Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.
Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.
“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.
“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.
“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Sikap Irfan
"Ehmm, Pak Alex untuk masalah Naura di lain waktu bisa kita bicarakan kembali. Untuk saat ini dia masih menjabat sebagai sekretaris Presdir. Terima kasih atas kedatangan Pak Alex, dan silakan menikmati jamuan kami,” ujar Irfan memecahkan interaksi yang terjadi antara Naura dan Alex.
Dengan terpaksa Alex mengurai jabatan dengan Naura, “Kalau begitu saya menunggu kabar dari Mbak Naura.”
“Segera akan saya kabari, Pak Alex,” jawab Naura dengan ramahnya, dan menghiraukan lirikan tajam Irfan.
Selanjutnya, wanita itu memperkenalkan Irfan dengan relasinya yang lain. Hal yang sama terulang lagi banyak beberapa relasi yang menawarkan kedudukan di perusahaan mereka dan selalu Irfan'lah yang menjawab, sementara Naura selalu menjawab dengan memberikan harapan yang baik. Dan selalu mengabaikan tatapan sinis dari Irfan.
Lagipula, memang nanti ia akan mendiskusikan dengan Damar mengenai niatnya yang ingin mengundurkan diri. Keputusannya sudah bulat dalam waktu berpikir yang sangat singkat, tanpa harus menunggu berhari-hari.
Usai memperkenalkan Irfan dengan relasi bisnis perusahaan, pria itu kembali beramah tamah dengan jajar petinggi yang bekerja di Grup Damar, sementara itu Naura menarik dirinya dan bergabung dengan rekan sejawatnya yang kini sedang menikmati kudapan.
“Naura, ini tadi saya ambilkan teh manis hangat buat kamu. Kata Bu Sri, tadi wajah kamu sempat pucat,” ujar Farhan sembari menyodorkan cangkir teh tersebut.
Naura yang memang berniat ingin mengambil teh hangat langsung menengadahkan wajahnya, sudut bibirnya mengembang. “Duh, Pak Farhan kok jadi repot-repot segala buatkan buat saya, padahal saya bisa buat sendiri kok, terima kasih ya Pak,” jawab Naura ramah, lalu menerima cangkir tersebut.
Pria yang menjabat sebagai wakil direktur operasional membalas senyuman Naura. “Gak pa-pa kok Naura, sejak tadi kamu sibuk jadi apa salahnya kalau saya buatkan minuman hangat,” balas Farhan tulus, lalu menyapa Elva, Cindy yang ada di samping wanita itu.
“Thanks ya Pak, saya minum tehnya,” ujar Naura seraya menyesap teh tersebut perlahan-lahan.
“Ngomong-ngomong ada yang mau kamu makan gak, biar saya ambilkan?” tanya Farhan menawarkan diri. Sontak saja wanita itu menarik cangkir teh dari bibirnya. “Gak usah Pak Farhan, makasih banyak ... nanti saya ambil sendiri saja,” tolak Naura secara halus.
Kedekatan Naura dan Farhan ternyata tertangkap dalam pandangan Irfan yang kebetulan posisi duduknya bisa menatap Naura dari kejauhan. Lantas, bagaimana rasanya Irfan melihatnya? Biasa saja atau ada sesuatu yang membuncah di dalam hatinya?
“Mas ... Mas, tolong saya mau bebek panggangnya, bawakan ke sini,” pinta Sofia pada salah satu waiters yang melayani tamu VIP.
Irfan langsung menoleh ke arah istrinya. “Biar aku saja yang ambilkan buat kamu, sekalian aku mau menyapa beberapa karyawanku,” sambung Irfan, entah mengapa ia ingin bangkit dari duduknya.
Sofia mengalihkan pandangannya pada suami tercintanya. “Nanti ngerepotin Mas gak? Biarkan pelayan saja yang ambilkan Mas,” tanya Sofia dengan lembutnya.
Pria itu lantas berdiri. “Gak kok, aku ambilkan,” balas Irfan sembari merapikan tepi jasnya, kemudian melangkah ke arah gubuk makanan yang diinginkan oleh Sofia. Sebenarnya Irfan tidak perlu bersusah payah untuk mengambil makanan, ia bisa memerintah pelayan untuk mengambilkan makanan yang ia atau istrinya inginkan. Jadi, ada apa ya sebenarnya?
Rupanya gubuk makanan yang diinginkan oleh Sofia dekat dengan meja yang ditempati oleh Naura beserta kawan-kawannya.
“Cie ... cie Pak Farhan makin perhatian banget sama Mbak Naura,” goda Cindy saat Farhan baru saja kembali dengan kedua tangannya membawa piring berisikan dimsum.
