Dijual oleh ibu tiri ke pada seorang duda kaya berumur 40 tahun tidak serta merta membuat Citara bahagia.
Kekejaman pria beranak dua itu menjadikan Citara sebagai pelampiasan hasratnya.
Sampai sebuah fakta mengejutkan diketahui oleh Citara. Jika, pria yang dinikahinya bukan pria biasa.
Sisi gelap dari pria itu membuat Citara menjulukinya dengan sebutan Monster Salju. Pemarah, dingin, misterius dan mengerikan.
Akankah Citara mampu meluluhkah hati ayah dan anak itu? Simak kisahnya hanya di "Pelampiasan Hasrat Suami Kejam "
Author : Kacan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PHSK 3
Citara buru-buru melangkah ke lemari yang sempat ia buka tadi. Wanita itu menatap deretan baju dengan bingung, semua pakaian bagus itu terlihat sangat pendek dan jika dipakai pasti membentuk tubuh.
"Pakai ini!" perintah Varen tiba-tiba.
Entah sejak kapan Varen berada di belakang Citara. Pria yang mirip monster salju itu mencengkram pundak Citara lalu memutar tubuh wanita itu menjadi ke hadapannya.
Citara bergidik ngeri menatap baju tanpa lengan yang ada di tangan Varen.
Wanita berlesung pipi itu mengambil kain kurang bahan yang disodorkan oleh suaminya dengan wajah tanpa ekspresi.
"Tuan, saya izin ganti baju di kamar mandi," ucap Citara menunduk takut.
"Ini tempat mengganti pakaian. Kenakan di sini, di hadapanku!" Cengkraman tangan Varen di bahu Citara kian menguat.
Wanita berlesung pipi itu sampai meringis kesakitan akibat cengkraman kuat yang ia rasakan.
Akan tetapi, tampaknya Varen tidak memperdulikan hal itu dan malah semakin memperdalam tekanan tangannya pada bahu Citara.
"T-tapi, Tuan." Lutut Citara bergetar hebat.
Citara enggan memakai pakaian super sexy itu, dengan jantung yang berdetak hebat Citara memberanikan diri untuk mengangkat kepala dan menatap mata suaminya.
Pria berusia 40 tahun itu beralih mencengkram kedua pipi Citara. Citara meringis kesakitan, rasa takut mendominasi perasaan Citara.
Sangking takutnya ia tidak berani membuka mata, sebab mata Varen menatapnya dengan tatapan membunuh.
"Kau sudah kubeli, seluruh yang ada ditubuhmu itu milikku. Jadi kau tidak punya hak apa pun dan aku bebas melakukan segala hal pada tubuh ini! PAHAM!" teriak Varen di akhir kalimatnya.
Tubuh Citara bergetar hebat, perasaannya benar-benar tak karuan, ia semakin memejamkan matanya dengan kuat. Sebulir air mengalir dari mata yang terpejam itu.
"Cepat ganti bajumu!" Varen menghempaskan cengkraman tangannya pada kedua pipi Citara dengan kasar sampai wanita itu terhuyung ke kiri.
Dengan menahan tangis Citara melepas kaus yang ia kenakan, ia masih memejamkan matanya. Betapa malangnya nasib yang kini membelenggu Citara.
Kini tangan Citara membuka celana kulot yang ia kenakan dengan tangan gemetar, hanya tersisa dua benda penutup yang melindungi aset penting wanita itu.
"Buka matamu," perintah Varen dengan nada rendah.
Mau tak mau Citara membuka matanya dengan perasaan takut, saat kelopak mata indah itu terbuka, tatapan mata Citara langsung menangkap wajah Varen yang menatapnya dengan datar.
Spontan Citara menutupi tubuhnya dengan menyilangkan tangan di tempat yang sensitif. Ia buru-buru mengenakan pakaian yang dipilihkan oleh monster salju berwujud manusia.
"Nice, sekarang ikut aku!" Varen langsung melangkah pergi begitu memberi titah ke pada Citara.
Citara hanya mampu mengikuti segala perintah dari Varen yang sudah membelinya. Sunggu ia merasa sedih dan tidak memiliki harga diri. Bahkan, ia tidak punya hak atas tubuhnya lagi.
Jika ia bisa memilih, maka dirinya lebih memilih dijadikan ibunya sebagai sapi perah yang bekerja tanpa kenal waktu daripada menjadi istri seorang Varen.
Langkah kaki Citara mengikuti ke mana Varen berjalan, pria itu berhenti di kamarnya, lebih tepatnya Varen duduk di salah satu single sofa yang ada di kamar itu.
"Sekarang menarilah!" perintah pria itu dengan wajah datar.
Hati Citara rasanya menciut, ia menarik napas dengan susah payah. Menari? Sungguh apa yang diperintahkan oleh Varen barusan membuat tenggorokannya tercekat.
"T-tapi Tuan ... saya tidak pandai menari," jawab Citara dengan rasa takut yang teramat besar.
"Menari atau kuhukum!" ucap Varen dengan menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Deg! Deg! Deg!
Debaran jantung Citara tidak karuan, dengan terpaksa wanita itu mulai menggerakkan tangannya, Citara bergerak ke sana dan ke mari.
Ia meliuk-liukkan tubuh bak penggoda, pinggangnya ia hentakkan ke kanan dan ke kiri.
