Cerita ini hanya fiktif belaka, hasil kehaluan yang hakiki dari Author gabut. Silahkan tinggalkan jejak jempol setelah membaca dan kasih bintang lima biar karya ini melesat pesat. Percayalah Author tanpa Readers hanyalah butiran debu.
Siti dan Gandhi tetiba menjadi pasangan nikah dadakan, karena Siti menghindar perjodohan dari sang ayah yang akan di pindah tugas keluar Pulau.
Sebelumnya Siti sudah punya kekasih, tetapi belum siap untuk menikahinya. Jadilah Gandhi yang bersedia di bayar untuk menjadi suami pura-pura hingga Arka siap meminang Siti.
Isi rumah tangga Siti dan Gandhi tentu saja random, isi obrolan mereka hanya tentang kapan cerai di setiap harinya.
Mari kita simak bagaimana akhir rumah tangga Siti dan Gandhi yang sejak awal berniat bercerai. Apakah sungguh berpisah atau malah bucin akut?
Happy Reading All
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmeLBy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27 : LULUS
Tidak ada alasan panjang untuk Siti menolak tidur bersama Gandhi dalam satu kasur. Sepertinya Gandhi memang terlampau capek menjadi supirnya hari ini, ia tidak mau memperdulikan Siti yang bahkan sempat memberi batasan antara ia dan Gandhi agar tidak saling bersentuhan.
"Serah loe Sit yang benar benar SIT. Gua hanya mau tidur." Jawab Gandhi kemudian memberikan punggungnya pada perempuan yang sebenarnya sering juga membuatnya kesal tapi ia tahan.
Respon cuek Gandhi ternyata cukup ampuh untuk menekan kecerewetan Siti, sebab tidak ada perlawanan akhirnya Siti ikutan terlelap menyusul Gandhi ke pulau mimpi. Entah Siti mimpinya apa, tiba adzan subuh berkumandang yang juga terdengar dari ponsel Gandhi. Sudah melintang saja tangan Siti di atas perut Gandhi.
Ada senyum tipis di ujung bibir Gandhi melihat Siti yang pagi itu terlihat sangat manja dan wajah yang teduh. Tidak seperti Siti dalam keseharian yang cepat marah dan mudah terpancing emosinya. Cekrek. Gandhi mengambil foto, untuk ia simpan bahwa perutnya pernah di peluk Siti. Pelan pelan ia ganti dengan bantal, kemudian ia bangun dan akan menyiapkan diri untuk sholat.
Sebelum berwudhu, Gandhi sengaja memasang alarm seberisik mungkin di dekat telinga Siti agar istri pura-puranya itu bangun juga.
"Ih, berisik banget sih." Siti mengucek matanya dan sudah akan siap ngedumel lagi. Tetapi tidak jadi, sebab ia sudah melihat Gandhi menghadap kiblat melakukan sholat.
Dengan langkah malas-malasan Siti ke kamar kecil, setelah memastikan di lemari penginapan itu ada mukena. Lagi, Siti menyusul Gandhi untuk melakukan hal yang sama.
"Mau tidur lagi? atau kita chek out?" tanya Gandhi dengan sabar menunggu Siti selesai sholat.
"Ya pulang lah, gua kan bisa tidur lagi di jalan." Jawab Siti sambil melipat mukenanya.
"Kalo elu tidur di jalan, gua colok mata lu." Ujar Gandhi tidak mau Siti tiduran sedangkan dia nyetir.
"Terus kalo gak tidur, sepanjang jalan gua pelototin elu?" Jawab Siti yang tidak pernah berpikir positif.
"Baca Siti. Lu baca tulisan gua. Ya kali berguna pas ketemu dosen 2 nanti." Bener kan. Gandhi kok selalu bener sih idenya. Keduanya pun sudah berada di kendaraan roda empat milik Siti untuk kembali ke kota untuk konsul dengan Dosen 2.
"Pak Ismail sudah ACC ya. Ini ada beberapa perbaikan sedikit dari beliau. Boleh minta waktunya 3 hari untuk saya baca dan tandai penulisannya?" tanya Bu Nurul yang sudah meneliti draf yang Siti serahkan.
"Silahkan ibu, terima kasih untuk bantuannya." Jawab Siti ramah.
"Senyum jangan lupa elu senyum semanis mungkin, jangan hanya bisa marah, ngedumel saja dengan orang lain. Ramah, lu ngerti ramah kan sama orang. Apa lagi posisinya elu yang minta bantuan sama orang, jangan ada kesan maksa. Elu sedang di bawah, lagi minta tolong sama orang yang lagi di atas lu. Gimana caranya elu bersikap. Biar orang nolongin elu. Paham." Cukup panjang wejangan yang Gandhi sampaikan untuk Siti sepanjang mereka berangkat konsul dengan bu Nurul tadi.
Tidak menunggu tiga hari seperti yang Buk Nurul sampaikan. Hanya dalam 24 jam, Siti sudah mendapatkan kiriman rekomendasi revisi dari dosen pembimbing 2nya. Mungkin Dosen 1 juga sudah menghubungi Nurul bahwa minggu depan Siti sudah harus Sidang.
