NovelToon NovelToon
ANAKKU DIJUAL IBU MERTUA

ANAKKU DIJUAL IBU MERTUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: Non Mey

Amira kira setelah menikah hidupnya akan bahagia tapi ternyata semua itu tak sesuai harapan. Ibu mertuanya tidak menyukai Amira, bukan hanya itu setiap hari Amira hanya dijadikan pembantu oleh mertua serta adik iparnya. Bahkan saat hamil Amira di tuduh selingkuh oleh mertuanya sendiri tidak hanya itu setelah melahirkan anak Amira pun dijual oleh ibu mertuanya kepada seorang pria kaya raya yang tidak memiliki istri. Perjuangan Amira begitu besar demi merebut kembali anaknya. Akankah Amira berhasil mengambil kembali anaknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Non Mey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kemarahan Loli

Malam itu, Amira mendengar suara tegas Angga di kamar sebelah. Ia jarang mendengar suaminya berbicara dengan nada tinggi, tetapi malam ini, Angga tampaknya tidak bisa menahan amarahnya.

"Loli, apa-apaan kamu meninggalkan Amira sendirian di pasar?" suara Angga terdengar jelas meskipun pintu kamar tertutup.

"Dia kan bukan anak kecil, Bang," balas Loli dengan nada kesal. "Lagipula dia sudah punya daftar belanja. Apa susahnya belanja sendiri?"

"Masalahnya dia belum tahu seluk-beluk pasar itu! Kamu seharusnya menemani, bukan malah pergi seenaknya!" tegur Angga. "Kamu itu bukan anak kecil lagi, Loli. Belajarlah untuk bertanggung jawab!"

Amira mendengar suara langkah kaki yang keras keluar dari kamar Loli. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya. Meski Angga sudah membela, ia merasa pertengkaran ini akan membuat hubungan mereka semakin renggang.

Keesokan paginya, Amira sedang di dapur, menyiapkan sarapan untuk keluarga. Ia sedang memotong sayuran ketika suara pintu yang dibuka dengan kasar membuatnya tersentak.

Loli masuk ke dapur dengan wajah penuh amarah. "Kak Amira!" serunya keras.

Amira menoleh dengan kaget. "Ada apa, Loli?" tanyanya hati-hati.

"Kenapa sih harus ngadu ke Bang Angga? Kamu tuh suka banget bikin masalah!" bentak Loli sambil melipat tangan di dadanya. "Dengar ya, belanja ke pasar, masak, cuci piring, itu semua tugas kamu. Aku ini bukan pembantu, jadi jangan harap aku bantuin kamu!"

Amira terdiam. Kata-kata Loli seperti pisau yang menusuk perasaannya. Ia mencoba tetap tenang.

"Loli, aku tidak mengadu. Angga hanya bertanya, dan aku cuma menjelaskan apa yang terjadi," jawab Amira lembut.

"Tapi gara-gara kamu, aku dimarahi semalam!" balas Loli dengan nada semakin tinggi.

Sebelum Amira sempat menjawab, Bu Ratna muncul dari ruang tamu, mendekati mereka dengan ekspresi yang sulit dibaca.

"Ada apa ini ribut-ribut pagi-pagi?" tanya Bu Ratna sambil menatap bergantian antara Loli dan Amira.

Loli dengan cepat menyela. "Ibu, Kak Amira ini bikin masalah. Gara-gara dia, Bang Angga marahin aku semalam."

Bu Ratna menghela napas panjang, lalu menoleh ke Amira. "Amira, kamu memang harus belajar mandiri. Belanja ke pasar itu hal kecil. Kalau kamu masih bingung, ya, belajarlah. Jangan selalu mengandalkan orang lain, termasuk Loli."

Amira menunduk. Ia merasa seperti selalu menjadi pihak yang salah, apa pun yang ia lakukan.

"Tapi, Bu," Loli mencoba membela diri lagi.

Bu Ratna mengangkat tangan, menghentikan ucapan Loli. "Dan kamu, Loli. Jangan pikir tugas-tugas rumah itu sepenuhnya tanggung jawab Amira. Kamu juga tinggal di sini, jadi jangan terlalu santai."

