Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Oh Ternyata
Vale menggeleng. Lalu mengembuskan napas panjang sebelum melontarkan jawaban.
"Tidak," ucapnya singkat.
Riu tak menyahut. Lebih memilih diam dan menunggu Vale bicara lagi.
"Aku juga punya alasan kenapa buru-buru nikah. Bahkan, tidak pikir panjang saat tahu kamu mencari calon istri. Langsung saja aku ngomong sama Papa," sambung Vale.
"Alasan? Apa?" tanya Riu.
"Kekasihku berkhianat. Sudah empat tahun kami pacaran, tapi dengan mudahnya dia selingkuh hanya karena aku tidak mau melayani hasratnya. Aku sakit hati dan kecewa, makanya memilih nikah. Agar dia tahu kalau aku juga bisa mencari penggantinya." Vale akhirnya jujur. Pikirnya, Riu juga punya tujuan, jadi dia pula tak usah berpura-pura lagi.
Riu tertawa. Untuk pertama kalinya Vale melihat itu. Setelah sebelumnya hanya memasang tampang dingin.
"Apanya yang lucu?"
"Tak kusangka, wanita cerdas dengan gelar master seperti kamu, ternyata pikirannya dangkal juga." Riu melipat tangan di dada. "Kamu pikir dengan menikah semua masalah akan selesai? Jika pacarmu sudah berkhianat, pernikahanmu tidak akan berpengaruh apa-apa padanya. Justru masa depanmu sendiri yang dipertaruhkan. Menurutmu, apa itu cukup baik?" lanjutnya.
"Masa bodoh dengan itu. Yang penting aku bisa memamerkan pernikahanku padanya. Aku bisa membuktikan kalau aku baik-baik saja tanpanya. Bahkan, lebih baik."
"Bukannya itu sama saja dengan membohongi diri sendiri?" Riu menaikkan kedua alisnya. Detik ini, dia mulai merasa bahwa Vale adalah wanita yang cukup menarik.
"Tidak." Vale menggeleng. "Kamu tuan muda di keluarga Brox, tampan dan kaya. Tidak rugi juga menjadi istri kamu," sambungnya, tak mau kalah.
"Tapi, aku cacat."
"Tidak masalah." Pikir Vale, cukup bagus karena dengan begitu dia tidak perlu melakukan hal-hal intim.
Riu tersenyum tipis. Lalu mencondongkan tubuhnya hingga lebih dekat dengan Vale.
"Baiklah, aku sudah mengerti. Aku tidak akan mengusik tujuanmu. Tapi, satu hal yang harus kamu pegang, jangan pernah mengekspos wajahku pada kekasihmu, apalagi ke publik. Tunggu aku bisa mengungkap kejahatan Kakak, baru kamu bebas melakukan itu."
Vale berpikir sejenak, lalu mengangguk setuju. Kalaupun tidak mengekspos wajah, tapi yang penting bisa memamerkan cincin dan buku nikah.
"Kalau begitu aku juga punya satu permintaan," ujar Vale.
"Katakan!"
"Kamu tidak boleh berbuat macam-macam padaku tanpa izin dariku. Kita memang suami istri, tapi sekarang masing-masing sudah tahu apa tujuan pernikahan ini. Jadi, kurasa kita cukup menjalin hubungan baik dalam hal-hal yang biasa. Selebihnya ... jangan dulu."
Vale memanfaatkan kesempatan untuk membentengi diri, karena Riu hanya lumpuh kaki. Anggota badan lainnya aman. Bisa saja dia raba sana raba sini, cium sana cium sini. Tidak. Vale tidak mau itu terjadi, kecuali nanti memang ada cinta di antara mereka.
Ah, cinta, memangnya ia masih pantas diagungkan? Entahlah.
Di hadapannya, Riu menyembunyikan senyuman lebar. Benar-benar menarik, pikirnya kala itu.
"Sebenarnya, apa pun tujuan pernikahan hal-hal semacam itu tidak perlu dibatasi. Karena terus terang saja, kedua pihak juga butuh itu. Tapi ... dengan keadaan kita yang seperti ini, aku meluluskan permintaanku. Hanya saja, ada syaratnya," ucap Riu, membuat Vale mengernyitkan kening.
"Syarat apa?"
Riu tersenyum miring, "Itu berlaku selama aku lumpuh. Jika suatu saat nanti aku bisa sembuh dan kamu masih bersedia menjadi istriku, kamu haru menjadi milikku ... seutuhnya."
