Seorang wanita yang hilang secara misterius, meninggalkan jejak berupa dokumen-dokumen penting dan sebuah jurnal yang penuh rahasia, Kinanti merasa terikat untuk mengungkap kebenaran di balik hilangnya wanita itu.
Namun, pencariannya tidak semudah yang dibayangkan. Setiap halaman jurnal yang ia baca membawanya lebih dalam ke dalam labirin sejarah yang kelam, sampai hubungan antara keluarganya dengan keluarga Reza yang tak terduga. Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Di mana setiap jawaban justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan.
Setiap langkah membawanya lebih dekat pada rahasia yang telah lama terpendam, dan di mana masa lalu tak pernah benar-benar hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aaraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan
Perpustakaan kota di sore hari selalu menjadi tempat favorit Kinanti. Aroma kertas tua bercampur dengan dinginnya AC dan wangi kayu dari rak-rak tinggi yang berjajar rapi menciptakan suasana yang membuatnya betah berlama-lama. Hari ini, dengan jurnal Kartika tersimpan aman dalam tas selempangnya, dia datang dengan misi khusus, yaitu mencari informasi tentang gerakan dokumentasi rahasia pada masa revolusi.
"Maaf, rak sejarah perjuangan kemerdekaan ada di sebelah mana ya?" tanya Kinanti pada petugas perpustakaan yang tengah menata buku.
"Lantai dua, bagian pojok kanan," jawab petugas itu sambil tersenyum. "Tapi sebagian besar sudah dipinjam oleh pengunjung yang di sana itu," tambahnya sembari menunjuk ke arah seorang pemuda yang duduk di sudut ruangan.
Kinanti menoleh dan melihat tumpukan buku sejarah memenuhi meja di hadapan seorang pemuda berseragam SMA yang sama dengannya. Namun wajah pemuda itu tidak terlihat jelas karena tertutupi buku-buku yang sedang ia baca.
Dengan sedikit kecewa, Kinanti memutuskan untuk tetap mencari di rak Sejarah walau tinggal bersisa beberapa buku saja.
"Arsip tahun 1945 sampai 1950," gumamnya sambil menelusuri label-label di punggung buku yang tersisa. Jari-jemarinya yang lentik menyusuri deretan buku dan dokumen yang berdebu, mencari petunjuk apa pun tentang Kartika.
Tiba-tiba, sebuah suara mengejutkannya.
"Mencari sesuatu?"
Kinanti menoleh dan mendapati seorang pemuda tinggi berdiri agak jauh di belakangnya. Dia mengenali pemuda itu – Reza Aditya Pratama, ketua OSIS yang terkenal di sekolahnya.
"Oh, hai," Kinanti mencoba menyembunyikan keterkejutannya.
"Aku sedang mencari informasi tentang periode 1945-1950." Jawabnya sedikit kikuk.
Reza mendekat, matanya berbinar tertarik.
"Kebetulan sekali. Aku juga sedang meneliti periode yang sama untuk tugas sejarah keluarga." Dia menunjuk sebuah buku tebal yang ada di meja sudut ruangan.
Kinanti tidak menyangka, ternyata pemuda yang tadi ia lihat sedang menguasai semua buku Sejarah di sudut ruangan itu adalah Reza.
"Ayo, kau mungkin bisa menemukan apa yang kau cari di sana.” Lanjut Reza mengajak Kinanti untuk menuju ke sudut ruangan dimana ia membaca semua buku sejarah tadi.
Dengan ragu-ragu, Kinanti berjalan mengikuti Reza.
"Um, terima kasih... Ngomong-ngomong, aku Kinanti."
"Aku tahu," Reza tersenyum. “Kamu yang di kelas 12 IPA 2 kan? Kita pernah sekelas di lintas minat sejarah, ingat?"
Kinanti mengangguk, sedikit terkejut Reza mengetahui namanya padahal mereka tidak pernah berinteraksi meskipun dalam satu kelas yang sama.
