Letnan satu Bisma Dwipangga patah hati setelah diputuskan oleh tunangannya. Hubungannya yang sudah terjalin cukup lama itu, kandas karena sebuah alasan. Demi sebuah jenjang karier yang masih ingin digapai, dr. Jelita Permata terpaksa mengambil keputusan yang cukup berat baginya.
"Aku ingin melanjutkan studiku untuk mengejar dokter spesialis. Kalau kamu tidak sabar menunggu, lebih baik kita sudahi hubungan ini. Aku kembalikan cincin tunangan ini." Dr. Lita.
"Kita masih bisa menikah walaupun kamu melanjutkan studi menjadi Dokter spesialis, aku tidak akan mengganggu studi kamu, Lita." Lettu Bisma.
Di tengah hati yang terluka dan patah hati, Bu Sindi sang mama justru datang dan memperkenalkan seorang gadis muda yang tidak asing bagi Letnan Bisma.
"Menikahlah dengan Haura, dia gadis baik dan penurut. Tidak seperti mantan tunanganmu yang lebih mementingkan egonya sendiri." Bu Sindi.
"Apa? Haura anak angkat mama dan papa yang ayahnya dirawat karena ODGJ?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Kopi Buatan Haura
"Haura kemarilah!" Bu Sindi memanggil Haura yang saat ini sedang berada di dapur bersama salah satu pembantu di rumah ini.
"Ya, Ma," sahut Haura menyebut mama terhadap Bu Sindi seperti permintaan wanita paruh baya itu lima tahun lalu. Kasih sayangnya sama seperti kasih sayang yang ia berikan terhadap ketiga anak-anaknya.
"Kamu pasti bisa membuat kopi yang enak untuk kakakmu. Kakakmu baru pulang, dan sepertinya hari ini akan nginap di rumah ini. Jadi, tolong kamu buatkan kopi untuknya, sekalian kamu akrabkan diri dengannya. Kalian jarang ketemu, tentunya harus lebih kenal dan akrab satu sama lain. Ayolah," titah Bu Sindi seraya mendorong pelan tubuh Haura ke pantry di dapur itu.
"Baik, Ma." Haura patuh, lalu segera melaksanakan titah sang mama. Haura sudah tidak bingung lagi bagaimana membuat kopi yang enak dan pas seperti apa yang dikatakan mama angkatnya tadi. Sebab dia pernah pengalaman menjadi seorang Bartender saat sekolah SMA dulu. Saat itu Haura sekolah sambil bekerja paruh waktu sepulang sekolah, padahal saat itu dirinya sudah diangkat sebagai anak dari keluarga Pak Saka. Akan tetapi, Haura tidak mau terlalu keenakan menerima kasih sayang dan biaya hidup yang diberikan dengan tulus oleh kedua orang tua angkatnya itu.
"Haura ingin mandiri, Ma. Terlebih, Haura ingin punya pengalaman bekerja setelah lulus sekolah nanti," alasannya kala itu. Bu Sindi dan Pak Saka tidak bisa melarang Haura untuk tidak mencoba hal yang ingin digelutinya, selama itu positif pada akhirnya mereka membiarkan Haura bekerja atas dasar kemauannya.
Dan kini setelah lulus SMA, Haura punya keinginan yang tinggi, yaitu ingin menjadi Desainer ternama. Seperti pekerjaan paruh waktu yang kini digelutinya, yakni bekerja di salah satu butik milik Bu Sindi sendiri. Haura bekerja paruh waktu di butik Bu Sindi atas kemauan sendiri, sambil bekerja, ia belajar mendesain gaun-gaun.
Wangi kopi sudah menguar di udara, Haura telah siap membuat kopi itu. Lalu ia segera membawa kopi itu ke ruang keluarga di mana di sana ada Bisma dan Pak Saka papa angkatnya.
Haura tiba di sana, sikapnya masih malu-malu bertemu tatap dengan kakak angkatnya itu. Sebab dengan Bisma terbilang sangat jarang bertemu. Pernah bertemu, itupun hanya kali, saat dirinya mengantar kepergian Bisma tugas ke wilayah konflik Indonesia dan ketika kepulangan Bisma dari sana. Selebihnya, Haura kenal Bisma lewat cerita Bu Sindi maupun foto Bisma yang diperlihatkan. Beda dengan kedua saudara Bisma, Arani dan Birawa, mereka beberapa kali bertemu dan sudah lumayan dekat, bahkan mereka sudah menganggap Haura seperti adiknya sendiri.
"Kak Bisma, kopinya, Kak." Haura meletakkan kopi itu di meja di depan Bisma. Cangkir itu diletakkan bersama tatakannya, saat menapaki meja, air kopi itu sedikit tumpah dan membasahi tatakan. Bisma dan kedua orang tuanya kompak memusatkan perhatian pada kopi yang diletakkan Haura tadi.
