Lulu, seorang yatim piatu yang rela menerima pernikahan kontrak yang diajukan Atthara, demi tanah panti asuhan yang selama ini ia tinggali.
Lulu yang memerlukan perlindungan serta finasial dan Atthara yang memerlukan tameng, merasa pernikahan kontrak mereka saling menguntungkan, sampai kejadian yang tidak terduga terjadi. “Kamu harus bertanggung jawab!”
Kebencian, penyesalan, suka, saling ketertarikan mewarnai kesepakatan mereka. Bagaimana hubungan keduanya selanjutnya? Apakah keduanya bisa keluar dari zona saling menguntungkan?
Note: Hallo semuanya.. ini adalah novel author yang kesenian kalinya. Semoga para pembaca suka..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Apartemen
Setelah subuh, Lulu sudah mandi dan bersiap-siap. Ia harus berangkat lebih pagi agar tidak terlambat. Atthara mengatakan akan menunggunya di taman kota pukul 7, jadi akan ia berangkat dari panti sekitar pukul 6 kurang 15 menit.
“Pakai jaket, nanti kamu kedinginan. Ini masih sangat pagi.” Kata Ibu Asih.
“Lulu tidak punya jaket, Bu.”
“Bukankah ada jaket dari kegiatan jambore kemarin?”
“Jaketnya dipakai Ningsih.”
“Ya sudah, kamu hati-hati!”
“Iya, Bu. Nanti Lulu kabari kalau sudah sampai.”
Lulu berpamitan kepada Ibu Asih. Ia juga berpamitan kepada Pak Tarno dan Bu Murni, ia menitipkan panti dan Ibu Asih kepada mereka. Jika ada masalah, Lulu meminta mereka untuk menghubunginya. Pak Tarno menyanggupinya. Beliau akan mengabdikan seluruh hidup beliau untuk panti yang sduah menampung beliau begitu juga dengan Bu Murni dan Ningsih.
Angkot yang diberhentikan Lulu masih kosong, sehingga ia bisa memilih untuk duduk di depan didekat sopir. Saat turun di taman, Lulu melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 6.45. ia bersyukur tidak terlambat. Tetapi ia tidak menyangka jika Atthara sudah ada disana menunggunya. Lulu mendekat dan mengucapkan salam. Atthara tidak menjawab salamnya.
“Masukkan tas itu ke dalam mobil!” perintah Athara kepada sopirnya.
“Ayo!”
“Kemana?” tanya Lulu.
“Temani aku olahraga. Ingat, kamu harus bersikap seolah kita sedang berpacaran!” Lulu mengangguk.
Atthara berlari kecil lebih dulu diikuti Lulu dibelakang. Agar tidak tertinggal, Lulu melebarkan langkahnya. Ia tidak bisa ikut berlari karena ia mengenakan sandal hak saat ini.
“Tunggu!” Atthara menghentikan larinya.
“Bisakah aku menunggumu sambil duduk? Aku tak bisa ikut berlari karena sandalku.” Lulu mengangkat sedikit roknya memperlihatkan sandal haknya.
“Baiklah!” Atthara melanjutkan larinya dan Lulu duduk di kursi taman.
Lulu melihat ada minimarket yang sudah buka di seberang taman. Ia berjalan menyeberang dan membeli air mineral dua botol dan sosis panggang. Saat ia kembali, Atthara masih berlari. Jadi ia menunggunya sambil menelepon Ibu Asih, mengabarkan kalau dirinya sudah sampai.
“Untukku?” tanya Atthara yang baru saja kembali.
“Ya.” Jawab lulu seraya menyerahkan air mineral dan sosis panggang.
“Kamu beli dimana?”
“Disana.” Lulu menunjuk minimarket yang ada di seberang jalan.
Atthara duduk, meneguk air mineralnya dan menikmati sosis panggang tersebut. Melihat ada saus tertinggal di bibir Atthara, Lulu mengeluarkan tisu dari tasnya dan memberikannya kepada Atthara.
“Kamu bersihkan!” perintah Atthara.
Lulu menurutinya. Dengan hati-hati Lulu membersihkan sisa saus di ujung bibir Atthara. Bagi yang melihat, mereka akan mengira jika Lulu dan Atthara adalah pasangan yang serasi. Tetapi mereka tidak tahu pergualatan batin keduanya saat ini. Lulu yang menahan diri untuk bersikap professional dan Atthara yang tersenyum puas mendapatkan seseorang yang bisa diandalkan.
Setelah menghabiskan sosis dan air mineral, Atthara membawa Lulu ke apartemannya. Disana, Atthara menunjukkan kamar untuk Lulu yang berseberangan dengan kamarnya. Atthara mengatakan dirinya akan mandi dan meminta Lulu menyiapkan sarapan untuknya. Lulu mengangguk. Setelah meletakkan tas di kamar, Lulu pergi kedapur dan membuka kulkas. Semua bahan tersedia disana. Mengingat sarapan yang dinikmati Atthara, Lulu membuka ponselnya dan mencari resep simple yang bisa ia buat dengan cepat.
