"Punya mata nggak?" mengabaikan permintaan maafnya, orang itu malah membentak. Ia menatap Rahma benci. "Kalo punya tuh dipake baik-baik, jangan asal nabrak aja." Pemuda berwajah rupawan itu mendengkus keras, kesal tentunya. "Dasar aneh," ucapnya lagi.
Ridho Ahmad Wibowo dari awal sekolah sangat tidak suka dengan gadis bernama Rahma. Bahkan tak segan-segan membully walaupun gadis itu tidak salah apa-apa.
Namun, takdir berkata lain dimasa depan ia malah menikahi gadis itu dengan perjuangan yang tak mudah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WidiaWati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Patah hati part 2
"Rahma kamu jadi kan pulang bareng aku?" tanya Dimas setelah meneguk air yang diberikan Rahma.
"Iya jadi kok," jawab Rahma yang menatap Ridho yang telah menjauh dari sana.
"Tunggu sebentar di sini ya, aku ambil tas di kelas dulu," ucap Dimas lalu pergi menuju kelas.
Dua menit kemudian, Dimas kembali ke lapangan dengan tas ransel yang ada di punggungnya.
"Ayo kita ke parkiran, mobilku disana," ujar Dimas sambil menujuk arah parkir.
Rahma mengekori Dimas di belakang menuju tempat mobil Dimas terparkir. Saat sampai di parkiran Dimas membukakan pintu dan mempersilahkan gadis itu masuk ke dalam mobil. Tanpa tunggu lama gadis itu menurutinya.
Di berjalanan Rahma hanya diam, dia tidak bergeming sedikit pun. Pikirannya dari tadi memikirkan Ridho yang meninggalkan lapangan sekolah begitu saja.
"Apa dia marah?" batin Rahma.
"Rahma cowok yang tadi itu siapa?" tanya Dimas yang tetap fokus dengan kemudinya.
Rahma mengerutkan keningnya. "Yang mana?"
"Itu yang bilang kamu calon istrinya," saut Dimas sambil melirik Rahma sekilas lalu fokus ke depan.
"Ridho?"
"Dia itu siapa kamu?" tanya Dimas lagi.
"Bukan siapa-siapa, cuma temen," sahut Rahma.
"Bukan siapa-siapa tapi ngaku-ngaku. Nggak tau malu banget tuh orang bilang Rahma calon istrinya," batin Dimas.
Beberapa saat kemudian, Rahma pun sampai di rumahnya. Ia membuka sabuk pengaman lalu membuka pintu dan turun dari mobil Dimas.
"Kamu mau mampir?" tanya Rahma pada Dimas yang berada dalam mobil.
"Nggak, lain kali aja," ucap Dimas dan pergi dari sana.
* * *
Di kamar Ridho merebah tubuhnya di kasur, ia mengusap kasar wajahnya. Rasa sakit di hati belum juga hilang, kejadian di lapangan sekolah tadi masih teringat jelas olehnya.
"Ternyata sesakit ini rasanya patah hati, Rahma beneran tidak menyukai gue."
Tok tok tok ...
Terdengar suara ketukan pintu kamar Ridho dari luar.
"Den," panggil bik Ira dari luar.
"Iya bik," sahut Ridho.
"Makan dulu Den, Bibik sudah siapkan di meja makan," ucap bik Ira.
"Iya bik, Ridho mandi dulu nanti selesai mandi ke bawah," jawab Ridho, mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi.
Setelah mandi dan memakai baju Ridho turun menuju meja makan.
"Den silahkan duduk," ucap bik Ira sambil menarik bangku untuk majikannya duduk.
"Makasih bik," ucap Ridho tersenyum.
Ridho mengambil makanan meletakan di piringnya lalu membaca doa dan memulai makannya. Setelah memasukan dua sedok nasi ke dalam mulutnya. Pemuda itu menghentikan makannya karna perutnya menolak makanan itu untuk masuk.
"Kenapa Den, apa masakan Bibik tidak enak?" tanya bik Ira.
"Nggak kok Bik, masakan Bibik sangat enak."
"Lalu kenapa Aden hanya memakan sedikit saja?" tanya bik lagi.
"Ridho lagi nggak nafsu makan aja sekarang, yaudah Ridho ke atas dulu ya Bi," ucap Ridho dan naik tangga menuju kamarnya.
"Den Ridho kenapa lagi ya," gumam bik Ira, membereskan makanan di atas meja dan membawanya ke dapur.
Setiba di kamar Ridho mengambil ponselnya yang tergeletak di kasur tempat tidurnya.
Ia membuka ponselnya dan notifikasi pesan di sana.
Tito Bro lo nggak nongkrong? Anak-anak udah pada nungguin lo nih.
Ridho Oke gue ke sana sekarang.
