Ini bukan tentang harga diri lagi, ini hanya tentang mencintai tanpa dicintai.
Aruna nekat menjebak calon Kakak iparnya di malam sebelum hari pernikahan mereka. Semuanya dia lakukan hanya karena cinta, namun selain itu ada hal yang dia perjuangkan.
Semuanya berhasil, dia bisa menikah dengan pria yang dia inginkan. Namun, sepertinya dia lupa jika Johan sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini. Yang dia cintai adalah Kakaknya, bukan Aruna. Hal itu yang harus dia ingat, hingga dia hanya mengalami sebuah kehidupan pernikahan yang penuh luka dan siksaan. Dendam yang Johan punya atas pernikahannya yang gagal bersama wanita yang dia cintai, membuat dia melampiaskan semuanya pada Aruna. Perempuan yang menjadi istrinya sekarang.
"Kau hanya masuk dalam pernikahan semu yang akan semakin menyiksamu" -Johan-
"Jika perlu terluka untuk mencintaimu, aku rela" -Aruna-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cukur Saja Rambutku
Perasaan yang tidak pernah hilang, meski luka begitu besar. Bolehkah hati tetap berharap? Jika memungkinkan, izinkan cinta ini menjadi sebuah kebahagiaan.
**
Bukan tentang kesempatan kedua, tapi tentang cintanya yang tidak pernah hilang. Perasaan yang sudah terlalu dalam, sampai tidak bisa untuk dia mencoba untuk berhenti mencintainya. Menghilangkan perasaannya pun tidak bisa.
Aruna kembali menikmati sore hari di Taman Rumah Sakit. Bermain dengan beberapa anak-anak lain yang terpaksa tinggal di rumah sakit, seperti dirinya.
"Kak Aruna"
Aruna menoleh dan sedikit terkejut saat beberapa anak itu berlari padanya dengan membawakan bunga mawar putih padanya. Aruna sedikit bingung, tapi dia menerimanya.
"Ini untuk Kakak"
"Diterima bunganya ya Kak"
"Loh, ini dari siapa?' tanya Aruna sedikit bingung, tiba-tiba anak-anak ini datang dengan membawa bunga mawar putih ini. Bahkan satu anak membawa dua tangkai bunga mawar.
Sekarang tangan Aruna menjadi penuh dengan bunga-bunga itu. Lalu Aruna mendongak saat merasa ada yang berjalan ke arahnya. Dan dia langsung tahu siapa yang memberikan bung-bunga ini padanya. Aruna tersenyum tipis.
"Kak, untuk apa kasih bunga sebanyak ini?"
Johan mengelus kepala satu anak laki-laki disana. "Terima kasih atas kerja sama kalian"
"Iya Kak"
Semua anak-anak itu kembali bubar dan sibuk dengan bermain disana. Sementara Johan menghampiri Aruna, mengelus kepalanya dan mengecup keningnya. Tentu saja itu cukup mengejutkan bagi Aruna, belum terbiasa dengan sikap lembut Johan seperti ini. Selama ini dia hanya menghindar setiap Johan ingin melakukan hal ini, tapi perlahan Aruna juga tidak bisa menghindarinya lagi.
"Kamu menyukai bunganya?" tanya Johan.
Aruna tersenyum tipis, dia mencium aroma wangi dari bunga mawar putih ditangannya. "Suka, terima kasih, Kak. Tapi lain kali tidak perlu memberi bunga sebanyak ini"
"Tidak papa, asal kamu senang, maka aku akan berikan apapun untukmu"
Aruna hanya tersenyum penuh arti kesedihan, karena baru sekarang Johan ingin membuatnya senang. Karena dulu yang Johan inginkan adalah penderitaannya. Aruna kembali duduk di bangku taman. Menatap anak-anak yang bermain disana dengan ditemani beberapa perawat yang menjaga mereka. Johan ikut duduk disampingnya.
"Kak, pada awalnya aku selalu mengeluh dan hampir menyerah dengan semuanya. Tapi melihat anak-anak itu yang bahkan sudah mengalami hal seperti ini lebih lama daripada aku, dan mereka masih begitu kuat dan ceria. Aku jadi sadar, jika yang perlu dijalani saat ini, adalah kehidupan ini dengan baik. Entah suatu saat nanti hasilnya akan seperti apa, itu pasti sudah kehendak Tuhan"
Johan terdiam, dia menoleh dan menatap Aruna dengan tatapan yang sulit diartikan. Setiap melihat keadaan istrinya ini, maka hatinya selalu terasa sakit sekali. Aruna yang jelas dalam keadaan tidak baik-baik saja. Tangan Johan terangkat perlahan, mengelus kepala Aruna dan rambutnya selalu ikut menempel pada tangannya. Padahal itu hanya sebuah elusan lembut.
"Kak, boleh aku meminta sesuatu? Ah, apa boleh?" tanya Aruna dengan ragu, dia menoleh dan menatap Johan dengan tatapan penuh harap.
Ya Tuhan, hati Johan benar-benar terasa begitu sakit. Bahkan untuk meminta sebuah permintaan saja, Aruna begitu ragu dan penuh rasa takut. Johan tersenyum dengan matanya yang berkaca-kaca, dia tahu Aruna seperti ini karena sikapnya yang dulu. Bahkan semua perkataan Johan, pasti membuat Aruna begitu ketakutan sampai sekarang.
