NovelToon NovelToon
Dmyth: Kembalinya Hantu Dari Hutan Terlarang.

Dmyth: Kembalinya Hantu Dari Hutan Terlarang.

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Identitas Tersembunyi / Epik Petualangan / Menjadi NPC / Hari Kiamat / Evolusi dan Mutasi
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: orpmy

Jo Wira, pemuda yang dikenal karena perburuan darahnya terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kematian orang tuanya, kini hidup terisolasi di hutan ini, jauh dari dunia yang mengenalnya sebagai buronan internasional. Namun, kedamaian yang ia cari di tempat terpencil ini mulai goyah ketika ancaman baru datang dari kegelapan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orpmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mundur

Wira berdiri mematung di dekat mayat yang tergeletak dengan anak panah menancap di dahinya. Pikiran berkecamuk dalam benaknya. "Apakah ini mungkin hanya seseorang yang memakai riasan? Tapi jika benar, aku bisa berada dalam masalah besar." Perasaan bersalah mulai merayapi pikirannya.

Namun, Wira segera menenangkan diri dan memutuskan untuk memeriksa mayat itu lebih dekat. Dia berjongkok dengan hati-hati, mengamati luka-luka di tubuhnya.

Bau busuk yang menyengat semakin kuat saat dia memperhatikan kulit mayat yang penuh luka membusuk. Wira menyentuh luka di lengan mayat dengan ujung anak panahnya, memastikan bahwa pembusukan itu nyata.

“Tidak mungkin ini hanya riasan,” gumam Wira. Dia menyadari bahwa tubuh ini sudah mati selama berminggu-minggu. Darahnya yang mengering, kulit yang hancur, dan bagian tubuh yang membusuk tidak mungkin dipalsukan.

"Lalu bagaimana mungkin mayat ini masih bisa bergerak? Apakah mereka sudah menemukan cara untuk membangkitkan orang mati?" pikirnya dengan alis berkerut.

Pikiran itu langsung mengarah pada organisasi yang pernah memburunya di masa lalu. Baginya, hanya mereka yang cukup gila dan kejam bisa melakukan eksperimen seperti ini.

Namun, Wira tidak memiliki cukup waktu untuk memproses semua itu. Suara gonggongan Kinta yang tiba-tiba menggema di udara membuyarkan lamunan Wira. Ia menoleh cepat ke arah anjingnya, yang berdiri tegang dengan ekor naik, menatap tajam ke semak-semak di seberang sungai.

“Masih ada yang lain?” dari kemampuan pendengarannya, Wira sadar jika lebih banyak mayat hidup sedang bergerak kearahnya.

Kemudian seperti yang sudah dia duga, dari semak-semak itu muncul beberapa sosok yang tampak seperti manusia, tetapi berjalan dengan gerakan kaku dan tidak wajar.

Kulit mereka kusam dan membusuk seperti mayat pertama. Beberapa dari mereka memiliki luka menganga di tubuh mereka, tetapi tampak tidak terpengaruh. Dan yang menjadi masalah kali ini jumlah mereka tidak sedikit.

"Satu, dua, tiga... Sepuluh, sebelas. Ah sial ini akan menjadi sangat merepotkan." Wira mengutuk dalam hati begitu melihat jumlah mayat hidup yang mencapai 20 mayat.

“Apa-apaan ini?” Wira menghela napas panjang. Dia bisa saja menghindari pertarungan, tapi Wira merasa keadaan akan menjadi semakin buruk jika mayat-mayat itu dibiarkan berkeliaran.

“Kinta, Sumba, mundur ke tempat aman!” perintah Wira sambil menepuk-nepuk leher kuda dan memberi isyarat pada anjingnya untuk menjauh. Kinta menggonggong keras sekali sebelum berlari mundur, sementara Sumba mengikuti dengan langkah cepat, membawa peralatan Wira.

Kini Wira berdiri sendirian di hadapan kawanan mayat hidup. Ia memasang anak panah pada busurnya, menariknya dengan tenang. Matanya fokus pada zombie terdekat.

“Kalian hidup untuk kedua kalinya, hanya untuk disia-siakan ditangan ku. Sungguh kehidupan yang tidak berguna.” gumamnya sambil melepas anak panah pertama.

Panah itu melesat dengan kecepatan tinggi, menancap tepat di dahi salah satu zombie, membuatnya jatuh tersungkur ke tanah. Namun, yang lainnya terus bergerak tanpa menunjukkan ketakutan atau keraguan.

"Dasar monster tidak berontak. Apa kalian mengejar ku karena ingin memakan otakku?." Celetuk Wira.

Wira menarik napas dalam-dalam, merasakan adrenalin mengalir di tubuhnya. Ia tahu bahwa jumlah anak panahnya terbatas. Dia harus mengatur strategi agar bisa bertahan.

Saat zombie-zombie itu semakin dekat, Wira berusaha memanfaatkan lingkungan. Dia melompat ke atas akar pohon besar untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi, membuatnya lebih mudah membidik kepala musuh.

Anak panah terus dilepaskan satu per satu, menjatuhkan zombie di barisan depan. Namun, jumlah mereka terus bertambah. Setiap kali satu zombie tumbang, dua lagi muncul dari semak-semak.

Wira mulai merasa kewalahan karena busurnya tidak efektif digunakan untuk pertarungan jarak dekat. Wira melihat sekeliling mencari sesuatu yang bisa digunakannya. Matanya menangkap ranting kayu dengan ukuran cukup besar yang berada di dekatnya.

Dengan cepat ia melompat turun, menarik kayu itu, dan menggunakannya sebagai senjata darurat untuk memukul zombie yang sudah berada di depannya.

