NovelToon NovelToon
Bintang Hatiku

Bintang Hatiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:847
Nilai: 5
Nama Author: lautt_

Di antara pertemuan yang tidak disengaja dan percakapan yang tampak sepele, terselip rasa yang perlahan tumbuh. Arpani Zahra Ramadhani dan Fathir Alfarizi Mahendra dipertemukan dalam takdir yang rumit. Dalam balutan nilai-nilai Islami, keduanya harus menavigasi perasaan yang muncul tanpa melanggar batasan agama. Bersama konflik batin, rahasia yang tersembunyi, dan perbedaan pandangan hidup, mereka belajar bahwa cinta bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang kesabaran, keikhlasan, dan keimanan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lautt_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

menjaga jarak, merawat rasa

"Hati yang bersih adalah hati yang terjaga dari cinta yang belum halal. Ia hanya akan ditempati oleh cinta yang diberkahi oleh-Nya."

 

Pagi yang Baru

Mentari pagi perlahan muncul di ufuk timur, menyinari halaman pondok pesantren Al-Furqan. Suasana pagi di pesantren selalu membawa kedamaian bagi Fathir Alfarizi Mahendra. Burung-burung bernyanyi, angin sejuk menyapa wajah, dan gemericik air dari kolam kecil di sudut taman pondok menambah ketenangan.

Setelah menyelesaikan shalat Dhuha, Fathir duduk di bawah pohon mangga di halaman pondok, membuka kitab tafsir yang menjadi tugas kuliahnya minggu ini. Sambil mencatat beberapa poin penting, pikirannya tak sepenuhnya fokus. Ia menyadari hatinya sedang tidak tenang.

"Kenapa aku jadi begini?" gumamnya lirih.

Sejak percakapan semalam dengan Arpani Zahra Ramadhani, pikirannya dipenuhi oleh kata-kata gadis itu. Meskipun tak pernah ada kata cinta yang terucap, Fathir merasakan ada ikatan halus yang mulai terjalin di antara mereka.

Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri.

"Hati ini ujian," batinnya.

Guru-guru di pondok sering mengingatkan pentingnya menjaga hati. Cinta sebelum halal bisa menjadi fitnah jika tidak dijaga dengan baik. Fathir tahu ini ujian bagi dirinya. Ia harus kuat, tidak boleh larut dalam perasaan yang bisa menjerumuskannya dalam dosa.

"Kalau suka sama seseorang, doakan dia dalam diam. Jangan biarkan setan masuk melalui celah-celah hati yang rapuh."

Itulah pesan yang selalu diingatnya dari Ustadz Abdul Muhaimin, guru pembimbing di pondok.

 

Sementara itu, di Rumah Arpa

Di rumah yang tenang di pinggiran kota, Arpa sedang sibuk mengajar anak-anak mengaji di ruang tamu. Setiap sore, ia meluangkan waktu untuk mengajari anak-anak tetangga mengaji Al-Qur’an. Meski belum kuliah, ia merasa senang bisa bermanfaat untuk orang lain.

“Huruf ini namanya apa, Dinda?” tanya Arpa sambil menunjuk huruf hijaiyah di buku.

“Fa!” jawab anak kecil berumur lima tahun itu dengan semangat.

“Bagus! Sekarang coba dibaca,” ujar Arpa sambil tersenyum.

Setelah selesai mengajar, Arpa duduk di teras rumah sambil menikmati segelas teh hangat. Pikirannya kembali melayang ke percakapan semalam dengan Fathir. Ada perasaan hangat yang sulit dijelaskan.

Namun, di balik kehangatan itu, ada kecemasan yang ia rasakan.

"Aku takut terlalu larut dalam perasaan ini," batinnya.

Arpa tahu betul bahwa dalam Islam, menjaga hati adalah sebuah kewajiban. Ia tidak ingin membiarkan dirinya terlalu dekat dengan Fathir tanpa ada kejelasan hubungan yang halal. Tapi di sisi lain, ia juga merasa nyaman berbicara dengannya.

Ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Nayla, sahabat dekatnya.

Nayla: "Arpa! Aku punya kabar bahagia! Aku diterima di UIN Jakarta! 😆"

Arpa: "MasyaAllah! Selamat yaa, Nay! Aku ikut senang banget!"

Nayla: "Makanya kamu juga harus semangat buat kuliah tahun depan. Jangan sampai ketinggalan!"

Arpa: "Iyaaa, insyaAllah. Doain ya."

Membaca pesan itu membuat Arpa semakin termotivasi untuk melanjutkan kuliah tahun depan. Ia ingin memperbaiki diri, bukan hanya dalam pendidikan tapi juga dalam menjaga hati.

 

Sore di Pondok Pesantren

Di pondok, Fathir sedang berkumpul bersama teman-teman sekamarnya di asrama. Mereka duduk melingkar sambil membahas tugas kuliah yang cukup rumit minggu ini.

Irwansyah Pratama, teman sekamar sekaligus sahabat Fathir, menepuk pundaknya.

“Bro, kamu kenapa? Dari tadi diem aja. Lagi mikirin tugas apa mikirin yang lain?” godanya sambil tertawa.

Fathir tersenyum kecil.

“Enggak, aku cuma mikirin tugas tafsir ini. Susah banget bahasanya,” jawabnya setengah berbohong.

Irwansyah mengerutkan kening, lalu mendekat.

“Fath, gue tahu lo bukan tipe orang yang gampang kepikiran soal tugas. Ada yang lo pikirin, kan?”