Naura tampak biasa saja menghadapi godaan dari rekan kerjanya karena sudah biasa.
“Roman-romannya bakal ada yang jadian nih, ayo dong Pak Fathan semangat nembak Mbak Naura nih sebelum ada yang mepet lagi,” timpal Elva sembari terkekeh pelan.
“Ck, ada-ada aja kalian berdua ini,” sambung Farhan sembari menggeleng pelan.
Cindy yang tak sengaja melihat Irfan semakin mendekat langsung menepuk bahu Elva untuk tidak bercanda kembali, sedangkan Naura tampak menyantap dimsum yang diambilkan oleh Farhan.
“Ehmm.” Irfan berdeham, auranya mulai tampak dingin. Elva dan Cindy langsung terdiam ketika pria itu menyambangi meja mereka.
“Pak Irfan,” sapa Elva mendadak kaku bicaranya.
“Naura ... istri saya minta diambilkan bebek panggang. Tolong segera diambilkan dan antarkan ke meja saya,” perintah Irfan dengan suaranya yang tegas.
“Eh!” Cindy terkejut mendengar perintah presdir terbaru mereka, sontak saja ia menolehkan wajahnya ke samping, menatap Naura.
Naura menarik napas perlahan-lahan, lalu meletakkan alat makannya ke atas piring, kemudian mendorong kursi yang ia duduki, setelahnya baru ia beranjak dari duduknya. “Baik Pak Irfan, akan saya ambilkan,” jawab Naura patuh tanpa menatap wajah pria itu.
“Mmm,” gumam Irfan, samar-samar ujung matanya melirik Farhan yang sejak tadi menatap Naura.
“Silakan dilanjut makannya,” ujar Irfan sebelum kembali ke mejanya.
“Eh iya Pak,” balas Elva cepat, lalu beradu pandang dengan Cindy, mereka berdua merasa heran kenapa Irfan menyuruh Naura mengambilkan makanan sementara ada pelayan kok.
Pemikiran yang sama dengan Naura, memang di jam kerja ia'lah yang menyiapkan makan siang untuk Presdir, tapi jika dalam sebuah acara sudah ada pelayan yang melayaninya. Lagi, Naura harus tetap menjalankan perintah bosnya, tidak bisa menolaknya. Tapi tahukan bagaimana perasaan ia saat ini! Sangat sakit! Ia harus melayani istri mantan suaminya secara tidak langsung.
“Permisi Nyonya, saya mengantarkan pesanannya,” ujar Naura, dengan sikap sopan ia meletakkan piring yang ia bawa tersebut. Lantas, Irfan dan Sofia sama-sama menolehkan wajahnya.
“Oh, terima kasih ya,” balas Sofia tampak ramah.
“Sama-sama Nyonya, selain ini ada yang bisa saya bantu lagi?” tanya Naura berusaha tampak tenang dan tegar, padahal hatinya kembali hancur berkeping.
Noah yang duduk di samping Damar tampak gelisah, kedua kakinya seperti menahan sesuatu. “Opa ... Opa ... Noah au ipis nih, udah ndak tahan,” keluh Noah dengan kedua tangannya memegang bagian celananya. Damar yang masih menyantap makanannya menatap kedua orang yang ada di hadapannya kemudian tergiring menatap Naura.
“Naura, saya minta tolong antarkan cucu saya ke kamar mandi ... bisakan?” pinta Damar.
Sontak saja Irfan meletakkan alat makannya. “Mas, dilanjut aja makannya, biar Naura aja yang mengurus Noah, lagian cuma sebentar kok, kebetulan Naura juga tidak sedang makan, ‘kan,” pinta Sofia seraya menyentuh tangan suaminya untuk tidak beranjak dari duduknya.
Irfan dan Sofia memang sengaja tidak mengajak baby sitter yang biasa mengurus Noah, pikirnya mereka berdua yang akan mengurusnya lagi pula hanya berada di kantor, jadi tidak terlalu berat mengurus Noah.
“Aduh ... Ante uluan dong, Noah udah ndak tahan nih ... udah di ujung!” seru Noah wajahnya memerah terlihat sudah tidak bisa menahan hasrat untuk buang air kecil.
Naura yang sempat bingung, buru-buru menyambangi bocah tampan itu lalu menggendongnya. “Tahan ya De ... jangan sampai bocor, ini kita segera ke kamar mandi,” pinta Naura dengan melangkah cepat keluar dari ruang audiotorium.
Irfan merasa tidak tenang melihat Naura mengendong Noah, tapi lagi-lagi Sofia menahan suaminya untuk tetap melanjutkan makannya.
Bersambung ... ✍️
carilah kebenaran sekarang
diacc ya thor /Drool//Drool/
terutamakamu sofia