Terkadang kenyataan tidak sejalan dengan keinginan, Letnan Dallas menginginkan kekasih yang usianya tidak jauh berbeda dengannya tapi harus bertemu dengan perempuan yang usianya terpaut jauh di bawahnya. Semua terjadi karena dirinya trauma memiliki kekasih yang kekanakan di masa lalu.
Tak jauh berbeda dengan Letnan Dallas, Letnan Herca pun akhirnya terpaksa berkenalan dengan seorang wanita pilihan orang tuanya terutama Opa sebab cemas jika Letnan Herca akan salah arah. Penyebabnya tak jauh karena beliau tidak pernah melihat Letnan Herca bersama seorang gadis.
Lantas jika jodoh di tangan Opa, lantas siapa berjodoh dengan siapa dan prahara apa yang akan terjadi terkait masa lalu Bang Herca dengan seorang gadis berinisial Y.
Harap skip jika tidak sanggup dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Sisi lain.
Melihat kondisi Dindra yang tidak begitu baik, Bang Herca mengajaknya untuk kembali ke mess transit tapi di tengah perjalanan, Dindra melihat pasar di pesisir kota dan begitu ramai.
"Itu ramai apa?"
"Pasar pesisir. Ada banyak makanan dan permainan kecil. Memangnya kamu nggak pernah lihat?" Tanya Bang Herca.
Dindra menggeleng cepat tapi arah matanya terus memperhatikan pasar pesisir tersebut. Tak menunggu waktu lama Bang Herca mengarahkan mobilnya menuju pasar tersebut.
Dindra menoleh karena Bang Herca memarkir mobilnya disana. Dengan semangat Dindra membuka pintu mobilnya. Senyumnya mengembang dan Bang Herca begitu terpana.
"Subhanallah..!!" Bang Herca mengusap dadanya. Betapa saat ini dirinya memuji kebesaran Allah yang telah menciptakan gadis secantik Kanjeng Gusti Ayu Radindra. "Hhhfffhhh..!!" Memudarkan rasa gelisah, Bang Herca mengikuti kemana langkah Dindra berjalan.
Baru saja tiba, Dindra melihat ada seorang pria mengejar seorang anak yang membawaa lari sebutir telur. Pria tersebut membawa celurit. Tanpa rasa takut Dindra menghadangnya tapi kenekatan Dindra membuat kecemasan tersendiri dalam hati Bang Herca.
"Kamu jangan ikut campur, wanita gila. Apa kamu membela maling??????" Bentak pria tersebut.
"Berani kau bentak istri saya, saya cincang habis kulitmu..!!!" Ancam Bang Herca tak kalah menakutkan. Bang Herca menarik Dindra ke belakang punggungnya tapi Dindra berlari mencari si pria kecil pencuri telur yang nyaris di hakimi massa. "Allahu Akbar, deeekk..!!!" Perhatian Bang Herca kini beralih pada Dindra.
"Apa kalian tidak malu menghakimi anak kecil. Umurnya masih sekitar di bawah lima tahun. Dia kelaparan dan kalian mempermasalahkan sebutir telur????" Bentak Dindra.
"Tapi dia sudah berulang kali melakukannya. Kami hanya sekedar memberinya syok terapi."
"Syok terapi kalian lebih layak untuk manusia dewasa, bukan balita. Saya tidak bilang mereka tidak salah, tapi cara kalian memperlakukan manusia.. jelas salah." Ucap Dindra tegas tanpa jeda.
Bang Herca begitu terkesima melihat keberanian dan ketegasan Dindra. Gadis itu telah menyentuh hatinya dengan cara yang lain.
"Siapa saja yang pernah di rugikan keluarga adik ini, silakan hubungi Letnan Herca di Batalyon Pesisir, beliau yang akan menggantinya..!! Beliau adalah suami saya..!!" Ujar Dindra lirih mengucapkan kata terakhirnya.
Terlihat bapak pedagang kerak telor tersebut mulai takut. Kini Bang Herca mendekati Dindra lalu merangkulnya.
"Saya Letnan Herca, besok saya tunggu di kantor Batalyon." Ucapnya memperkenalkan diri.
...
Usai menyelesaikan masalahnya. Bang Herca datang membawa bahan pokok dan memberi sejumlah uang untuk nenek si anak balita tersebut. Memang pada kenyataannya keluarga tersebut hidup pada garis kemiskinan.
Bang Herca kembali tak sanggup berkata-kata melihat Dindra menyuapi pria kecil yang berada di pangkuannya. Nampak cantik alami dan memiliki jiwa keibuan. Jelas sekali aura seorang putri yang sesungguhnya.
Setelah semua beres, Dindra memilih untuk pamit.
"Terima kasih banyak Bapak dan Ibu atas bantuannya, semoga Allah membalas kebaikan Bapak Ibu sekalian dan semoga Bapak Ibu segera mendapatkan momongan." Kata nenek dari balita tersebut.
Sungguh ada sentilan kuat pada perasaan Bang Herca, relung hatinya yang terdalam tersentuh. "Aamiin Ya Rabbal Alamin." Ucapnya lirih.
