NovelToon NovelToon
Gadis Kecil Dan CEO Dingin Nisa And Rey

Gadis Kecil Dan CEO Dingin Nisa And Rey

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Syari_Andrian

Pengingat bahwa Aku tidak akan pernah kembali padamu. "Nico kamu bajing*n yang hanya menjadi benalu dalam hidupku. aku menyesal mengenal dan mencintai mu."

Aku tidak akan bersedih dengan apa yang mereka lakukan padaku. "Sindy, aku bukan orang yang bisa kamu ganggu."

Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitiku kembali

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syari_Andrian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketegangan. Rencana Musuh

Nisa kembali duduk bersama Kakek Arfan di ruang tamu, mencoba menenangkan diri setelah Rey pergi. Suasana masih tegang, dan mereka tahu bahwa ancaman Sindy tidak bisa dianggap enteng.

"Kakek, aku khawatir tentang Rey," kata Nisa dengan suara pelan, memandang ke arah pintu yang baru saja ditutup oleh Rey.

Kakek Arfan menatap Nisa dengan lembut. "Rey anak yang pintar, Nisa. Dia tahu bagaimana menjaga dirinya sendiri. Tapi aku mengerti kekhawatiranmu. Kita harus tetap waspada."

Nisa menghela napas. "Aku ingin membantu lebih banyak, Kek. Aku tidak bisa hanya duduk diam di sini sementara Rey dan yang lain menghadapi bahaya."

Kakek Arfan tersenyum tipis. "Kamu sudah melakukan banyak hal, Nisa. Tapi kalau kamu ingin membantu lebih, mungkin kita bisa mulai dari sini. Ada sesuatu yang ingin kuberitahu."

Nisa menatap Kakek Arfan dengan penuh perhatian. "Apa itu, Kek?"

Kakek Arfan menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Aku punya jaringan di Australia yang bisa kita manfaatkan. Mereka bisa memberikan informasi lebih lanjut tentang gerakan Sindy dan siapa saja yang terlibat dalam rencananya."

Nisa mengangguk antusias. "Itu bagus, Kek. Jadi, apa yang bisa kita lakukan sekarang?"

"Kita bisa mulai dengan menghubungi mereka dan meminta bantuan mereka untuk melacak gerak-gerik Sindy," kata Kakek Arfan. "Tapi kita juga harus berhati-hati. Sindy mungkin sudah tahu bahwa kita bergerak."

Nisa berpikir sejenak, lalu bertanya, "Apa kita punya cara untuk berkomunikasi dengan mereka tanpa terdeteksi?"

Kakek Arfan mengangguk. "Tentu, kita punya saluran komunikasi aman. Aku akan mengatur itu sekarang."

Sementara Kakek Arfan sibuk dengan komunikasinya, Nisa merasa sedikit lega, tetapi kekhawatiran tentang Rey tetap menghantuinya.

Beberapa saat kemudian, Kakek Arfan kembali. "Mereka sudah mulai bekerja, Nisa. Kita akan mendapatkan informasi secepat mungkin."

Nisa tersenyum, merasa sedikit lebih tenang. "Terima kasih, Kek. Aku merasa lebih baik sekarang."

Kakek Arfan menepuk punggung tangan Nisa dengan lembut. "Kita akan melalui ini bersama, Nisa. Jangan khawatir. Rey dan yang lain tahu apa yang mereka lakukan."

Nisa mengangguk. "Aku percaya pada mereka, Kek. Tapi aku juga ingin siap jika sesuatu terjadi."

Kakek Arfan menatap Nisa dengan penuh penghargaan. "Kamu sudah menunjukkan kekuatan yang luar biasa, Nisa. Jangan ragu untuk tetap kuat, karena kita membutuhkanmu."

Nisa tersenyum tipis, merasa sedikit lebih yakin dengan dirinya sendiri. "Aku akan melakukan yang terbaik, Kek. Demi Rey, keluarga kita, dan semuanya."

Sementara itu, di tempat lain, Sindy sedang mengadakan pertemuan rahasia dengan anak buahnya. Wajahnya yang kini berbeda setelah operasi plastik membuatnya sulit dikenali, tetapi matanya tetap penuh dengan dendam.

"Apakah kita sudah siap?" tanya Sindy dengan suara dingin, menatap setiap orang di ruangan itu.

Seorang pria bertubuh besar yang tampak sebagai tangan kanannya, mengangguk. "Kami sudah menyiapkan segalanya. Tim kita di lapangan sedang memantau pergerakan Nisa dan keluarganya."

Sindy menyeringai. "Bagus. Aku ingin mereka menderita. Kita akan menghancurkan mereka satu per satu."

Seorang wanita muda di pojok ruangan angkat bicara, tampak ragu. "Tapi, Sindy... mereka punya Rey dan Kakek Arfan. Itu bisa menjadi hambatan besar bagi kita."

Sindy menatap wanita itu tajam. "Itu tidak masalah. Rey mungkin cerdas, tetapi dia tidak akan bisa melawan kita selamanya. Kakek Arfan, meskipun dia punya koneksi, tetaplah seorang pria tua. Kita punya keuntungan di sisi kita."

Pria bertubuh besar itu menambahkan, "Kami juga punya beberapa kontak yang bisa mengganggu mereka dari dalam. Kita hanya perlu waktu yang tepat untuk menyerang."

Sindy mengangguk puas. "Baiklah. Kita akan menunggu waktu yang tepat. Pastikan semua berjalan sesuai rencana. Aku tidak ingin ada kesalahan."

