Semua telah terjadi, imanku rasanya telah kubuang jauh. Berganti Nafsu syahwat yang selama ini selalu kupendam dalam-dalam.
Apakah ini benar-benar keinginanku atau akibat dari sesuatu yang diminumkan paksa kepadaku oleh pria-pria itu tadi.
Aku tidak tahu dan tidak ingin tahu.
Satu yang pasti, aku semakin menikmati semua ini atas kesadaranku sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perosotan
“Pemanasan aja dulu yuk.. cari yang dangkal dulu,” ajak istriku.
“Oke.. oke..” balasku yang mulai menggendong anakku.
Kami lalu masuk ke dalam kolam yang dangkal. Membasahi tubuh kami sebagai pemanasan sebelum memasuki kolam lainnya dan menaiki seluncuran.
Baik istriku maupun Rinda yang nampak cuek dengan pakaian yang mereka kenakan tak sedikitpun berusaha menutupi bagian indah di tubuh mereka. Untungnya di tempat ini tak sedang ramai pengunjung, bahkan serasa seperti kolam pribadi.
Payud4r4 Rinda memang hampir sama besarnya dengan punya istriku. Setelah tubuhnya terendam air, put1nknya jadi semakin terlihat menonjol di balik baju renangnya. Begitu juga kulihat payud4r4 milik istriku, mungkin karena kedinginan kedua putingnya ikut menonjol.
Pantat Rinda juga tergolong montok dan membusung, tapi masih lebih montok punya Ariefna.
“Eh Rin... pent1lmu nongol tuhh...” celetuk istriku melihat ke dada Rinda.
“Hihihi.. eh iya nih kak.. kedinginan makanya nonjol.. punya kakak juga tuhh,” balas Rinda tertawa.
“Hihihi.. biarin dehh.. kalo ada yang ngeliat kan bukan cuma punyaku aja.. punyamu kan sama-sama nonjol...” balas istriku santai sekali.
“Makanya... siapa suruh ga pake daleman.. untung sepi...” ujarku menimpali.
“Ya iya sihh, untung sepi...”
Selama kami berenang bersama, aku lebih banyak menemani anakku. Sedangkan istriku dan Rinda bermain-main sesuka hati mereka. Kubiarkan saja apa yang mereka lakukan sambil mengawasi anakku berenang.
“Pahh.. ayo naik seluncuran,” ajak istriku.
“Gak deh maa, aku temenin Nadia aja... mama sama Rinda aja tuhh,” jawabku.
“Ya udah.. ayo Rin, naik!”
“Ayo, kak!”
Istriku dan Rinda kemudian berenang kepinggir, lalu naik di tangga untuk keluar dari kolam. Di bagian seberang tangga tersebut terdapat kolam khusus untuk berenang biasa.
Sepasang muda-mudi yang ada disana melongo saat menyaksikan istriku dan Rinda keluar dari kolam karena aliran air yang turun menarik baju yang mereka gunakan sehingga bentuk payud4r4 montok mereka berdua tercetak dengan jelas.
Rinda kulihat tertawa geli menyadari cowo itu kagum melihat kearahnya, sedangkan cewenya jutek banget karena merasa payud4r4nya kalah ukuran.
“Pake pelampung gak Rin?”
“Pelampung apaan kak?”
“Itu ada ban...” tunjuk istriku.
“Gak usah.. yang di dada itu bisa buat pelampung kok.. dijamin ga bakalan tenggelam deh,” celetukku membalas ucapan keduanya.
“Hhhh.. papa nihh.. awas yah!” istriku tersenyum kecut.
Istriku menaiki seluncuran air kemudian diikuti oleh Rinda di belakangnya. Kuperhatikan sepasang muda-mudi tadi masih belum beranjak dari tempatnya, malah si cowonya menatap setiap gerakan yang dibuat oleh istriku dan juga Rinda.
Aku yakin pemuda itu juga menyadari kalau kedua perempuan itu tak memakai BH di balik baju renang mereka.
“Nadia mau naik seluncuran sayang?” tawarku pada anak perempuanku.
“Gak paahh.. takut..”
“Oh, yaudah.. liatin mama aja yah.”
Kubiarkan anakku main-main sepuasnya, sedangkan aku masih melihat ke arah dua perempuan yang naik seluncuran itu. Mataku tak bisa lepas dari mereka karena aku masih khawatir sesuatu yang memalukan bisa terjadi akibat kenekatan mereka.
...‘Sruuutttt.. byurrrr!’...
Istriku meluncur duluan. Kulihat gerakannya masih tertata, karena memang dia dulu pernah berlatih renang secara profesional.
“Awas kaaakkk....” teriak Rinda di belakangnya.
Kali ini giliran Rinda yang meluncur. Karena dia dalam posisi duduk mengangk4ng, lipatan vagin4nya tercetak jelas pada kain celana legging yang dia pakai.