"Boleh dong Sayang, mau minta apa hmm?"
Aruna masih tersenyum, menatap lekat pada Johan dengan mata sayunya. "Tolong cukur rambut aku ya nanti, dibiarkan juga tetap akan habis rontok. Malah semakin aneh dengan rambut yang tipis ini. Jadi, sebaiknya di cukur saja"
Dada Johan seperti terhimpit benda besar, sesak sekali. Meski dia mencoba untuk tersenyum, tapi air mata malah lolos begitu saja dari pipinya. Aruna tersenyum, dia mengusap pipi Johan dan menghapus air matanya.
"Kenapa menangis, Kak? Jangan menangis, aku sudah ikhlas menerima semuanya. Jalan hidupku, takdirku, dan semua yang sudah digariskan oleh Tuhan untuk aku"
Tidak bisa menahan lagi, Johan langsung memeluk istrinya ini. Menangis dengan memeluk erat tubuh Aruna. Isakannya terdengar, Johan tidak bisa menahan diri lagi.
"Kamu pasti akan sembuh"
"Aku juga berharap seperti itu, agar aku bisa merawat bayi ini"
Johan memejamkan matanya dengan air mata yang lolos begitu saja. Dadanya semakin terasa sesak, mengingat jika tidak mungkin mempertahankan diantara keduanya. Johan tetap harus memilih salah satu diantara dua nyawa.
*
Tangannya bergetar, bahkan air mata tidak berhenti mengalir, meski Johan mencoba untuk menahannya. Mesin cukur rambut sudah ada di tangannya dan sudah dia hidupkan, tapi tangannya masih bergetar untuk mencukur rambut panjang istrinya yang sudah tipis ini. Aruna duduk dengan tenang di depan sebuah cermin.
"Ayo Kak, lakukan saja. Aku tidak papa" ucap Aruna, dia tersenyum ke arah cermin untuk Johan melihatnya. Tapi dibalik senyuman itu, malah semakin membuat Johan merasa sakit. "Rambut aku pasti akan tetap habis meski tidak di cukur. Karena terus rontok"
Johan mengusap air mata di pipinya, dia mencoba untuk tetap tenang. Dia mulai menggerakan mesin cukur ke rambut Aruna, dan beberapa helai rambut langsung berjatuhkan ke atas lantai. Aruna tersenyum menatap dirinya di balik pantulan cermin. Rasanya memang cukup sakit sekali, tapi dia harus melakukan ini dalam keadaannya yang seperti ini.
Air mata Johan kembali mengalir di pipinya. Sekarang kepala Aruna sudah plontos tanpa sehelai rambut pun. Johan mematikan mesin cukur dan menyimpannya di atas meja. Lalu, dia memeluk Aruna dari belakang, tangannya melingkar di dada Aruna dengan wajah yang dia sembunyikan di bahunya. Menangis tersedu-sedu.
"Kak, jangan menangis terus. Aku tidak papa, dan aku siap dengan keadaan aku yang seperti ini"
Johan tidak menjawab, dia hanya semakin erat memeluk istrinya. Tubuhnya bergetar, rasanya sakit sekali, melihat keadaan Aruna yang seperti ini. Sementara dirinya dulu adalah pria yang paling menyakiti wanita yang sudah menampung banyak rasa sakit ini.
Aruna memegang tangan Johan yang berada di dadanya. Rasanya aneh sekali mendengar pria ini menangis. Padahal dulu saja dia begitu dingin, dan pria sangat tegas. Bukan pria lemah seperti ini, yang bisa menangis sesenggukan seperti ini.
"Kak, jangan menangis. Aku tidak papa, lagian aku merasa aneh kenapa kamu menangis seperti ini. Tidak seperti kamu yang biasanya"
Johan melerai pelukannya, dia mengangkat wajahnya yang sejak tadi terbenam di bahu Aruna. Menatap Aruna dari pantulan cermin.
"Kamu akan kembali sehat, percaya padaku"
"Em Kak" Aruna berbalik dan menghadap Johan sekarang, menatapnya dengan lekat. "Jika Dokter memberikan pilihan diantara aku atau bayi ini yang harus diselamatkan, tolong kamu pilih bayi ini saja ya. Jangan mengorbankan dia hanya demi aku. Dia juga berhak melihat dunia ini"
Deg ... Johan hanya terdiam dengan mata berkaca-kaca. Dia mengelus perut Aruna dengan lembut. Mulai terasa getaran dari dalam sana, tapi terasa cukup lemah. Dadanya terasa sangat sesak. Memang berat berada dalam posisi dirinya saat ini.
"Kamu harus bertahan"
Dan maaf jika aku mungkin akan mengambil keputusan yang tidak kamu inginkan.
*
Johan mengepalkan tangan, menatap wajah Aruna yang tenang dalam tidurnya. Lalu mengalihkan tatapannya ke perut Aruna yang membuncit.
Air mata sudah mengalir begitu saja, dia menahan isakannya karena takut membangunkan Aruna. Bahunya bergetar dan dadanya yang bergemuruh sesak. Jika bisa, dia tidak ingin berada di posisi ini. Harus memilih diantara dua nyawa yang berarti baginya.
Aku harus memilih... Tapi Tuhan, kenapa harus seperti ini?
Bersambung
~~ kenapa Superman poni keritingnya cuma satu...??
jawabannya.. kalau banyak namanya supermie..iya kaaaaan????