Tiba lah kini, Siti yang sedang mematut-matutkan diri di depan cermin dengan pakaian putih hitam dan jas Almamater kampusnya.
"Gan, lu bisa nemenin gua kan?" Entahlah ada secercah harapan dalam hati Siti untuk di temani Gandhi pagi itu. Baginya Gandhi seperti penyemangat dan sumber inspirasinya.
"5 juta kemarin hanya untuk buatkan tugas akhir. Tidak ada perjanjian sampe nungguin sidang juga." Jawab Gandhi dengan cueknya memasang sepatu lalu terlihat buru-buru untuk pergi.
"Sukses ya, lu pasti bisa. Biar kita cepet cerai." Ujarnya sebelum benar-benar pergi duluan dari Siti.
Huh, kenapa hati Siti mencelos gitu melihat kepergian Gandhi. Kenapa ia tidak minta semangat sama Arka kekasihnya saja. Tapi, emang Arka ngerti? bukankah Arka sarjana gagal. Mana Arka pernah merasakan di fase ini.
Sungguh sidang berjalan dengan lancar, Nira sudah duluan di nyatakan lulus. Karena ia lebih duluan masuk ke ruang Sidang yang di buat tiga panel. Beda dosen penguji dengan Siti. Tetapi Siti tidak sempat bicara banyak dengan Nira, sebab ia memilih membaca tulisannya kembali. Seperti pesan Gandhi, yang seperti emak-emak mengingatkannya untuk belajar dan fokus dengan isi tulisan yang sudah tercetak 4 rangkap tersebut.
"Baik selamat, kamu lulus dengan nilai A. Silahkan melanjutkan kelengkapan administrasi untuk pendaftaran Yudisium dan Wisuda." Begitu kata dosen penguji pada Siti dalam ruangan yang sempat membuat Siti panas dingin tadi.
"Wah, terima kasih Pak, Buk." Siti menyalami semua dosen yang ada dalam ruang Sidang. Tak terkecuali dosen pembimbing satu dan duanya yang tentu lebih banyak Siti repotkan.
"Siti, ibu saya sudah keluar rumah sakit. Tetapi parsel raksasa berisi makanan yang kamu beri kemarin bahkan belum habis kerena isinya banyak sekali, terima kasih ya ..." Bisik dosen itu pada Siti.
"Hah, hehe hehe. I ... iya pak." Salah orang, mungkin bapak ini salah orang. Pikir Siti. Siti mana tau tentang parsel itu yak, kan kerjaan Gandhi.
"Selamat ya Siti." Siti cipika-cipiki dong dengan buk Nurul secara mereka makhluk sejenis.
"Siti, pilihan warna piring dinner setnya keren banget loh. Ibu suka. Terima kasih ya Siti." Ini apa lagi sih. Siti gak ngerti. Tapi Siti senyum dengan sedkit mengangguk saja.
"Alhamdulilah kalau ibu suka." Hanya itu yang bisa Siti jawab sembari berpikir keras dinner set apa?
Itu kerjaan Gandhi, begitu ia dengar tugas Siti 3 hari lagi akan di respon. Ia sudah ngacir saja membeli parsel diner set lengkap. Tidak lupa mencari informasi rumah buk Nurul itu. Membubuhkan nama Siti pada paketan itu lalu mengantarnya sendiri. Sogokan gak sih?
Otak Siti mana sampai memikirkan hal semacam itu, mengira Buk Nurul berhalu ria saja. Atau kode agar nanti ia akan di beri Dinner set oleh Siti. Tapi bagi Siti yang terpenting sekarang ia sudah dinyatakan lulus.
Arka, ia harus menemui Arka secepatnya. Walau Arka sudah jarang menghubunginya sejak kejadian malam itu. Bagi Siti ia masih kekasih Arka dan sekarang ia sudah lulus. Waktunya menagih janji pada kekasihnya itu, untuk membicarakan kelanjutan hubungan mereka ke jenjang lebih serius. Walau harus jadi janda terlebih dahulu.
"Kalian liat Nira?" tanya Siti dengan teman yang juga melaksanakan Sidang hari itu.
"Ada tadi, tapi sudah langsung pulang. Sepertinya dia sakit Sit. Agak pucet gitu." Jawab teman Siti yang sempat melihat Nira agak berbeda dari biasanya.
Siti menunda niatnya untuk menemui Arka. Baginya sahabat lebih penting dari kekasih. Apalagi menurut teman lainnya Nira terlihat seperti orang sakit. Maka kost Nira adalah tujuan Siti sekarang.
"Loh, ibu kira kamu tidak ke sini lagi karena tau Nira sudah tidak kost di sini sekarang." Jawab ibu kost Nira saat Siti sudah tiba di kost Nira. Tempat ia sering berbagi cerita bagai rumah kedua baginya.
BERSAMBUNG ...
Komen, like nya dong
Biar tambah semangat gituh
Besok mau naik kontrak, mobon dukungan nya.
Lempar vote juga boleh
Makasih
pinisirin Tor?
Hanya ibadahnya belum lengkap aja
ujan ujan gitu, mknya cakit/Grin//Grin/
🏃🏃🏃🏃🏃🏃
Keren kok alurnya