Cerita ini kelanjutan dari novel "Mencari kasih sayang"
Pernikahan adalah ibadah terpanjang karena dilakukan seumur hidup. Pernikahan juga disebut sebagai penyempurnaan separuh agama.
Dua insan yang telah di satukan dalam ikatan pernikahan, tapi kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Hari memiliki rahasia yang dapat menghancurkan kepercayaan Resa. Apakah dia dapat bertahan?
Resa menemukan kebenaran tentang Hari yang telah menyembunyikan kebenaran tentang status nya. Resa merasa dikhianati dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah dia harus memaafkan Hari atau meninggalkannya?
Apakah cinta Resa dan Hari dapat bertahan di tengah konflik dan kebohongan? Apakah Resa dapat memaafkan Hari dan melanjutkan pernikahan mereka?
Apakah mereka akan menemukan kebahagiaan atau akan terpisah oleh kebohongan dan konfliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11 Fakta yang menyakitkan
"Pak, malam ini aku izin bawa Resa pindah, untuk sementara sebelum beli rumah sendiri. Kami akan tinggal di rumah Paman Surya, yang sempat bapak sambangi tempo lalu," kata Hari.Nurdin menatap menantunya dengan ekspresi wajah tak terbaca.lalu Hari melanjutkan perkataannya.
"Sebenarnya kemarin ada yang mau jual rumah tapi setelah di lihat-lihat, tempatnya terpencil. Saya khawatir meninggalkan Resa, mungkin akan kesepian saat saya tinggal bekerja," jelas Hari.
Resa menghela napas, merasa berat meninggalkan kampung halaman yang asri dan nyaman. "Sebenarnya aku betah tinggal di kampung ini, suatu saat kalau punya rumah juga pengennya di sekitar sini aja," kata Resa.
Pak Nurdin tersenyum, memahami perasaan anaknya. Dia tahu bahwa Resa selalu menyimpan sendiri masalah yang ia hadapi, hingga tak berani berkeluh kesah walau kepada ayahnya sendiri. Sehingga dia mengambil keputusan besar untuk berumah tangga di usianya yang masih terbilang remaja.
Pak Nurdin menatap anak dan menantunya dengan mata yang penuh kasih sayang. "Iya, nak, gak papa, bapak gak bisa larang soalnya sekarang Resa sudah jadi tanggung jawab kamu," kata Pak Nurdin.
"Makasih, pak," kata Hari dengan nada yang hormat.
"Titip anak bapak ya, dia orangnya introvert, sulit untuk beradaptasi di lingkungan baru," kata Pak Nurdin.
"Tentu, pak, makanya saya bawa pindah ke rumah Paman, soalnya kalau di rumah orang tua, adik dan kakak saya tinggal serumah juga, takutnya Resa gak nyaman tinggal bersama mereka," jelas Hari.
Resa menghela napas, merasa berat meninggalkan kampung halaman yang asri dan nyaman. "Sebenarnya aku betah tinggal di kampung ini, suatu saat kalau punya rumah juga pengennya di sekitar sini aja," kata Resa dengan nada yang lembut.
Pak Nurdin tersenyum. "Iya, nak, nanti bapak carikan ya, siapa tahu ada yang mau jual tanah atau rumah sekitaran sini."
"Makasih, pak, kalau gitu kami pamit, mau berangkat sekarang aja," kata Hari mengakhiri percakapan.
"Iya, silahkan, hati-hati di jalan," kata Pak Nurdin mengantar kepergian anak dan menantunya.
Resa keluar dengan membawa satu koper penuh barang-barangnya. Sebelumnya, berpamitan pada semua orang, dia menyalami ibu dan bapaknya, kemudian merangkul Tina yang berdiri di samping bapaknya.
"Kamu baik-baik ya, titip Dian, jangan biarkan dia sering menyendiri," bisik Resa.
"Iya, teh, tenang aja, sering-sering main ke sini juga, jangan mentang-mentang punya tempat pulang baru, lupa sama kita," lirih Tina dengan nada yang bergurau.
Gadis itu menatap lekat rumah ayahnya dengan membatin.
"Aku adalah anak kedua, Hadir di tengah cerita mereka, Namun langkahku sering terlupa, Seakan hadirku tak bermakna.
Senyumku tenggelam di keramaian, Suaraku hilang di percakapan, Seolah aku hanyalah bayangan, Di rumah yang seharusnya jadi pelukan.
Mereka sibuk membangun dunia, Tapi lupa ada aku di sudut sana, Menanti harap yang tak kunjung tiba, Dingin, sunyi, membekap jiwa.