"Ada apa dengan Haura?" Hati kecil Bu Sindi menjadi heran, tapi semua pikiran itu kembali normal. Wajar kopi di dalam cangkir itu tumpah, sepertinya Haura memang gugup bertemu dengan Bisma yang pada saat ini tatapnya bagai orang yang sedang marah, imbas dari kesedihan yang ditorehkan dr. Jelita yang memutuskan hubungan pertunangan terhadap Bisma.
Setelah meletakkan cangkir itu, Haura perlahan mendekat dan menyalami tangan Bisma dengan cukup menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
Sejenak Bisma merasa keder, ketika ia sudah siap menerima uluran tangan gadis itu, ternyata Haura hanya menangkup kedua tangannya di dada.
"Sok cantik dan terlalu percaya diri," cibir Bisma dalam hati. Entah kenapa, Bisma kurang suka dengan sikap Haura barusan.
"Kak Bisma, segera diminum kopinya selagi hangat," ujar Haura mempersilahkan. Bisma tidak menoleh atau menyahut, dia hanya menatap ke arah lain dengan pikiran masih kalut.
"Coba kopi buatan adikmu, enak sekali dan pas. Kamu pasti akan ketagihan dengan kopi buatannya," timpal Pak Saka sembari beralih kepada Bisma. Koran yang sejak tadi dibawah pengawasannya, kini kembali diletakkan di meja.
Bisma mulai meraih gagang cangkir dan membawanya dekat dadanya, wangi kopi arabika asli ini cukup menggoda seleranya. Perlahan Bisma mulai mendekatkan bibir cangkir itu ke mulutnya dan meneguk kopi itu.
Bisma terlihat menikmati kopi buatan Haura, sesekali ia menghisap harum kopi itu oleh hidungnya. "Enak sekali kopi ini, rasanya pas," puji Bisma di dalam hati.
"Bagaimana Bisma, enak bukan kopi buatan adik kamu?" sela Pak Saka sembari menatap ke arah Bisma.
"Lumayan, Pa." Bisma menjawab tanpa mau mengatakan yang sebenarnya, lagipula itu tidak penting dibahas, hanya sebuah kopi saja.
Acara minum kopi sore di ruang keluarga itu, kini berlalu. Haura kembali ke kamarnya. Kamar Haura berada di lantai bawah, dekat dengan ruang tengah yang hampir tidak terjamah, karena ruang tengah hanyalah ruang penghubung dengan ruangan lainnya seperti dapur, ruang tamu, dan ruang keluarga.
Bisma memasuki kamarnya yang selalu ia singgahi jika sedang akan menginap saja. Di dalam kamar itu, ia termenung sembari mempermainkan cincin tunangan yang dikembalikan dr. Jelita siang tadi.
Pikiran Bisma kacau kembali, ia tidak terima dengan perlakuan kekasihnya itu yang tiba-tiba memutuskan hubungan pertunangan secara tiba-tiba.
"Lita, ijinkan malam ini aku menemuimu. Aku mohon, sekali ini saja," pinta Bisma di dalam saluran telpon. Tentu saja yang dia hubungi adalah dr. Jelita, Bisma ingin tahu lebih jelas apa alasan dr. Jelita memutuskan pertunangan itu.
Di balik pintu kamar yang Bisma tempati, Bu Sindi ternyata sedang mengintip sang anak. Dia merasa iba dengan Bisma yang seperti memohon cinta terhadap dr. Jelita.
"Kasihan Bisma, sampai patah hati seperti itu. Dia memang tidak cocok dengan Jelita yang egois dan terlalu mendiri. Aku harus menemukan pengganti Jelita agar Bisma tidak kecewa berlarut-larut," gumamnya sembari menyusun sebuah rencana. Ide ini muncul seketika dan menurutnya ini lebih baik untuk Bisma.
"Tunggu kejutan mama, Bisma. Kamu akan mendapatkan pengganti Jelita jauh lebih baik dari dia, yang jelas perempuan satu ini tidak egois dan tahu tata krama dan sopan santun, serta sabar. Dia pasti cocol dengan kamu yang sedikit keras kepala," rencana Bu Sindi sembari tersenyum gembira. Bu Sindi berlalu dari balik pintu kamar Bisma.
Malam ini setelah Isya, Bisma sudah menyiapkan diri. Tubuhnya sudah wangi dan rapi dengan kemeja kotak-kotak yang melekat di tubuhnya. Ketampanan Bisma yang paripurna semakin terlihat meskipun ia tidak sedang menggunakan seragam TNI nya.
"Kak Bisma, kata mama dan papa segera turun, kita makan malam bersama," beritahu Haura yang tiba-tiba sudah berada tepat di hadapan Bisma yang baru saja keluar dari kamarnya.
kamu juga sering menghina Haura...
sama aja sih kalian berdua Bisma dan Jelita...😤
🤬🤬🤬🤬🤬🤬
cinta tak harus memiliki Jelita..siapa suruh selingkuh😁😁😁😁
ada ada aja nih jelita 😆😆😆😆😒
gak sia² si Bisma punya mulut bon cabe 🤣🤣🤣🤣
bilang aja kejadian yang sebenarnya...
Bisma salah paham...