"Duduklah," Reza menunjuk kursi di seberangnya.
"Kebetulan aku juga sedang meneliti periode yang sama. Mungkin kita bisa saling sharing informasi?"
Kinanti duduk dengan hati-hati, mengamati buku-buku yang berserakan di meja. Matanya menangkap judul-judul yang familiar belakangan ini setelah menemukan jurnal Kartika.
"Gerakan Bawah Tanah 1945", "Dokumentasi Revolusi", "Para Mata-mata Kemerdekaan"
"Jadi," Reza membuka pembicaraan sambil membuka bukunya,
"Kamu tertarik dengan sejarah perjuangan juga?" tanya Reza sambil menggeser beberapa buku ke arah Kinanti.
"Sebenarnya..." Kinanti ragu sejenak, tangannya menggenggam erat jurnal Kartika di dalam tas.
Haruskah dia mempercayai Reza? Tapi ada sesuatu dalam cara pemuda itu berbicara tentang sejarah yang membuatnya merasa aman.
Setelah banyaknya pertimbangan, akhirnya ia memutuskan untuk jujur.
"Aku sedang mencari informasi tentang seseorang. Namanya Kartika."
Buku di tangan Reza mendadak terjatuh mendengar jawaban Kinanti.
"Kartika? Kartika yang anggota tim dokumentasi rahasia itu?" Tanya Reza dengan antusias.
Kini giliran Kinanti yang terkejut mendengarnya.
"Kamu tahu tentang dia?"
Reza mengangguk pelan, matanya menyiratkan ketertarikan mendalam.
"Dulu kakekku sering bercerita tentangnya. Mereka... mereka bekerja sama dalam organisasi rahasia yang mendokumentasikan perjuangan kemerdekaan."
"Tunggu," Kinanti mencondongkan tubuhnya ke depan, "kakekmu kenal dengan Kartika?"
"Lebih dari kenal," Reza menurunkan suaranya sembari mengambil selembar foto dari dompetnya.
"Lihat ini."
Foto hitam putih yang sudah menguning itu menunjukkan sekelompok orang muda berpakaian sederhana, berdiri di depan sebuah gedung tua. Di tengah foto, Kinanti melihat wajah yang sangat mirip dengannya – Kartika – dan di sampingnya...
"Ini kakekku," Reza menunjuk seorang pemuda tinggi yang berdiri di samping Kartika.
"Mereka adalah rekan seperjuangan. Kartika adalah koordinator tim dokumentasi untuk wilayah Jawa Tengah. Kakekku, Pratama Widjaya, adalah salah satu agen terbaik mereka."
Kinanti merasakan jantungnya berdebar kencang.
"Reza... Kartika itu adalah kakak dari nenekku."
Keheningan menyelimuti mereka. Suara-suara di perpustakaan seolah menjauh, menyisakan mereka berdua dalam gelembung waktu yang terasa berhenti.
"Jadi..." Reza akhirnya berbicara.
"Ini yang dinamakan takdir? Kita, cucu dari dua orang yang berjuang bersama, bertemu di sini?"
Mereka bertukar pandang, menyadari bahwa pertemuan ini bukan kebetulan belaka. Di luar jendela perpustakaan, matahari mulai tenggelam, menciptakan bayangan panjang di antara rak-rak buku.
"Kemarin, Aku menemukan sesuatu," akhirnya dia berkata sembari mengeluarkan jurnal Kartika.
"Tentang kakak dari nenekku, Kartika."
Mata Reza melebar saat Kinanti membuka jurnal itu.
"Aku menemukan ini kemarin di rumah Eyang Karso. Ada banyak catatan tentang misi-misi rahasia, tapi juga banyak bagian yang masih misterius."
Reza mengamati jurnal itu dengan mata berbinar.
"Ini... ini harta karun sejarah, Kinanti. Kakekku punya beberapa foto dan dokumen juga di rumah. Mungkin kalau kita gabungkan informasinya..."
