NovelToon NovelToon
Kembalinya Sang Ibu

Kembalinya Sang Ibu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Mafia / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Trauma masa lalu / Enemy to Lovers
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: fasyhamor

AVA GRACE sudah berlari terus menerus selama hidupnya. Kejadian 5 tahun lalu membuat mentalnya hancur dan rusak karena perbuatan pria iblis itu. Sudah banyak yang terjadi di kehidupan Ava, yaitu di paksa menikah, di ambil kesuciannya dan juga di paksa untuk mengandung seorang anak.

EVAN VALACHI, pria itu adalah Bos Mafia dengan wajah tampan bagai iblis. Dia selalu memaksa Ava 5 tahun lalu, sehingga pada akhirnya wanita itu hamil di usia 21 tahun.

Hubungan toxic itu tidak bisa di biarkan dan terus berlanjut. Sejak Ava melahirkan putra mereka 5 tahun lalu, Evan mempersilakan Ava pergi sejauh mungkin. Menghapus seluruh hubungan sakit itu, membiarkan Evan yang mengurus putra mereka sendirian.

Tetapi bagaimana jadinya jika Tuhan berkehendak lain?

Mereka kembali bertemu dengan tidak sengaja. Tidak, itu bukan ketidaksengajaan bagi Evan. Pria itu selalu memperhatikan istrinya dari jarak jauh, berusaha membuat putranya mengenal sosok cantik jelitanya sang ibu.

Apa yang akan Ava lakukan dengan kejadian tersebut? Apa dia akan kembali pada pria itu dan hidup bersama putranya, atau pergi sejauh mungkin dari keluarga kecilnya?

Mari kita ikuti kehidupan Ava dan Evan beserta dengan putranya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fasyhamor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bertemu kembali

Evan menidurkan Noel di kasur dengan perlahan, tangannya merapihkan rambut putranya yang berantakan. Kemudian pria itu bergerak mundur keluar dari kamar anaknya.

Helaan napas panjang keluar dari mulut Evan sambil berjalan menuju ruang kerja yang berada di mansionnya. Evan mendorong pintu dan masuk ke dalam, matanya langsung mendapati sosok temannya yang sedang duduk santai di sofa yang berada di seberang meja kerjanya.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” Evan bertanya dengan nada tajam, dia ikut duduk di sofa di sana.

Morres menyesap minuman alkoholnya, kedua kakinya naik keatas meja kopi di hadapannya.

“Aku dengar kamu bertemu dengan wanita itu.” jawab Morres dengan nada mengejek.

Evan menghela napas panjang, punggungnya bersandar pada sandaran sofa.

“Seperti biasa, aku selalu mengajak Noel untuk melihat ibunya dari jarak jauh, supaya anak itu tahu bagaimana sosok ibunya. Tapi aku tidak menyangka bahwa Noel sama keras kepalanya seperti Ava.”

Morres mengerutkan dahinya mendengar penjelasan Evan yang terasa menggantung dan tidak lengkap.

“Lalu apa yang terjadi?” Morres bertanya penasaran.

“Noel keras kepala, dia meronta dan tanpa di sadari anak itu sudah turun dari mobil, berlari secepat kilat mendekati ibunya yang sedang berada di luar kantornya.” lanjut Evan, pria itu memejamkan matanya karena merasa pusing dengan kejadian barusan.

Morres mendengkus, kemudian tertawa terbahak-bahak.

“Aku tidak menyangka pria kejam dan dingin sepertimu tidak bisa melakukan apapun terhadap putramu itu.” sahut Morres.

Evan masih nyaman untuk memejamkan erat kedua matanya, mendengar tawa mengejek dari temannya malah semakin membuatnya pusing.

“Hentikanlah, lebih baik kamu pergi dari rumahku.” usir Evan secara terang-terangan.

“Kenapa kamu terlihat depresi sekali hanya karena sehabis bertemu dengan istrimu itu?”

Evan tidak segera menjawab, dia membuka kedua matanya, tangannya meraih gelas yang berada di tangan Morres, lalu meminumnya dengan sekali teguk.

“Hei, aku baru meminumnya sedikit.” Morres menatap tidak percaya pada kelakuan temannya.

“Dia mengajak untuk bertemu lagi.” celetukan Evan membuat kedua mata Morres membulat terkejut.

“Dia siapa?”

“Ava.”

Ini sungguh di luar dugaan. Selama bertahun-tahun itu, Morres tentu tahu bagaimana hubungan sakit antara Ava dan Evan. Morres selalu menjadi penonton di saat Evan selalu melukai mental wanita itu, dia selalu menjadi penonton di kala Ava selalu berusaha untuk kabur dan menyakiti dirinya sendiri. Walaupun Evan tidak pernah melukai fisik Ava, tetapi jika mental yang di lukai, itu akan membekas seumur hidup.

Seharusnya Ava masih membenci Evan, seharusnya wanita itu tidak perlu peduli dengan anak yang tidak pernah wanita itu inginkan.

Tetapi sekarang? Ava ingin bertemu lagi dengan Evan dan putra mereka?

Apa ini bisa di sebut hal baik? Atau hal buruk?

Morres mendengkus sinis. “Lalu kenapa kamu terlihat seperti anak remaja yang sehabis putus cinta seperti ini?”