Pukulan itu cukup kuat untuk menjatuhkan beberapa zombie ke tanah, meskipun mereka tidak sepenuhnya hancur. Wira menggunakan keahlian beladiri untuk mengalahkan setiap zombie yang mendekat, satu persatu zombie berjatuhan tapi lebih banyak lagi yang datang.

Wira berhasil bertahan selama 30 menit, entah sudah berapa banyak zombie yang dia kalahkan, area sekitarnya sudah penuh oleh mayat, bahkan saat ini Wira berdiri diatas timbunan yang menggunung.

Secara perlahan gerakan Wira mulai tumpul, bukan karena dia kehabisan tenaga, melainkan karena fokusnya mulai terganggu akibat dari bau busuk mayat-mayat dibawah kakinya.

Crack! mata Wira terbuka lebar, lalu seketika wajahnya tertekuk menahan rasa sakit dari pinggulnya.

"Ini sangat berbahaya." Wira merasakan cidera tulang belakangnya kambuh. Bersama dengan itu, dari kejauhan terdengar lolongan Kinta, itu merupakan sebuah pertanda jika sudah waktunya bagi Wira menyelesaikan pertarungannya dengan para zombie.

Wira bersiul nyaring, memberi sinyal pada Kinta dan Sumba untuk mendekat. Tak butuh waktu lama, keduanya muncul dari balik pepohonan. Dengan gerakan gesit, Wira melompat ke atas kepala para zombie, menggunakan mereka sebagai pijakan untuk berlari. Dalam satu lompatan besar, dia mendarat dengan mulus di punggung Sumba.

Kinta berlari di samping mereka, menggonggong keras untuk menghalau zombie yang mencoba mendekat. Sumba melaju dengan kecepatan penuh, membawa mereka menjauh dari kerumunan yang terus berdatangan.

Dari punggung kudanya, Wira menembakkan panah ke arah zombie-zombie yang mengejar. Satu demi satu, mereka tumbang, hingga akhirnya jarak antara Wira dan kawanan mayat hidup itu semakin jauh. Perlahan, lolongan dan geraman mereka menghilang di kejauhan.

***

Setelah memastikan bahwa tidak ada zombie yang mengikutinya lagi, Wira berhenti di tengah hutan, menghela napas panjang dan berusaha beristirahat dan menenangkan dirinya. Di sekelilingnya, hutan terasa semakin sunyi, seakan dunia ikut terdiam menyaksikan kekacauan yang baru saja terjadi.

"Apa kalian terluka?" Wira bertanya, suaranya penuh perhatian. Meskipun nafasnya belum stabil, tapi Wira lebih mementingkan peliharaannya.

Sumba tampak baik-baik saja, hanya sedikit lelah setelah mereka terpaksa berlari, namun tidak ada luka yang terlihat. Wira mengelus leher kuda itu dengan lembut, merasa sedikit lega. Kemudian matanya segera beralih ke Kinta.

Di mulut anjing itu terdapat bercak darah hitam, yang mengering dan menodai bulunya. Wira menatapnya dengan ragu. Sepertinya Kinta telah menyerang salah satu zombie saat mereka berusaha kabur tadi.

Jantung Wira berdebar cepat. Ia mengingat plot film zombie apokaliptik yang sering ditemui dalam cerita-cerita zombie, tentang virus yang menyebar melalui gigitan. ‘Tapi, apa yang terjadi jika yang digigit justru zombie itu sendiri?’ pikir Wira bingung, tak yakin apakah Kinta akan terinfeksi atau tidak.

Ia merapatkan bibir, berusaha mengusir kecemasan yang terus mengganggu pikirannya. Meski demikian, Wira tak ingin terlalu terbebani oleh hal itu. Dengan hati-hati, dia membersihkan mulut Kinta, berusaha menghapus darah hitam yang menempel di sekitar gigi anjingnya.

“Apakah daging zombie itu enak?” Wira bertanya dengan nada ringan. Wira tersenyum kecil, meskipun senyum itu lebih untuk dirinya sendiri. Kinta hanya menatapnya, ekornya bergoyang pelan, namun kemudian anjing itu menggelengkan kepala.

"Syukurlah, aku sempat khawatir kau mengembangkan sifat aneh setelah mencicipi daging zombie." Wira sempat berpikir Kinta mungkin akan tertarik memangsa zombie setelah merasakan daging busuk sekali.

***

Setelah merasa cukup beristirahat, Wira bersiap kembali ke basecamp. "Aku harus memusnahkan mereka sebelum zombie-zombie itu menginfeksi para predator," gumamnya penuh tekad.

Namun, sebelum sempat naik ke punggung Sumba, Wira tiba-tiba merasakan sakit kepala yang hebat. Dia terhuyung, satu tangannya mencengkeram pelipis. Sekilas, pikirannya melayang pada kemungkinan terburuk, 'Mungkin aku terkena racun dari darah zombie?" Wira melihat tangannya yang kotor oleh darah hitam.

Tapi, melihat Kinta yang tetap sehat dan penuh energi, Wira ragu. Mungkin ini bukan karena darah zombie, bisa jadi ada faktor lain yang memengaruhinya.

Meski pikirannya dipenuhi berbagai spekulasi, Wira tidak punya waktu untuk menganalisis lebih jauh. Tubuhnya mulai lemas, dan setiap gerakan terasa menyakitkan. Dia harus segera kembali ke basecamp sebelum kondisinya memburuk.

Dengan susah payah, dia membongkar keranjang yang penuh barang dari punggung Sumba untuk meringankan beban kuda itu. Setelah selesai, dia memacu Sumba secepat mungkin, sementara Kinta terus berlari di samping mereka, setia mengawal perjalanan pulang.

1
Orpmy
Yey, akhirnya chapter 20.

mohon berikan dukungannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!