Yang bocil minggir dulu ya🙃
Sinopsis 👇
Mina tidak tahu ada apa dengan hubungan kakak dan kakak iparnya. Di luar mereka tampak baik tapi sebenarnya mereka menyembunyikan sesuatu.
Berawal dari penasaran, Mina memutuskan menyelidiki keduanya. Ternyata benar. Di apartemen tempat tinggal mereka, mereka bahkan tidur terpisah. Mina yang dasarnya mulut ember itu ingin melapor ke mamanya. Sayangnya sebelum berhasil, ia ketahuan oleh Foster, kakak iparnya.
Dan yang tidak pernah Mina duga, Foster malah memaksanya bermain api dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 12
"Mina, fotokopi ini."
"Mina, buatkan kopi."
"Mina, ambil paket didepan."
Mina, Mina, Mina!
Mina mengeluh kesal. Memangnya hanya dia anak magang di sini? Kan ada yang lain juga. Kok malah dia yang terus-terusan disuruh-suruh sih? Ada Ester, ada Luna juga yang notabennya sama-sama anak magang. Kenapa dia doang yang dapat kerjaan beginian?
Lagian mereka di sini tuh kerja magang sesuai dengan jurusan mereka waktu kuliah. Kenapa ia merasa malah dijadiin kayak babu? Helow ... Dia bukan pembantu.
"Mina, antarkan map ini ke ruangan pak Foster."
Tuhkan. Belum juga istirahat lima menit. Gadis itu berdiri, melirik Laya dengan wajah lelah.
"Bisa suruh yang lain dulu nggak kak? Aku sakit perut nih." katanya beralasan dengan wajah memelas. Ia sudah terlalu capek seharian ini. Ia tahu semua orang juga sibuk dengan kerjaan mereka masing-masing. Tapi dia juga tahu kebanyakan dari mereka itu hanya pura-pura sibuk kalau mau dikasih tugas. Mina nggak bodoh. Kalau mereka bisa kayak begitu, kenapa dia nggak?
"Benar kamu sakit perut?" Laya menyelidiki, mengamatinya, mencari tahu kalau gadis itu sedang berbohong atau tidak. Karena dia agak kurang percaya.
"A ... Aku harus ke toilet sekarang juga!" ujar Mina berakting sambil memegangi perutnya lalu berlari melewati Laya.
Laya hanya menggeleng-geleng kepala. Gadis aneh.
"Ester!" ia memanggil Ester yang kebetulan lewat tempat itu.
"I ... Iya bu?" Ester menoleh. Semua orang memanggil Laya dengan embel-embel ibu di depan, hanya Mina yang nggak. Karena dia dan Laya sebenarnya sudah saling kenal sebelumnya. Laya adalah sahabatnya kak Iren. Hanya saja kalau sedang bekerja dikantor, mereka sudah sepakat berakting nggak saling kenal. Dan Laya sudah janji nggak bakalan ikut campur semua pekerjaan Mina dan masalah-masalah yang dia hadapi dikantor.
"Kau mau kemana?"
"Ambil paket saya di depan."
"Sebelum ambil paketmu antarkan map ini keruangan pak Foster. Kau tahu dimana ruangannya kan?" Ester memandangi map kuning yang disodorkan Laya lalu mengambilnya dengan senang hati. Jarang-jarang kan ia dapat tugas penting begini. Jelaslah dia senang karena nanti dirinya bisa melihat langsung bos tampan mereka dari jarak dekat.
"Baik bu." katanya lalu mengambil map dari tangan Laya.
Ester berhenti sebentar di depan pintu ruangan Foster dan merapikan rambutnya, tak lupa menambah polesan diwajahnya dengan bedak padat. Setelah dirasa penampilannya sudah oke, perempuan itu mengetuk.
"Masuk." terdengar suara rendah dari dalam. Mina lalu membuka pintu.
"Pak Foster, saya disuruh mengantar map ini." ujar Ester malu-malu. Wahh, satu kata yang ada dalam hatinya ketika melihat Foster,
Sempurna.
Ester ingin punya pacar seperti pria itu. Kaya, tampannya nggak ada obat, dan sifatnya yang sangat mendominasi. Tatapan mengintimidasi yang mematikan malah membuatnya makin tergila-gila.
Foster menatap Ester datar. Kemana sih nona kecil itu? Kenapa yang mengantar map malah wanita bermake-up tebal begini? Merusak mood saja. Sok cakep pula di depan dia.
"Letakkan di situ." kata pria itu menunjuk dengan dagunya tanpa memandang Ester.
Dengan hati-hati Ester meletakkan map di atas meja.
"Ada lagi?" tanya Foster mendongak ke perempuan itu. Dari ekspresinya Foster tahu jelas kalau wanita didepannya ini sedang terpesona menatapnya. Memang dia sangat tampan. Wajar kalau perempuan-perempuan senang memandanginya lama-lama.