Detik itulah baru kusadari selain dia tak memakai BH, ternyata dia juga tak memakai cel4na dalam. Mata pemuda yang sedari tadi melihatnya semakin terbelalak melihat pangkal pah4 Rinda.
Akhirnya pemuda itu mendapat satu pukulan keras di lengannya dari cewe yang kuperkirakan adalah pacarnya itu.
“Hahahaaa... nekat banget sih Rinda ini,” gumamku tertawa.
Rinda dan istriku nampak cuek sekali dengan kondisi mereka. Situasi tempat renang yang sepi membuatku tak ingin menghentikan mereka.
Kubiarkan saja pemuda itu melihatnya lagi, kupikir yang rugi bukan aku, bisa-bisa habis ini dia diputusin sama cewenya.
“Naik lagi kak...”
“Ayo, Rin...”
Kembali mereka naik ke atas seluncuran. Kali ini istriku meluncur dengan posisi membaringkan diri dan kakinya berada di depan.
...‘Sruutttt.. byurrr!!’...
“Aaaaawwww... hihihihi...”
Aku tersentak kaget ketika tubuh istriku menyentuh air. Dia menjerit kemudian tertawa meski baju atasnya tersingkap sampai bulatan payud4r4nya terbuka separuhnya.
Mataku terbelalak tak percaya, tapi itu benar-benar terjadi. Aku langsung melihat sekitar, untung tak ada orang lain yang melihatnya kecuali pemuda yang sedari tadi memang sedang berduaan dengan pacarnya. Dia mendapat tontonan gratis bulatan tok3t istriku tentunya.
“Maaa... mama... itu.. itu... “ teriakku sambil menunjuk ke arah bajunya. Kudekati dia yang masih berada di dekat ujung bawah seluncuran.
“Apa paa? Eh... iya.. maap.. hihihi...” istriku malah cekikikan sendiri sambil menurunkan ujung baju renangnya.
“Aduh, mama gimana sih? ahh...”
Tiba-tiba saja,
...‘Byurrrrr...!!’...
“Aaaahh.. mas Bima...” jerit Rinda kemudian.
Belum selesai aku bicara dengan istriku, ternyata Rinda sudah meluncur dari atas. Akibatnya akupun tertimpa tubuhnya yang tercebur ke dalam air.
Untuk sesaat lamanya Rinda memeluk tubuhku dengan erat. Sampai kurasakan desakan payud4r4nya di dadaku dan pangkal pah4nya menggesek batang kemalu4nku.
“Aduh.. maaf ya mas.. maaf...”
“Hhhh.. gapapa Rin... ati-ati dong...” balasku.
Menyadari aku masih memeluk tubuh Rinda, buru-buru kulepaskan pelukanku padanya. Takutnya nanti istriku malah cemburu dengan perlakukanku pada Rinda. Hanya saja kulihat istriku malah senyum-senyum tak jelas melihat ke arah kami.
“Udah ahh.. yang bener dong.. renang biasa aja,” pintaku kemudian.
“Hihihi.. seru banget paa.. harusnya dinikmati dong sepuasnya.”
“Eh, anu... emm... maksudnya gimana ma?” aku bingung pada ucapan istriku, apa maksudnya dinikmati sepuasnya, apa dia mengomentari pelukanku pada Rinda tadi.
“Maksudku renangnya ini lho paa.. kan biar ga rugi udah bayar mahal,” sambungnya lagi.
“Ohh... iya sih maa.. yaudah serah kalian.. biar aku temenin Nadia aja.”
Waktu berjalan semakin siang. Suasana tempat renang itu semakin sepi. Mungkin karena cuaca yang terasa panas hingga membuat pengunjung yang datang memilih untuk segera pulang.
Penjaga kolam juga tinggal dua orang saja dan tempatnya agak ke pojok, lumayan jauh dari posisi kami.
Aku dan anakku sudah keluar dari dalam air dan duduk santai di kursi yang ada di tepi kolam. Sedangkan istriku dan Rinda masih nampak menikmati berendam di dalam air tepat di depanku. Wajah-wajah mereka nampak bahagia sekali.
“Rin.. ambilin ban itu Rin.. buat mainan,” pinta istriku kemudian.
“Eh, iya kak...”
Saat Rinda sudah keluar dari kolam dan menarik bannya mendekat, istriku tiba-tiba menarik legging Rinda dan beralasan menjadikannya sebagai pegangan.
Istriku menarik celananya hingga merosot sampai bagian lututnya. Rinda yang panik karena tangan satunya sedang memegang ban, kebingungan untuk menutupi bagian mem3k atau pant4tnya karena hanya tersisa satu tangan.
“Aaaaaaahhhhh! Kak Ariefnaaaa!!!!!!“