Aku mencoba kuat berdiri, Meski ini melukai hati,kini kutemukan arti, Bahwa aku bisa berdiri tanpa mereka lagi.
Aku adalah anak kedua, Bukan cerita yang ingin mereka dengar, Tapi aku akan terus mekar, Dalam luka, aku menemukan sinar.
Resa tersenyum, tangannya mengelus pundak adiknya, kemudian dia melangkah mendekati Hari yang sudah menunggunya di atas motor.kendaran itu melaju dengan kecepatan sedang,tak berselang lama Motor berhenti di sebuah rumah sederhana di tengah kota.
Kedatangan Resa disambut oleh ibu mertuanya, Ibu Tika, dan adik iparnya, Yeni, yang ikut menyambut Resa dengan senyum hangat.
Resa memandang rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya sementara ini. Rumah itu terlihat sederhana, tapi terawat dengan baik. Resa bisa melihat beberapa tanaman hijau di halaman depan, yang menambahkan kesan asri dan nyaman.
Di dalam rumah, terdapat ruangan yang luas. Ruangan itu dihiasi dengan furnitur yang sederhana, seperti meja dan kursi, serta beberapa dekorasi yang dibuat oleh tangan sendiri.
Di sudut ruangan, terdapat sebuah jendela yang besar yang membiarkan cahaya matahari masuk dan menerangi ruangan. Di luar jendela, terdapat sebuah taman kecil yang dipenuhi dengan bunga-bunga yang berwarna-warni.
Suasana di rumah itu sangat tenang dan damai, dengan suara-suara alam yang terdengar dari luar. Di dalam rumah, terdapat aroma yang lezat dari masakan yang sedang dimasak di dapur.
Rumah sederhana itu memang tidak memiliki kemewahan atau keindahan yang luar biasa, namun ia memiliki sesuatu yang lebih berharga, yaitu suasana yang hangat dan nyaman, serta cinta dan kasih sayang yang terdapat di dalamnya.
Ibu Tika tersenyum dan membuka pintu rumah. "Selamat datang, Resa. Silakan masuk, anakku."
yeni, adik ipar Resa, juga menyambut dengan hangat. "Hai, Resa! Senang kamu sudah sampai. Aku sudah menyiapkan kamar untuk kamu."
Resa merasa lega dan berterima kasih atas sambutan yang hangat dari keluarga suaminya. Dia memasuki rumah dan memulai kehidupan barunya di tempat yang baru.
Namun senyum merekahnya sirna tatkala seorang anak perempuan lari memeluk suaminya dengan memanggil "Ayah". Deg! Pemandangan itu membuat dadanya terasa sesak. Dengan gemetar, gadis itu duduk di kursi dengan pandangan yang masih tertuju pada sosok suami dan seorang anak yang bergelayut manja.
"Ya Allah, cobaan apa lagi yang akan aku hadapi?" batin Resa, tangannya meremas dada yang terasa bergemuruh. Dia mengedipkan mata berulang kali, mencoba menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata agar tak jatuh.
Berusaha menguatkan diri, namun dirinya yang rapuh tak bisa menyembunyikan rasa kecewa yang amat melukai dirinya. Resa merasa seperti telah ditikam dari belakang, rasa sakit yang tak terbayangkan sebelumnya. Dia tidak bisa memahami mengapa suaminya tidak pernah memberitahukannya tentang anak ini sebelumnya. Apakah ini sebuah rahasia yang telah disembunyikan dari dirinya?
Resa merasa seperti telah kehilangan oksigen, napasnya terasa sesak dan sulit untuk diatur. Dia mencoba untuk berbicara, tapi kata-kata itu terjebak di tenggorokannya. Matanya terus memandang suaminya dan anak itu, mencoba untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Suaminya, Hari, tampaknya tidak menyadari reaksi Resa. Dia masih tersenyum dan memeluk anak itu, berbicara dengan nada yang hangat dan penuh kasih sayang. Resa merasa seperti telah terjebak dalam sebuah mimpi buruk, dan dia tidak tahu bagaimana cara untuk keluar dari situasi ini.
Anak itu, yang tampaknya berusia sekitar 3 tahun, memandang Resa dengan mata yang penasaran. Dia tidak tampak menyadari bahwa Resa sedang mengalami krisis emosi. Resa merasa seperti telah kehilangan kendali atas dirinya sendiri, dan dia tidak tahu bagaimana cara untuk mengembalikan kendali itu.
Hari akhirnya menyadari bahwa Resa sedang mengalami kesulitan. Dia memandang Resa dengan mata yang khawatir, dan berjalan mendekati Resa dengan anak itu masih bergelayut di tangannya.