Tak sengaja mata Citara bersitatap dengan mata Varen yang sedang menyaksikan setiap gerakannya, buru-buru Citara mengalihkan penglihatannya.
"Gerakkan pinggulmu lebih kuat!"
Pria di hadapannya benar-benar suka memerintah. Citara kembali melakukan setiap titah yang keluar dari mulut Varen. Wanita itu menggerakkan pinggulnya dengan kaku.
Baju yang membungkus ketat tubuhnya menambah kemolekkan lekukan badan Citara yang memang bagus.
Varen menyalakan cerutunya. Ia menghisap lalu menghembuskan asap itu dengan santai. Sementara itu, Citara mulai lelah karena terus meliuk-liukkan tubuhnya di hadapan Varen.
Bulir keringat mulai membanjiri wajah serta tubuh Citara.
Bugh!
Citara terjatuh lemas di atas lantai dengan kedua tangan menjadi penyanggah tubuhnya. Kaki Citara begitu terasa pegal. Namun, dengan tak punya hati Varen memaksa Citara untuk kembali berdiri.
"T-tuan izinkan saya istirahat sebentar saja," pinta Citara dengan wajah memohon.
"KEMBALI MENARI!" teriak pria yang tidak ingin dibantah itu dengan wajah yang tetap datar.
Tangan Citara membantu tubuhnya untuk bisa kembali berdiri, ia menahan lelah fisik dan batin yang ia rasakan. Padahal baru satu hari ia menjadi istri. Ah! Lebih tepatnya budak pria itu. Tetapi, rasanya sudah seperti beribu tahun lamanya.
Citara menghabiskan waktunya untuk menari selama tiga jam, ia berhenti saat melihat mata Varen sudah tertutup.
"Apa Tuan sudah tertidur?" batin Citara bertanya.
Wanita itu menghela napas lega, ia merasa ini adalah kesempatan emas untuk kabur dari penjara mewah yang mengurungnya.
Dengan hati-hati Citara melangkahkan kakinya menuju pintu kamar. Ia menekan handle pintu dengan gerakan perlahan agar tidak membangunkan monster salju yang sedang tertidur.
"Terima kasih, Tuhan," ucap Citara dalam hati dengan rasa bersyukur.
Pintu kamarnya tidak dikunci dan hal itu membuat secercah harapan Citara kembali bersinar, perlahan wanita itu membuka pintu.
"Selangkah lagi kau bergerak, kakimu akan kupatahkan!" Sebuah suara dengan aura dingin membuat tubuh Citara merinding.
Wanita itu menoleh ke belakang, Varen masih duduk di single sofa dengan memejamkan mata. Citara tak menghiraukan ucapan pria itu dan memilih untuk berlari dengan kencang.
Baru saja ia keluar dari pintu kamarnya dan hendak berlari ke luar kamar. Namun, para penjaga berseragam hitam sudah siap sedia menghadang langkahnya.
"Saya mohon bantu saya untuk keluar dari sini." Dengan berlinang air mata Citara memohon pada penjaga yang tidak memberikannya akses untuk keluar.
"Seret dia ke hadapanku!" titah Varen yang masih berada di tempat yang sama, yaitu single sofa.
Tanpa kata para pria berseragam hitam itu menyeret tubuh Citara untuk kembali menghadap ke pada tuan mereka. Citara yang diseret terus meronta-ronta.
Varen membuka matanya, ia memberikan kode ke pada para anak buahnya untuk ke luar dari kamar Citara, dan saat detik itu pula mereka keluar dengan cepat.
"Berani kau melawan perintahku!" Teriak Varen di depan wajah Citara.
Wanita itu menangis ketakutan, berulang kali ia mengucapkan maaf dengan bibir bergetar.
"Hukuman apa yang pantas untuk wanita sepertimu?!" Varen menjambak kasar rambut hitam Citara.
"Auh! Ampun tuan, maafkan saya, ampun." Tangan Citara berusaha melepaskan tangan Varen yang menarik rambutnya.
Kepala Citara mendengak ke atas sangking kuatnya Varen menarik rambutnya.
"Ada harga untuk sebuah kata maaf," ujar pria itu dengan dingin.
Kepala Citara mengangguk pelan karena rambutnya masih berada dalam genggam pria berhati dingin itu.
"Saya janji akan membayarnya tuan, saya akan bekerja untuk mengumpulkan uangnya," ucap Citara dengan terisak.
"Aku tidak butuh uang!" sentak Varen
"Bagaimana jika jari kakimu saja yang jadi bayarannya? Emm sepertinya akan menarik!" guman pria itu dengan berpura-pura berpikir.
Tubuh Citara lemas begitu mendengar kata 'jari kaki' Pria yang membelinya benar-benar monster. Hati wanita itu menjerit ketakutan.
Dia berharap bala bantuan datang untuk menolongnya agar terlepas dari kekejaman Varen.
"Saya mohon jangan lakukan itu, Tuan." Citara mengatupkam kedua tangan di depan dada dengan terisak takut.
Bukannya menjawab, Varen malah mengangkat salah satu sudut bibirnya.
Untuk pertama kalinya Citara melihat ekspresi wajah Varen yang berbeda. Sebuah senyum, senyuman devil.
"Time to show. HA-HA-HA!" Pria itu tertawa jahat.
Citara semakin ketakutan dan menangis dengan kencang saat dirinya di seret paksa.
Bersambung ....
udh skian purnama telah di lewati, gk muncul2 jga bnus chapterny