Amira terkejut mendengar kalimat itu. Ini pertama kalinya Bu Ratna sedikit menegur Loli, meskipun tegurannya tidak sekeras yang diharapkan.

Setelah Bu Ratna pergi, Loli hanya mendengus kesal sebelum keluar dari dapur. Amira berdiri di sana sendirian, mencoba mengatur napasnya. Pertengkaran tadi membuat hatinya semakin lelah.

Ia melanjutkan pekerjaannya, tetapi pikirannya melayang. Di rumah ini, ia merasa seperti selalu berjalan di atas duri. Apa pun yang ia lakukan, selalu saja ada yang salah di mata Bu Ratna atau Loli. Namun, ia tidak ingin mengeluh. Ia tidak ingin Angga merasa terbebani lebih dari ini.

Ketika Angga pulang malam itu, Amira tidak menceritakan apa yang terjadi. Ia hanya tersenyum seperti biasa, menyembunyikan luka yang ia rasakan sepanjang hari.

"Bagaimana harimu?" tanya Angga sambil menggenggam tangan Amira.

"Baik," jawab Amira singkat.

Namun, di dalam hatinya, ia bertanya-tanya sampai kapan ia bisa terus bertahan seperti ini. Ia mencintai Angga, tetapi kehidupan bersama mertuanya adalah ujian berat yang membuatnya merasa semakin kecil setiap harinya.

Di tengah keputusasaannya, Amira teringat Bu Sari, satu-satunya orang yang memberinya sedikit dukungan selama ini. Mungkin, pikir Amira, ia perlu bicara dengan Bu Sari lagi. Bukan untuk mengeluh, tetapi untuk mencari nasihat tentang bagaimana ia bisa bertahan dan menghadapi semuanya dengan hati yang lebih kuat.

Amira memutuskan bahwa besok, setelah semua pekerjaan rumah selesai, ia akan menyempatkan diri untuk menemui Bu Sari. Baginya, berbicara dengan seseorang yang bisa mengerti perasaannya adalah langkah kecil menuju harapan yang lebih besar.

Pagi itu, Amira mendapat tugas lain dari Bu Ratna. "Amira, sekalian ambil baju di laundry ya," kata Bu Ratna tanpa menoleh, sibuk memeriksa daftar belanja bulanan.

Amira hanya mengangguk dan bersiap. Meski tugas ini terdengar sederhana, ia merasa lega karena bisa keluar sebentar dari suasana rumah yang menyesakkan.

Ketika sampai di laundry, Amira terkejut melihat Bu Sari di balik meja penerimaan. Perempuan itu menyambut Amira dengan senyuman hangat.

"Amira, apa kabar? Tumben ke sini," kata Bu Sari.

Amira tersenyum tipis. "Saya disuruh ambil baju oleh Bu Ratna."

"Oh, jadi ini baju dari rumah Bu Ratna, ya?" Bu Sari segera mengambil nota dari meja dan menuju ke rak besar di belakang. Sementara menunggu, Amira berdiri dengan pikiran yang melayang. Ketika Bu Sari kembali dengan tumpukan pakaian yang sudah dilipat rapi, ia memperhatikan wajah Amira yang terlihat lelah.

"Amira, kamu kelihatan capek. Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Bu Sari lembut.

Pertanyaan itu seperti memecahkan bendungan di hati Amira. Air matanya mulai menggenang, dan ia buru-buru menunduk, malu karena tidak bisa menahan perasaannya.

"Bu Sari, saya tidak tahu harus cerita ke siapa lagi," kata Amira dengan suara bergetar.

Bu Sari menggeser tumpukan pakaian dan memberi isyarat kepada Amira untuk duduk di bangku kecil di samping meja. "Ceritalah, Amira. Saya di sini untuk mendengarkan."

Amira mulai bercerita tentang kehidupannya di rumah mertuanya. Tentang bagaimana ia selalu merasa salah di mata Bu Ratna, tentang Loli yang malas dan sering memperlakukannya dengan tidak hormat, dan bagaimana ia merasa tertekan setiap hari.