:
"Maaf, Om Her terpaksa keluar uang kalau besok banyak orang yang datang ke Batalyon. Dindra punya perhiasan emas di tas. Om jual saja sebagai gantinya." Kata Dindra.
"Saya tidak butuh uang dan perhiasanmu."
"Bagaimana cara Dindra menggantinya?" Tanya Dindra.
"Berikan saya surat An nisa ayat tiga puluh empat..!!" Jawab Bang Herca.
Dindra menoleh lalu menatap jalanan, belum menjawabnya dan hal itu semakin membuat Bang Herca gelisah.
"Dindra bukankah wanita yang baik, yang sempurna dan pasti jauh dari harapan Om Herca. Mungkin setelah Om Herca tau masa lalu Dindra, di saat itu juga Om Herca akan membuang Dindra. Jadii.. sebelum semuanya terjadi, kita sudahi saja semuanya..!!"
Hanya nafas mereka berdua yang terdengar. Dindra menitikan air mata tapi segera menghapusnya.
"Hari ini pasti melelahkan sekali buatmu. Mau makan malam apa?" Tanya Bang Herca mencoba mencairkan suasana. Bang Herca mengusap perut Dindra. Tidak seperti biasanya, Dindra tidak menolaknya. "Soto Banjar mau?"
Dindra mengangguk.
...
Sakit perut Dindra mulai berkurang. Ternyata tidak ada salahnya mengikuti perkataan Bang Herca. Makanan berempah dan jahe hangat nyatanya dapat mengurangi rasa sakit perutnya.
"Besok kita masih harus menghadap para KaSie untuk melanjutkan pengajuan nikah. Mudah-mudahan kamu sudah sehat." Kata Bang Herca.
"Besok Dindra sakit gigi." Jawab Dindra.
Bang Herca menunduk menahan tawanya tapi kemudian kembali pada ekspresi wajah dinginnya.
"Oke, saya akan datangkan dokter untuk memeriksa gigimu di tambah dokter umum untuk memastikan kamu sehat setelahnya."
"Hmm.. Dindra ikut saja ke kantor Om Her."
"Kalau sakit ya nggak apa-apa. Tapi pengajuan nikahnya molor jadi tiga bulan." Canda Bang Herca.
"Haaaaaaaaaaa.."
\=\=\=
Sudah satu minggu lebih hari berlalu para gadis mulai lelah dengan segala tahapan pengajuan nikah. Pagi hingga malam tiba hanya berkutat pada map dan serangkaian hafalan yang memusingkan.
Rigi mulai menangis sesenggukan dan Dindra sudah bersandar tak sanggup lagi untuk berjalan.
"Sebenarnya apa gunanya pengajuan nikah??? Apa mereka tidak percaya kalau kita ini manusia biasa?? Apa mereka menyangka kita ini keturunan leak??" Ujar kesal Dindra sudah tak terkendali.
"Guna pengajuan nikah adalah untuk memperjelas statusmu di mata hukum dan militer. Semua juga untuk melindungimu, kamu dan seluruh silsilah keluargamu tidak masuk dalam riwayat pelanggaran dalam negara...."
"Kalau sudah jelas tidak ada lalu kenapa harus di persulit???" Pekik Dindra.
"Tidak di persulit. Beberapa pejabat KaSie tidak ada di tempat. Kita harus sedikit sabar menunggu." Jawab Bang Herca.
Dengan sedikit memaksa, Dindra melangkah keluar dari kamar mess B. Segera Bang Herca kembali menenangkannya.
"Deek..!!" Bang Herca menarik lengan Dindra hingga gadis itu jatuh ke dalam dekapannya. "Sabar..!! Prosesnya hanya tinggal kamu bertemu dengan para ibu pengurus cabang dan test kesehatan. Sudah..!!"
"Kalau Dindra penyakitan, lalu harus di batalkan semua???? Lebih baik batalkan saja dari sekarang." Dindra berontak dan terus berusaha lepas dari Bang Herca.
Terang saja Bang Herca tidak melepaskannya, ia tetap memeluk erat Dindra. "Saya tidak akan membatalkan pernikahan kita. Di antara saya dan kamu, hanya maut yang bisa memisahkan dan saya harap kelak 'disana', saya hanya menemukan kamu sebagai bidadari saya.. Dindra istriku tercinta."
Dindra tersentuh dan menahan tangisnya. Ia sengaja memalingkan wajahnya. "Basi, mengutip darimana?"
"Daritadi." Jawab Bang Herca malas tapi dirinya jelas tau jika Diandra sudah tidak bisa menahan tangisnya.
"Dindra tidak akan tertipu, semua laki-laki sama saja." Dindra mengalihkan wajahnya karena Bang Herca terus memperhatikan dirinya.
"Tidak sama donk. Kalau saya dan Dallas sama, pasti kamu dan Rigi sudah memperebutkan saya." Ujar Bang Herca sengaja menggoda Dindra.
.
.
.
.