Semua di ruangan itu mengangguk, siap melaksanakan perintah Sindy.

Sindy berdiri, berjalan ke jendela dan menatap keluar dengan tatapan penuh kebencian. "Nisa, Rey... kalian akan membayar mahal atas semua ini."

Sementara itu, Nisa yang masih di vila, menerima pesan dari Rey yang memberikan informasi singkat tentang perkembangan di lapangan. Dia merasa lega mengetahui bahwa Rey baik-baik saja, tetapi hatinya tetap waspada.

Nisa berbicara kepada Kakek Arfan, "Kita harus tetap waspada. Sindy mungkin akan menyerang kapan saja."

Kakek Arfan mengangguk setuju. "Kita akan siap, Nisa. Mereka mungkin merencanakan sesuatu, tapi kita juga tidak akan tinggal diam."

Nisa menatap Kakek Arfan dengan tekad. "Aku akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi kita semua."

Kakek Arfan tersenyum bangga. "Itu semangat yang kita butuhkan. Kita tidak akan membiarkan mereka menang."

∆∆

Sindy duduk di sebuah ruangan gelap bersama tangan kanannya, Rico, dan beberapa anak buah lainnya.

"Kita harus memastikan bahwa mereka tidak punya waktu untuk bernapas," kata Sindy dengan suara penuh kebencian. "Aku ingin Rey dan Nisa merasa terpojok. Kita akan menyerang mereka di saat mereka paling tidak siap."

Rico mengangguk, matanya bersinar dengan antusiasme. "Kami telah menyiapkan beberapa serangan kecil untuk mengalihkan perhatian mereka. Kami juga punya orang di dalam yang bisa memberikan informasi akurat tentang setiap langkah mereka."

Sindy tersenyum sinis. "Bagus. Kita harus menekan mereka dari semua sisi. Aku ingin mereka merasa kehilangan kendali."

Seorang pria lain di ruangan itu bertanya, "Bagaimana dengan Kakek Arfan? Dia cukup berpengaruh dan bisa menjadi ancaman besar bagi kita."

Sindy menatap pria itu dengan tajam. "Kakek Arfan adalah target utama kita. Tapi kita tidak akan gegabah. Kita akan membuatnya lengah dulu, baru kita serang dengan kekuatan penuh."

Rico menambahkan, "Kami juga sedang mengawasi aset-aset mereka. Jika kita bisa menyerang sumber keuangan mereka, itu akan melemahkan mereka lebih cepat."

Sindy mengangguk puas. "Lakukan apa yang perlu. Aku tidak peduli seberapa kotor metode kita, yang penting mereka hancur."

Semua orang di ruangan itu mengangguk, siap melaksanakan perintah Sindy. Mereka tahu, pertempuran ini akan panjang, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka tidak akan mundur. Dendam Sindy adalah bahan bakar yang terus mendorong mereka maju, meski bahaya di depan begitu besar.

°°°°°

Di vila keluarga Nisa, suasana lebih tenang setelah kejadian sebelumnya. Namun, Nisa tidak bisa menghilangkan rasa cemas yang terus menghantuinya. Dia duduk di ruang tamu bersama Rey, Kakek Arfan, dan orang tuanya, mencoba merencanakan langkah berikutnya.

"Kakek, kita harus waspada. Aku yakin Sindy tidak akan berhenti begitu saja," kata Nisa, matanya penuh tekad.

Kakek Arfan mengangguk. "Kamu benar, Nisa. Sindy adalah ancaman yang tidak bisa kita abaikan. Tapi kita tidak akan membiarkan dia menang."

Rey menambahkan, "Kita sudah menyiapkan beberapa langkah antisipasi. Aku sudah menghubungi beberapa orang kepercayaan untuk mengawasi gerak-gerik mereka."

Ibu Nisa, Bu Rianti, tampak cemas. "Nisa, kamu harus lebih hati-hati. Aku tidak ingin kehilangan kamu."

Nisa meraih tangan ibunya, mencoba menenangkan kekhawatiran yang terlihat jelas di wajahnya. "Aku akan berhati-hati, Bu. Tapi kita juga tidak bisa terus bersembunyi. Kita harus menghadapi ini."

Pak Roni, yang selama ini diam, akhirnya berbicara. "Kita punya kekuatan dan jaringan yang cukup kuat untuk melawan mereka. Tapi aku setuju dengan Nisa, kita tidak bisa terus bermain defensif."

Rey mengangguk setuju. "Kita perlu menyerang balik. Sindy dan orang-orangnya harus tahu bahwa kita tidak mudah dijatuhkan."

Kakek Arfan tersenyum tipis. "Itulah semangat yang aku harapkan dari kalian. Kita akan membuat rencana yang lebih kuat dan memastikan bahwa mereka tidak akan bisa menyentuh kita."

Nisa, dengan dukungan keluarganya, merasa lebih kuat. Dia tahu bahwa ini akan menjadi pertempuran panjang, tetapi dia siap menghadapi apapun yang datang. "Kita akan memenangkan ini. Untuk keluarga kita, untuk semua yang telah kita lalui."

Rey menatap Nisa dengan penuh keyakinan. "Dan aku akan selalu ada di sisimu, Nisa. Bersama-sama, kita pasti bisa mengalahkan mereka."

1
Ellsya
Lumayan
Guillotine
Nyesel kalo gak baca.
thalexy
Thor, masih ingat sama penggemar yang gak sabar nungguin kelanjutan ceritanya?
Regrater
Kepayang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!