"Kita bisa mengungkap apa yang sebenarnya terjadi pada Kartika," Kinanti melanjutkan kalimat Reza.
Mereka menghabiskan dua jam berikutnya dengan membandingkan catatan, mencocokkan tanggal, dan menemukan bahwa Kartika dan Pratama adalah bagian dari organisasi rahasia yang sama – sebuah kelompok yang bertugas mendokumentasikan perjuangan kemerdekaan dan menyimpan bukti-bukti penting.
"Lihat ini," Reza menunjuk sebuah catatan di jurnal Kartika. "Tanggal 15 Agustus 1946, Kartika menulis tentang misi berbahaya dengan 'P.W.' – pasti itu kakekku, Pratama Widjaya."
"Dan di catatan kakekmu," Kinanti menambahkan, "ada detail tentang sistem kode yang mereka gunakan. Kode yang sama yang muncul di beberapa halaman jurnal Kartika!"
Langit di luar sudah mulai gelap ketika mereka akhirnya menyadari waktu. Penjaga perpustakaan sudah mulai mematikan beberapa lampu, memberi tanda bahwa perpustakaan akan segera tutup.
"Ini bukan kebetulan," kata Reza sambil membereskan bukunya.
"Kita harus menyelidiki ini lebih jauh. Kakek selalu bilang ada rahasia besar yang belum terungkap."
Kinanti mengangguk setuju.
"Besok Sabtu," kata Reza sambil mengeluarkan ponselnya, "aku akan membawa beberapa peninggalan kakekku."
Kinanti mengangguk bersemangat. "Aku akan ajak Eyang Karso juga.”
Reza mengangguk puas, "Mungkin sudah waktunya kita menyelesaikan misi yang Kartika tinggalkan," tambahnya dengan senyum penuh arti
Saat mereka membereskan buku-buku, Kinanti tidak bisa menahan senyum. Dalam satu hari, pencarian tentang Kartika telah membawanya pada sekutu tak terduga. Dan entah mengapa, melihat semangat yang terpancar dari mata Reza, dia yakin ini baru permulaan dari petualangan yang jauh lebih besar.
Mereka berjalan keluar perpustakaan bersama. Matahari sudah hampir tenggelam sepenuhnya, menyisakan semburat oranye di langit kota. Kinanti merasakan sesuatu yang berbeda – seolah takdir telah membawanya bertemu Reza untuk sebuah alasan yang lebih besar.
"Sampai jumpa besok," kata Reza saat mereka berpisah di depan perpustakaan. "Oh, dan Kinanti..."
“Ya?”
“Hati-hati dengan jurnal itu. Menurut cerita kakek, ada banyak pihak yang menginginkan dokumen-dokumen seperti itu."
Kinanti mengangguk paham dan segera memegang dengan erat tas berisi jurnal Kartika itu.
“Dan satu hal lagi…” ucap Reza.
“Terima kasih sudah mempercayaiku dan menceritakan semua ini, terima kasih sudah membuat sejarah terasa hidup kembali."
Kinanti tersenyum, dan masih menggenggam erat jurnal Kartika dalam pelukannya.
"Sampai jumpa besok," kata Reza sebelum mereka berpisah di gerbang perpustakaan.
Dalam perjalanan pulang, Kinanti tidak bisa berhenti memikirkan pertemuan hari ini. Bukan hanya tentang hubungan mengejutkan antara Kartika dan kakek Reza, tapi juga tentang misteri yang sepertinya semakin dalam. Dan entah mengapa, dia merasa bersyukur tidak harus menghadapi semua ini sendirian.
Di langit, bintang-bintang mulai bermunculan, seakan-akan ikut menyaksikan lahirnya sebuah kisah baru yang akan mengubah hidup mereka selamanya.
Awas ya kalau Hiatus Author.. Cerita nya bagusss Bangettt😭♥️♥️♥️
semangat nulis thor💪