Menikah Dengan Duda Loyo

Bab 34

Andhira tidak bisa tidur malam ini. Dia merasa gelisah karena potongan memori sewaktu kecil kembali bermunculan. Hal ini akan terjadi jika ada sesuatu yang membuatnya seperti dejavu.

Orang-orang terdekat di masa lalu Andhira yang kehilangan nyawanya, muncul satu persatu. Beberapa wajah dari mereka ada juga yang belum bisa dia kenali. Akan tetapi, dia merasa kalau mereka itu adalah orang yang sayang kepadanya.

"Aku sepertinya harus mendatangi rumah papa. Siapa tahu akan menemukan banyak kenangan yang aku lupakan," batin Andhira.

"Tapi, bagaimana caranya aku bisa datang ke rumah itu. Hampir sepuluh tahun aku pergi dari rumah itu, pastinya sudah banyak perubahan di sana," ucap istri Argani masih di dalam hatinya.

Andhira tidak bisa mendapatkan informasi apa pun yang terjadi di rumah Pak Bagas. Karena semua pegawai yang dahulu mengabdi pada keluarganya, sudah dipecat, termasuk Bi Eneng yang sudah mengabdi sejak ayahnya masih muda.

"Sayang? Kamu belum tidur?" Argani yang terbangun dari tidurnya dibuat terkejut ketika melihat Andhira duduk termenung.

"Baru saja aku terbangun, Mas."

"Tidurlah. Tidak baik begadang, kamu harus banyak istirahat."

Argani menarik Andhira ke dalam pelukan. Dia mengusap-usap punggung istrinya agar kembali tidur.

Mendapat sentuhan lembut dari suaminya, Andhira memejamkan mata berharap segera tidur. Baru saja dia beberapa menit tertidur, wanita itu kembali terbangun. 

Tiba-tiba saja memori dirinya sewaktu masih kecil muncul. Andhira ingat ada sebuah jalan rahasia yang sering dijadikan keluar masuk dirinya ketika ingin pergi ke minimarket di komplek sebelah. Di halaman samping ada pohon anak nakal yang menjulang tinggi, di bagian bawahnya ada rumput-rumput liar sehingga menutupi sela-sela batang pohon.

"Besok aku coba lihat tempat itu, apa masih ada atau tidak," batin Andhira.

***

Keesokan harinya Andhira pergi ke kawasan perumahan di mana dahulu dia tinggal. Dia datang ke sana dengan menyamar. Memakai rambut palsu, kacamata, dan dandanan ala wanita sosialita. Dirinya tidak boleh sembarang menyamar, karena akan mengundang rasa penasaran para penjaga rumah yang ada di kawasan itu.

Andhira sengaja memakai mobil rental untuk melakukan penyamarannya. Begitu dekat dengan tempat jalan rahasia dia turun dari mobil, pura-pura kendaraannya mogok.

"Perasaan ada di sekitar sini, deh!" batin Andhira sambil menyibak beberapa rumput dan pohon-pohon liar lainnya.

Mata Andhira berbinar dan senyum lebar kini menghiasi wajahnya ketika melihat jalan rahasia itu masih ada. Dia pun mencoba masuk ke sana. Sudah agak sempit karena sekarang dia sudah dewasa.

"Ini harus ada bagian batang yang dipotong," batin Andhira karena ukuran badan Argani lebih besar darinya.

Setelah memastikan jalan itu masih ada, Andhira memutuskan untuk pergi dari sana sebelum ketahuan oleh para penjaga. Ada rasa rindu yang dia rasakan ketika melihat rumah tempat dirinya dibesarkan. Bayang-bayang ketik dia dengan kedua orang tuanya menghabiskan waktu di berlarian di halaman rumah, berenang di kolam renang, dan ayunan tempat dia dan mamanya menghabiskan waktu sambil membaca buku dongeng.

Ketika Andhira hendak keluar komplek perumahan, mobil dia berpapasan dengan mobil milik Pak Bagas. Laki-laki itu terlihat sedang merokok. Setahu dia papanya bukanlah perokok.

"Sejak kapan Papa merokok?" batin Andhira.

Andhira pulang dan menghabiskan waktu bersama Arya. Dia senang melihat putranya tumbuh sehat dan cerdas seperti dirinya dahulu juga termasuk anak yang aktif dan sehat.

Sejak bayi Andhira sudah ikut banyak kontes. Seperti kontes bayi sehat, bayi cerdas, dan bayi aktif, sehingga banyak dikenal orang.

Andhira berharap bayi yang sedang dia kandung saat ini adalah bayi yang sehat dan cerdas. Dia membayangkan anaknya kali ini mirip dirinya.

***

Di keesokan hari, Andhira meminta Argani meluangkan waktu jam istirahatnya untuk membicarakan sesuatu yang penting. Sebelum waktu perjanjian dengan suaminya tiba, Andhira membawa Arya pergi ke rumah mertuanya. Tentu saja dia ke sana ingin mendengar kisah ibu kandungnya dari sang mertua.

"Mama, tahu kisah cinta papa dan mamaku?" tanya Andhira.

"Mama hanya tahu sedikit. Tapi, mamamu sangat bahagia bisa menikah dengan papamu," jawab Mama Aini.

Wajah Andhira terlihat sendu. Dia dulu pernah mendengar sedikit kisah cinta kedua orang tuanya. Dia berharap ada yang tahu kapan keduanya bertemu, memutuskan untuk saling membalas perasaan satu sama lain. 

"Ada apa?" tanya Mama Aini.

"Ada beberapa ingatan aku sewaktu kecil yang terus muncul dan ini seperti potongan puzzle untuk memecahkan suatu kasus. Bisa saja dengan itu aku akan bisa membongkarnya misteri yang terjadi pada keluarga," jawab Andhira.

Wanita berbadan dua itu pun menceritakan apa yang terjadi kepadanya. Andhira yakin ibu mertuanya juga memikirkan hal yang sama. 

"Apa yang kamu katakan barusan, mama mendukung kamu. Tapi, kamu jangan pergi sendirian ke sana," ucap Mama Aini.

"Iya, Ma. Rencananya aku akan pergi ke sana bersama dengan Mas Gani," balas Andhira.

"Ajak Roy juga. Dia bisa diandalkan ketika keadaan genting. Kamu harus hati-hati ketika datang ke rumah itu. Sekarang ini tempat itu sudah benar-benar berbeda dari rumahmu yang dulu."

Sebuah dering telepon menghentikan pembicaraan mertua dan menantu. Mama Aini menerima panggilan itu. Hanya di waktu-waktu penting biasanya telepon rumah berbunyi. Papa Anwar atau yang lainnya akan menghubungi Mama Aini lewat telepon seluler jika ada sesuatu yang ingin diberi tahu. Jika ada keperluan mendesak baru mereka menghubungi lewat telpon agar segera diangkat panggilannya.

"Halo," ucap Mama Aini.