Vale menelan ludah dengan kasar. Tenggorokannya serasa kering ketika mendengar kalimat itu. Tidak hanya suara yang tegas, melainkan juga tatapan yang mematikan. Mau tidak mau, pikiran Vale jadi melayang jauh. Membayangkan adegan apa yang kiranya alan terjadi, jika nanti Riu berhasil sembuh.
"Ah, tidak, tidak. Dia kan lumpuh permanen, mana mungkin bisa sembuh," batin Vale.
"Kamu keberatan?" tanya Riu, membuyarkan pikiran Vale.
"Tidak. Aku ... setuju."
Bersamaan dengan jawaban Vale yang agak gugup, Riu tersenyum penuh kemenangan. Dalam hatinya dia berjanji, sampai kapanpun dia tidak akan melepaskan Vale. Wanita itu telah datang padanya, dengan sejuta pesona yang berhasil mencuri perhatiannya. Jadi, apa pun keadaannya nanti, Vale harus tetap menjadi miliknya.
Sayangnya, Vale tak bisa membaca apa yang ada di pikiran Riu.
__________
Dua hari setelah menikah, Vale mulai mempersiapkan kariernya. Berbekal pendidikan yang tinggi, dia memasukkan beberapa nama perusahaan yang menjadi targetnya. Semua yang terdaftar adalah perusahaan-perusahaan besar yang hampir sebanding dengan perusahaan milik keluarga Brox.
Sementara menunggu kabar dari lamaran yang ia ajukan nanti, Vale akan membantu pekerjaan sang ayah, yakni mengelola perusahaan kecil yang berada dalam naungan Grup Brox.
Dalam dua hari ini, tidak banyak yang terjadi antara Vale dengan Riu. Mereka makan bersama, berbincang bersama, juga tidur di kamar yang sama, namun beda ranjang. Bahkan, Riu juga membantu merekomendasikan perusahaan-perusahaan yang kiranya cocok untuk Vale.
Demi kelancaran rencana balas dendamnya pada sang kakak, Riu memang menempatkan Vale di perusahaan lain, yang tentunya masih ada hubungan kerja sama dengan Brox.
Malam ini, usai makan bersama, Vale mendorong kursi roda Riu menuju ruang kerjanya. Ada sedikit tugas yang harus dikerjakan saat itu juga.
"Kamu tidurlah lebih dulu, tidak perlu menungguku!" ujar Riu sambil menatap Vale sesaat.
"Tidak apa-apa, aku terbiasa tidur malam." Vale tersenyum manis. Bukan untuk Riu, melainkan untuk gambar yang sudah terpampang di layar ponsel.
Sedetik yang lalu, dia berhasil mengambil gambar yang cukup menarik, yakni tangannya dan tangan Riu yang saling berdekatan di atas meja.
"Sekali dua kali kamu bisa diam, tapi jika berkali-kali, aku yakin kamu tidak akan tahan. Empat tahun bukan waktu yang sebentar, tidak akan mudah menghapus kenangan itu sekalipun kamu sudah ada pengganti," batin Vale sambil mengunggah gambar tersebut ke dalam story-nya, yang dikhususkan untuk Kelvin seorang.
Sebelumnya, dia sudah mengunggah buku pernikahan. Nama Riu sengaja ditutup dengan jarinya, sekalian memamerkan cincin nikah yang melingkar indah di jari manisnya. Lalu, foto Riu yang sedang tidur. Vale rela bangun pagi hanya untuk mengambil gambar tersebut. Sebentuk tubuh yang berbalut selimut tebal, dan tangan Vale seolah menyibak selimutnya. Pemandangan pagi yang apik, menghiasi laman story-nya kemarin.
'Menemani suami lembur', tulis Vale di unggahan itu, lengkap dengan stiker love.
"Kamu pasti melihat ini, Kelvin, dan aku yakin kamu tidak menyukainya," batin Vale penuh percaya diri. Sangat sabar dia menunggu sampai kontak Kelvin muncul di jumlah penayangan.
Sementara itu, di tengah hiruk pikuk Kota London, Kelvin mencengkeram erat ponselnya. Unggahan Vale sejak kemarin, sungguh mengacaukan hatinya. Tak dipungkiri, Kelvin merasa cemburu.
Sejauh ini, cinta untuk wanita itu masih ada. Namun, keadaan yang kurang mendukung. Selain prinsip Vale yang menurutnya kolot, Kelvin juga sering didesak untuk mencari pasangan yang menguntungkan secara finansial. Orang tuanya tidak rela jika Kelvin menikah dengan wanita yang secara materi berada di bawahnya.
"Kelvin! Kenapa diam saja? Jangan bilang kamu masih memikirkan kekasihmu itu!" bentak Annisa Brox—ibu kandung Kelvin—anak sulung di keluarga Brox.
Bersambung...