Setelah membalas pesan dari Tito, Ridho bersiap-siap berangkat ke tempat basecame geng Rasta. Beberapa menit di perjalanan akhirnya ia pun sampai di basecamenya.
"Lo kenapa Bro, kok muka lo kusut gitu?" tanya Dino saat Ridho mendudukan diri di sampingnya.
"Patah hati kali," tebak Fiko.
"Bener Bro, lo patah hati?" tanya Dino lagi.
"Ya nggak mungkin lah Ridho patah hati. Mana mungkin seorang Ridho yang di sukai semua cewek patah hati. Lo percaya aja sama lontong kisut yang satu ini," sahut Tito sambil melirik Fiko di depannya.
"Apa lo bilang, gue lontong kisut. Lo itu tahu gosong tau nggak," ucap Fiko yang tak terima.
"Mana ada tahu gosong seganteng gue," sahut Tito percaya diri.
"Ganteng dari mana, nembak cewek aja di tolak," celetuk Fiko.
Perkataan Fiko membuat Ridho jadi ingat kalo ia juga di tolak Rahma waktu itu. Apa dia di tolak karna nggak ganteng atau mungkin Dimas si anak baru itu lebih ganteng darinya, begitu pikirnya.
"Ko menurut lo gue ini ganteng nggak sih?" tanyanya.
Mendengar pertanyaan yang terlontak di mulut Ridho, teman-temannya jadi bingung. Kenapa Ridho bertanya seperti itu, pikirnya.
"Kalo menurut gue sih lo itu sempurna banget. Udah kulit putih, hidung mancung, mata sipit, rambut hitam, gigi putih, kepala bulat, tinggi bandan ideal, nggak gemuk. Pokoknya lo itu ganteng banget Bro, nggak kayak Tito udah muka petak, gigi kotak-kotak, kulit gosong persis banget kayak tahu gosong tau nggak," ucap Fiko panjang lebar.
"Lo nggak punya mata ya, sembarangan lo bilang kulit gue gosong. Dibandingkan dengan lo putihan juga kulit gue," sahut Tito yang sebenarnya kulitnya tidak gosong apa yang dibilang Fiko.
Dino yang sedari tadi hanya diam membiarkan mereka berdebat, kini angkat bicara. "Kalian berdua kenapa sih dari tadi ribut mulu? Udah diam ketua kita kayaknya galau tuh."
Fiko dan Tito menoleh ke arah Ridho yang hanya melamun sedari tadi.
"Apa yang terjadi Bro, sejak kapan lo jadi galau kayak gini?" tanya Fiko heran.
Ridho diam sejenak lalu menjawab. "Gue nggak galau, cuma pusing aja dengar kalian berdua berdebat dari tadi nggak kelar-kelar," elaknya.
"Oh ya, Indra kemana dia nggak ke sini?" tanya Ridho yang tak melihat temannya itu sedari tadi.
"Indra nggak ke sini, emaknya nggak bolehin," jawab Dino.
"Oh gitu." Ridho berdiri dari duduknya hendak pergi dari sana.
"Mau kemana lo Bro?" tanya Tito yang melihat Ridho hendak pergi.
"Gue mau ke rumah Indra," sahutnya dan melajukan motor menuju rumah Indra.
"Yah ... kita ditinggalin gitu aja," keluh Doni atas sikap ketuanya itu.
Di rumah Indra
Tok tok tok ...
"Assalamu'alaikum," ucap Ridho sambil mengetok pintu rumah Indra.
Tak lama pintu pun terbuka, terihat emaknya Indra membukakan pintu.
"Wa'alaikum salam, ngapain kamu ke sini," cetus mak Era.
"Saya kesini mau cari Indra tante, Indranya ada?" tanya Ridho yang sedikit takut dengan emak Indra yang garang itu.
"Tante tante emangnya saya tante kamu panggil saya emak, saya nggak suka dengan panggilan itu," cetus Era lagi.
"Emak emak emangnya situ emak gue, ogah banget punya emak garang kayak gini. Indra Indra malang banget nasib lo punya emak kayak gini," gumam Ridho dalam hati yang menirukan ucapan mak Era.
"Heh kenapa malah bengong, apa kurang jelas panggil saya emak bukan tante, saya nggak suka," jelas mak Era dengan wajah garangnya.
"I-iya Emak. Indranya ada nggak Mak? tanya Ridho lagi.
"Indranya lagi belajar nggak boleh diganggu," cetus mak Era.
"Boleh saya masuk nggak Mak, saya juga mau belajar. Saya janji nggak bakalan ganggu Indra," ucap Ridho cengengesan nggak jelas.
"Ya sudah silahkan masuk, Indra di kamarnya," ujar mak Era sedikit melunak.
"Makasih Mak." Ridho masuk dan berjalan menuju kamar Indra.
* * *
Jangan lupa tinggalkan jejak ya guys ...
Terimakasih telah membaca😇