria paruh baya itu adalah ayah kandungnya.
"Kita bicara di kafe depan saja, kamu ada waktu.?" Ujar Darwin lembut. Ada binar dan tatapan memohon dalam sorot matanya.
"Katakan Anda siapa dan ada tujuan apa.?!" Ketus Serra. Dia dan Darwin sudah ada di kafe yang bisa mereka tempuh dengan berjalan kaki karna ada lokasinya diseberang gang rumah Sila.
Darwin menarik kedua sudut bibirnya. Alih-alih tersinggung dengan sikap ketus Serra, dia malah teringat dengan Sena. Gaya bicara Serra sangat mirip dengan Sena dalam mode ketus seperti itu.
"Kamu sudah sebesar ini dan tumbuh dengan baik." Perkataan itu lolos begitu saja dari mulut Darwin, dia tidak pernah mengalihkan pandangannya sedikitpun dari wajah cantik putrinya. Wajah Serra adalah gabungan wajahnya dengan Sena, sedangkan Zayn lebih mirip Sena, tapi tetap memiliki kemiripan dengan Serra meski beda gender.
Serra diam-diam mengepalkan tangannya di bawah meja. Pria itu benar-benar ayah kandungnya. Jika saja dia tidak sedang pura-pura, cacian dan umpatan sudah pasti keluar dari mulut Serra untuk menggambarkan sosok ayah yang tidak bertanggungjawab itu.
"Maksudnya.?" Serra memasang wajah bingung.
"Kamu adalah putri kandungku." Akui Darwin dengan sadar.
Serra tertawa terbahak-bahak, sengaja untuk membuat Darwin kesal. "Anda aneh sekali mengaku jadi ayah kandungku.? Makam ayahku belum pindah, sejak dulu selalu aku kunjungi setiap bulan. Apa perlu aku antar Anda ke makam ayah ku.? Dia sudah lama mati." Ujar Serra dengan menekankan kalimat terakhir.
Binar di mata Darwin meredup seketika. "Siapa yang bilang ayah mu sudah meninggal.?" Tanyanya lirih.
"Nggak ada yang bilang, aku melihat sendiri jasadnya. Dia sakit parah bertahun-tahun saat aku masih kecil, laku meninggal saat aku kelas 3 SD." Ujar Serra serius, dia tidak terlihat bohong sama sekali.
"Orang itu jelas bukan ayah kandungmu, aku yang sebenarnya ayah kandungmu." Tegas Darwin.
Serra tertawa lagi. "Kalau Anda memang ayahku, kenapa aku nggak mengenali Anda. Ini bahkan pertama kalinya kita bertemu. Bagaimana mungkin seorang anak nggak mengenali ayahnya.?"
Darwin langsung terdiam, dia tertampar dengan kata-kata Serra.
mstinya lngsng d dor aja pas ktmu td,kn biar ga bs kbur.....tp yg nmanya pnjht,dia jg pst lcik lh....apa lg ada zayn,mngkn anknya bkln d jdiin sndera.....