"Saya sudah mencoba bertahan, Bu Sari," kata Amira, air matanya mengalir pelan. "Saya mencintai Angga, dan saya tidak ingin membebaninya. Tapi setiap hari, rasanya semakin sulit. Saya tidak tahu sampai kapan saya bisa kuat."

Bu Sari mendengarkan dengan seksama, matanya penuh simpati. Setelah Amira selesai berbicara, ia menarik napas panjang.

"Amira, saya mengerti betapa sulitnya keadaanmu," kata Bu Sari. "Kamu perempuan yang sabar, tapi kesabaran juga ada batasnya. Jangan sampai kamu kehilangan dirimu sendiri karena mencoba menyenangkan semua orang."

Amira hanya terdiam, merasa bahwa kata-kata Bu Sari benar-benar menggambarkan apa yang ia rasakan.

"Kamu sudah bicara dengan Angga tentang ini?" tanya Bu Sari.

Amira menggeleng pelan. "Saya tidak ingin membuatnya khawatir. Dia sudah lelah bekerja setiap hari."

Bu Sari menatap Amira dengan serius. "Tapi Angga adalah suamimu. Dia harus tahu apa yang kamu rasakan. Kamu tidak bisa memikul semuanya sendirian, Amira. Pernikahan itu tentang saling mendukung, bukan tentang mengorbankan satu pihak."

Amira mengangguk perlahan, meski dalam hatinya ia masih ragu.

Bu Sari melanjutkan, "Kalau kamu merasa rumah itu terlalu menekan, bicaralah dengan Angga tentang kemungkinan pindah. Mungkin tidak sekarang, tapi rencanakanlah. Hidup bersama mertua tidak selalu buruk, tapi jika tidak ada keseimbangan, itu bisa menghancurkan hubunganmu dengan Angga."

Amira terkejut mendengar nasihat itu. Ia memang sudah memikirkan hal yang sama, tetapi ia tidak pernah berani mengatakannya, bahkan kepada dirinya sendiri.

"Bu Sari, saya takut Bu Ratna akan semakin membenci saya jika saya mengusulkan pindah," kata Amira pelan.

"Amira, hidup ini bukan tentang membuat semua orang senang," jawab Bu Sari. "Terkadang, kamu harus memilih kebahagiaanmu sendiri. Kalau tidak, kamu akan terus merasa terperangkap."

Amira menunduk, memikirkan kata-kata itu.

Setelah mengambil pakaian dan berpamitan dengan Bu Sari, Amira berjalan pulang dengan perasaan campur aduk. Kata-kata Bu Sari terus terngiang-ngiang di kepalanya.

Malam itu, setelah Angga pulang, Amira mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara.

"Angga, bolehkah aku bicara sebentar?" tanya Amira ketika mereka duduk di kamar.

Angga menoleh, wajahnya penuh perhatian. "Tentu, Mira. Ada apa?"

Amira menarik napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara. "Aku merasa... berat tinggal di rumah ini. Aku tahu Ibu dan Loli mungkin butuh waktu untuk menerimaku, tapi setiap hari rasanya semakin sulit. Aku merasa... aku kehilangan diriku sendiri."

Angga terdiam, mendengarkan dengan seksama.

"Aku tidak meminta kita pindah sekarang," lanjut Amira cepat. "Tapi mungkin kita bisa memikirkan rencana untuk punya tempat sendiri suatu hari nanti."

Angga menggenggam tangan Amira erat. "Mira, aku minta maaf. Aku tahu ini pasti berat untukmu, dan aku berterima kasih karena kamu sudah mencoba bertahan. Aku akan memikirkan solusi terbaik untuk kita."

Mendengar itu, Amira merasa sedikit lega. Meski jalannya masih panjang, ia merasa telah mengambil langkah kecil menuju perubahan.

1
Aini Qu
Lumayan
Sri Wahyuni
bagus karya ini,.... ini realisasi kehidupan nyata
Non Mey: Makasih Kakak 🩷
total 1 replies
karya yang bagus, semoga kedepannya Amira punya keberanian untuk melawan mertuanya.gedek juga lihatnya
sangat keren
lanjutkan kakak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!