“Sandwich sepertinya mudah.” Gumam Lulu.
Segera ia mengambil bahan-bahan yang diperlukan, seperti roti, keju, telur, timun, tomat dan selada. Selain sandwich, Lulu juga menggoreng sosis dan kentang. Semuanya siap, Lulu menyajikannya di meja bar dan menyiapkan gelas. Tetapi ia tidak tahu Atthara ingin minum apa, jadi ia menunggunya sebelum menyiapkan minum.
“Sandwich?” tanya Atthara melihat apa yang disajikan Lulu, ia tidak mengira Lulu akan membuatkannya sandwich.
“Kenapa sandwich?” tanyanya lagi.
“Karena terakhir kali Kakak menikmati sarapan ala western.” Cicit Lulu mengira Atthara tidak suka sandwich.
“Kamu bisa memasak apapun, aku bukan pemilih. Hanya saja hindari penggunaan kacang kacangan, aku alergi.”
“Baik, Kak. Kakak mau minum apa?”
“Kopi, tapi jangan terlalu manis.” Lulu mengangguk.
Atthara menikmati sandwichnya sambil memperhatikan Lulu yang membuat kopi. Untuk ukuran orang desa seperti Lulu, bisa mengetahui makanan western dan membuat sandwich dengan benar, membuatnya mengacungkan jempol. Ia menghabiskan satu slice sandwichnya dan memakan sosis cooktail yang Lulu goreng dengan mentega.
“Ini, Kak.” Lulu menyuguhkan kopi.
“Kamu tidak makan?”
“Aku sudah sarapan di rumah tadi, Kak. Ditambah sosis panggang tadi, jadi masih kenyang.” Atthara mengangguk, lalu menghabiskan makanannya dan menikmati kopi.
“Pas! Tidak rugi aku memilihnya!” batin Atthara yang cocok dengan rasa kopi buatan Lulu.
Setelah selesai, Atthara mengatakan jika dirinya akan berangkat ke kantor. Sebelum pergi, Atthara memberikan kartu kepada Lulu dan mengatakan ia bisa menggunakannya untuk mengirimkan uang ke panti asuhan. Lulu tersenyum dan berterima kasih. Sejenak Atthara tersihir oleh senyum Lulu.
“Kamu tinggal disini sementara. Aku akan kemari sesekali, kamu tidak perlu menungguku. Kalau kamu butuh sesuatu, kamu bisa mengatakannya kepadaku.”
“Apa aku boleh keluar?”
“Terserah! Yang penting saat kamu keluar, kamu harus ingat jika kamu adalah calon istriku. Jangan bertindak bodoh!” Lulu mengangguk.
Sebenarnya ia hanya bertanya karena ia takut Atthara mengurungnya. Setelah mendengar jawaban Atthara ia justru tidak ada keinginan untuk keluar.
Sebelum pergi, Atthara berpesan untuk selalu mengunci pintu dan jangan membiarkan orang lain masuk. Lulu dengan patuh menganggukkan kepalanya dan mengatakan agar Atthara berhati-hati di jalan.
Setelah Atthara pergi, Lulu mengunci pintu dan membersihkan alat masak. Selesai membersihkannya, Lulu masuk ke dalam kamarnya. Ia mengeluarkan isi tasnya dan bermaksud menatanya di lemari, akan tetapi ia tidak menemukan lemari. Di kamar hanya ada tempat tidur, nakas di kanan kirinya meja rias dan sofa. Setelah melihat sekeliling, Lulu menemukan pintu geser di sebelah kamar mandi. Ia menggeser pintu tersebut dan menemukan wardrobe yang suddah dipenuhi dengan pakaian disana.
Lulu melihat pakaian yang tergantung dan tersusun disana yang merupakan ukurannya. Sampai underware juga sesuai dengan ukurannya. Pikirannya menjadi parno saat ini. Lulu memutuskan untuk menghubungi Atthara.
“Ada apa?” tanya Atthara.
“Apakah pakaian yang ada di wardrobe ini untukku?”
“Ya. Kamu harus memakainya setiap hari dan saat ada acara.”
“Termasuk..” Lulu menggantung kalimatnya karena malu.
“Ya. Semuanya sudah disiapkan sesuai ukuranmu!” Atthara jelas bisa menebaknya.
“Eh!” Lulu terkejut dengan jawaban Atthara yang seolah bisa membaca pikirannya.
“Jangan berpikiran macam-macam! Aku meminta butik kemarin menyiapkannya mengikuti ukuranmu.”
“Oh!”
“Ya sudah! Aku banyak pekerjaan!” Atthara memutuskan sambungan begitu saja.
Lulu bisa bernafas lega karena bukan Atthara yang menyiapkannya. Ia pun melanjutkan niatnya untuk merapikan pakaian yang ia bawa.