Fathir terdiam sejenak, lalu menghela napas.

“Aku cuma lagi mikirin soal hati,” jawabnya pelan.

Irwansyah tersenyum lebar. “Wih, ini baru seru. Jangan-jangan ada cewek yang masuk ke hati lo ya?”

Fathir tersenyum canggung. Ia tak suka membicarakan hal seperti ini terlalu terbuka, tapi Irwansyah adalah orang yang paling dekat dengannya di pondok.

“Ada... tapi aku bingung. Aku takut kalau ini cuma ujian yang bikin aku lalai,” ucapnya jujur.

Irwansyah menepuk pundaknya.

“Bro, perasaan itu fitrah. Yang penting gimana cara kita mengelolanya. Kalau memang lo ngerasa ini bisa bikin lalai, lo harus tegas. Tapi kalau lo bisa menjaga perasaan itu dengan baik, kenapa harus takut?”

Fathir merenung mendengar ucapan Irwansyah. Ia sadar bahwa perasaan cinta bukanlah hal yang salah, tapi bagaimana ia mengelolanya adalah kuncinya.

“Aku takut terlalu dekat sama dia. Aku takut melukai dia atau malah melukai diriku sendiri,” jawab Fathir pelan.

Irwansyah tersenyum bijak. “Kalau gitu, doakan dia. Kadang, doa adalah cara terbaik buat mencintai seseorang tanpa melanggar batas.”

 

Malam Hari: Pesan yang Menggetarkan Hati

Setelah selesai shalat Isya dan mengaji di pondok, Fathir kembali ke kamarnya. Ia membuka ponselnya dan melihat notifikasi pesan dari Arpa.

Arpa: "Fath, kamu pernah ngerasa bingung soal perasaan nggak?"

Fathir terkejut membaca pesan itu. Ia tidak menyangka Arpa akan mengirimkan pesan seperti ini.

Fathir: "Iya, kadang aku juga bingung. Kenapa nanya gitu?"

Arpa: "Aku cuma lagi mikir. Kadang perasaan itu kayak benang kusut. Semakin dicari ujungnya, malah makin kusut."

Fathir terdiam sejenak sebelum membalas.

Fathir: "Aku ngerti maksudmu. Aku juga pernah ngerasain itu. Tapi guru di pondok pernah bilang, kalau kita bingung soal perasaan, coba serahin sama Allah. Doain orang yang kita pikirin, tapi jangan terlalu berharap. Karena kadang Allah kasih perasaan itu cuma buat nguji kita."

Pesan itu membuat Arpa termenung. Ia merasa Fathir selalu punya jawaban bijak untuk kegelisahannya.

Arpa: "Aku takut kalau aku terlalu larut. Aku takut melukai diriku sendiri."

Fathir: "Aku juga. Tapi aku percaya kalau kita sama-sama berusaha menjaga hati, insyaAllah nggak ada yang tersakiti. Doa adalah cara terbaik untuk merawat rasa ini."

Ada jeda panjang setelah pesan itu.

Lalu Arpa mengirim pesan lagi.

Arpa: "Fath, kamu pernah mendoakan aku?"

Pertanyaan itu membuat Fathir terdiam lama. Ia menatap layar ponselnya sambil berpikir keras.

Akhirnya ia mengetik,

Fathir: "Iya, aku pernah. Aku mendoakan kamu dalam diam. Aku nggak tahu apakah ini benar atau salah, tapi aku cuma minta sama Allah supaya hati ini tetap bersih."

Di seberang sana, Arpa membaca pesan itu dengan mata berkaca-kaca. Ia merasakan ketulusan dalam kata-kata Fathir.

Arpa: "Makasih ya, Fath. Aku juga sering mendoakan kamu. Semoga kita sama-sama bisa menjaga hati ini sampai waktunya tiba."

 

Refleksi Malam Itu

Malam itu, di dua tempat berbeda, dua hati saling terhubung melalui doa-doa yang dilantunkan dalam keheningan.

Fathir mengambil air wudhu dan menunaikan shalat Tahajjud. Dalam sujudnya, ia berdoa dengan tulus,

"Ya Allah, jika dia memang takdirku, dekatkanlah hatinya padaku dengan cara yang Engkau ridhoi. Tapi jika dia bukan untukku, tolong jauhkan rasa ini tanpa menyakitiku ataupun dirinya."

Di waktu yang hampir bersamaan, Arpa juga melantunkan doa serupa.

"Ya Allah, bimbing aku untuk menjaga hati ini. Jangan biarkan aku mencintai sesuatu melebihi cinta-Mu."

Mereka sama-sama sadar, cinta yang sejati bukan tentang memiliki, tapi tentang menjaga dan merawatnya dalam doa.

 

Malam itu mengajarkan mereka satu hal penting: terkadang, jarak bukan musuh dari cinta. Justru jarak adalah penjaga terbaik agar hati tetap bersih dan suci.

Karena cinta yang baik adalah cinta yang dipelihara oleh Allah, bukan oleh nafsu manusia.

“Doa dalam diam adalah bukti cinta yang paling tulus.”

1
Uryū Ishida
Gemesin banget! 😍
✨♡vane♡✨
Baca cerita ini adalah cara terbaik untuk menghabiskan waktu luangku
Dandelion: Jangan bosan ya bacanya
total 1 replies
KnuckleBreaker
Bagus banget! Aku jadi kangen sama tokoh-tokohnya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!