"Ng ... Nggak pak."
"Kalau begitu keluarlah." kata Foster lagi. Sikapnya sangat cuek, tidak menunjukkan ketertarikan sedikitpun pada perempuan yang berdiri didepannya itu. Akhirnya dengan kecewa Ester berbalik keluar.
Sepeninggalnya wanita itu, Foster langsung menghubungi Laya.
"Kemana Mina, kenapa bukan dia yang mengantar map untukku?" nada bicara Foster terdengar kesal. Padahal ia sudah menunggu kedatangan sih adik ipar manisnya. Tapi yang muncul malah perempuan badut.
"Mi ... Mina sakit perut pak. Jadi saya menyuruh yang lain menggantikan tugasnya."
"Sakit perut?" kali ini gaya bicaranya berubah lebih lembut. Raut wajahnya khawatir, namun Laya tentu saja tidak bisa lihat seperti apa ekspresinya sekarang.
"Iya pak."
"Dimana dia sekarang?"
"Saya tidak tahu, mungkin masih di toilet."
"Lantai berapa?"
"Empat."
Lalu telpon langsung ditutup sepihak.
Laya keheranan. Kenapa dengan bosnya itu? Akhir-akhir ini ia merasa bosnya sangat aneh. Selalu ingin Mina datang ke kantor dengan alasan-alasan bawa map atau apalah. Apa karena gadis itu adik iparnya? Laya mengedikan bahu. Tidak penting juga buatnya mengurus masalah orang lain.
***
"Ahkkk ..." Mina memekik kaget ketika merasakan lengannya ditarik seseorang saat dia keluar dari toilet.
Apa-apaan ... Siapa yang berani menariknya begi ...
Kak Foster ...
Mina merengut. Lagi-lagi kakak iparnya. Kenapa lagi sekarang? Kenapa pria itu tiba-tiba menariknya begini? Astaga, mereka ada dikantor, Bagaimana kalau ada yang lihat? Kan bisa-bisa mereka curiga.
"K ... Kak Foster, le ... Lepasin," ucapnya pelan. Ia berusaha melepaskan cekalan Foster dari tangannya namun pria itu terus membawanya entah kemana.
"Kak Foster, " gumam Mina. Matanya menatap ke berbagai arah, takut kalau ada yang melihat mereka. Untungnya lantai empat ini cukup sepi dibanding lantai-lantai yang lain, jam segini pun kebanyakan karyawannya sedang sibuk kerja dalam ruangan.
Foster tak mempedulikan Mina. Permintaannya pun tak dia dengar. Ia membawa gadis itu ke lantai enam, ke dalam ruangannya. Pria itu baru melepaskan tangan Mina saat mereka masuk ruangannya. Foster tak lupa mengunci pintu, namun Mina belum sadar sama sekali kalau lelaki itu sengaja mengunci itu. Tentu saja Foster melakukan hal itu karena ia tahu Mina suka sekali kabur, jadi ia harus melakukan persiapan.
"Duduk disitu dengan tenang." ujar Foster ketika melihat Mina bangkit dari sofa. Benarkan? Gadis itu hobi sekali kabur kalau dekat-dekat dia.
"Aku harus kerja kak," kata Mina. Memang ini masih jam kerja.
"Jangan terlalu memaksa. Aku dengar kau sakit perut?" Foster berjalan mendekat, lalu duduk disebelah gadis itu. Mengamati wajahnya, memeriksa dengan saksama, namun wajah Mina tampak sangat bugar, tak terlihat sakit sama sekali.
Mina memutar otaknya. Pasti kak Laya yang bilang ke pria itu kalau dia sakit perut. Aduh, dia sudah terlanjur berbohong, kalau begitu dia akting sakit saja sekarang.
"Mm, aku nggak enak badan. Bisa izin pulang nggak?" katanya lalu berpura-pura terlihat lemas.
Foster tak menjawab, ia terus menatap sang adik ipar. Ah, rupanya gadis ini sedang pura-pura sakit. Aktingnya sangat tidak meyakinkan. Foster menyeringai. Mau main-main dengannya rupanya.
"Aku sudah tahu trik kecil yang sedang kau mainkan sekarang nona kecil, rupanya kau sengaja tidak mau bertemu denganku. Hmm?" gumam Foster pelan. Mata Mina berkedip-kedip. Wajah Foster makin maju mendekat kearahnya. Badannya refleks mundur dan membentur dinding sofa. Apa yang akan dilakukan kakak iparnya sekarang?
"Kau harus dihukum." bisik Foster lalu tanpa ijin menggigit pelan daun telinga Mina, membuat gadis itu bergidik ngeri.