Evan menarik napas gusar, matanya membalas tatapan Morres yang terlihat mengejeknya.

“Aku sudah membiarkan dia untuk pergi sejauh mungkin dari kehidupanku. Aku membiarkan dia bebas. Tapi di saat dia tahu bahwa putranya masih hidup, dia berlagak sebagai ibu yang butuh anak dan ingin bertemu dengan ku lagi.”

“Bukan kamu lebih tepatnya, Ava ingin bertemu dengan putranya.” Morres meralat.

Evan berdecak lidah, ia membuang muka dan menatap jengah pada seisi ruang kerjanya.

“Beberapa tahun lalu dia berusaha membunuh anaknya sendiri.” celetuk Evan.

Morres ikut berdecak, hubungan temannya itu benar-benar rumit dan menyebalkan. Sejujurnya ini bukan sepenuhnya salah wanita itu, sudah bertahun-tahun lamanya hidup Ava harus membiarkan dan menerima semua keegoisan seorang Evan. Logika wanita itu masih berjalan di saat mentalnya semakin hancur karena Evan, yaitu dengan tidak membiarkan anak yang tidak tahu apapun harus lahir di dunia jahat ini, di antara ibu dan ayah yang tidak pernah akur.

“Lalu apa yang kamu jawab saat wanita itu berkata ingin bertemu dengan kalian lagi?” tanya Morres penasaran.

“Tentu saja kita bisa bertemu lagi, besok.” jawab Evan.

Morres menepuk kedua pahanya, lalu bangkit berdiri. “Baiklah, besok kalian akan bertemu lagi. Kamu perlu tidur yang nyaman, Evan. Bawah matamu sudah semakin gelap.” pria itu menyarankan.

“Sejak kapan aku bisa tertidur dengan nyaman?” Evan mendengkus dengan pertanyaannya sendiri.

Setelah di tinggal selama lima tahun oleh Ava, tidak pernah dirinya tidur dengan nyaman. Bahkan ada hari di mana terkadang dia merasa rindu dengan wanita itu, dan ada hari di mana Evan harus begadang untuk mengurus anaknya yang masih bayi.

Morres mengedikkan bahunya tak acuh dan tidak tahu dengan pertanyaan Evan.

“Kamu harus tidur. Usahakan saat bertemu besok, jangan bertengkar dengan wanita itu di depan putra kalian.” Morres menyarankan lagi sebelum benar-benar melangkah keluar dari ruang kerja Evan.

Meninggalkan Evan sendirian di dalam ruang kerja dengan mata terpejam erat dan kepala yang terus berisik.

Ava duduk di ruang tamu apartemennya dengan perasaan gelisah. Ini sudah siang, hari di mana dia akan bertemu lagi dengan pria itu dan juga putranya. Wanita itu menggigit kuku jarinya gugup, tidak sabar menanti kedatangan anaknya.

Tanpa perlu memberitahukan alamat apartemennya, sudah pasti Evan akan tahu karena pastinya pria itu tahu di mana Ava kerja dan tinggal. Pria itu tidak lebih dari seperti seorang penguntit yang memantau istrinya yang kabur.

Bunyi bel di depan pintu yang berada di hadapannya membuat Ava mendongak cepat. Wanita itu segera berdiri dan melangkah guna membuka pintu apartemennya.

“Mama!” Noel merentangkan kedua tangannya kehadapan Ava saat pintu sudah terbuka.

Ava mengulas senyum tipis melihat putranya, dia masih merasa canggung melihat anaknya sendiri. Tangan wanita itu berada di puncak kepala Noel dan mengelusnya dengan lembut. Pandangan Ava naik dan membalas tatapan Evan.

“Hai,” Evan menyapa dengan pelan, Ava hanya dapat mengangguk.

“Kalian bisa masuk.” Ava menggeser tubuhnya, mempersilahkan Evan dan Noel masuk ke dalam apartemennya yang kecil.

Noel masuk dengan wajah berseri senang, sedangkan Evan masuk dengan canggung.

Ava menutup pintu dan berjalan menuju dapur, mengambil minuman untuk keduanya.

“Mama.” Noel memanggil ibunya dan berdiri di belakang Ava.

“Apa kamu suka ini?” Ava menunjukkan kotak minuman rasa vanilla kearah Noel.

Noel mengangguk semangat dengan senyum lebar. “Aku suka apapun yang Mama berikan padaku!”

Ava menarik senyum mendengarnya, pandangannya naik dan tidak sengaja bertatapan dengan Evan yang sudah memperhatikannya.

“Apa dia boleh?” Ava bertanya pada Evan, takut jika saja Noel mempunyai alergi terhadap susu.

Evan melirik sekilas pada kotak susu itu. “Tidak apa-apa jika susu vanilla. Noel punya alergi dengan susu cokelat.”

Ava mengulum bibir dan mengangguk. Untung saja dia punya susu vanilla dan bukan cokelat. Wanita itu menyerahkan susu kotak tersebut kepada Noel yang menerimanya dengan senang.

“Terima kasih, Mama!”

...***...

...Ini papa Evan🥰...

1
Juana Herlina
masya Allah ganteng nya/Drool/
Amoramor: hihi🥰🥰🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!