Di masa putih abu-abu, Juwita dan Calvin Cloud menikah karena kesalahpahaman. Calvin meminta Juwita untuk menyembunyikan status pernikahan mereka.
Setelah lulus sekolah, Calvin pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Sedangkan Juwita memilih berkuliah di Indonesia. Mereka pun saling menjauh, tak memberi kabar seperti kebanyakan pasangan lainnya.
Lima tahun kemudian, Juwita dan Calvin dipertemukan kembali. Calvin baru saja diangkat menjadi presdir baru di perusahaan Lara Crop. Juwita juga diterima menjadi karyawan di perusahaan tersebut.
Akan tetapi, setelah bertemu, sikap Calvin tetap sama. Juwita pun menahan diri untuk tidak memberitahu Calvin jika beberapa tahun silam mengandung anaknya.
Bagaimanakah kelanjutan hubungan Juwita dan Calvin? Apakah Juwita akan tetap merahasiakan buah hatinya, yang selama ini tidak pernah diketahui Calvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Jadi Sekretaris
Juwita terperangah, hingga membuat mulutnya terbuka sedikit.
Apa dia tidak salah mendengar Calvin menyuruhnya menjadi sekretaris. Bukankah posisi tersebut milik Lina? Sekarang, Juwita mulai terheran-heran.
"Sekretaris? Bukannya Lina jadi sekretaris Bapak?" Juwitas lantas bertanya, berharap pendengarannya tadi salah.
"Lina sudah kupecat, ikut aku ke kantor sekarang, Ardi akan menjelaskan apa saja tugasmu dan nanti saat di dalam kantor jawab semua pertanyaanku yang tadi!" ungkap Calvin dengan tegas.
Tanpa terlebih dahulu mendengar pendapat Juwita. Lelaki itu memutar tumit dan melangkah cepat menuju pintu ruangan.
Juwita terpaku di tempat dengan berkerut samar. "Dipecat?"
"Juwita, ke ruanganku sekarang!" Dari kejauhan, Calvin tiba-tiba berseru. Tampaknya lelaki itu tidak sabaran.
"Ba—ik Pak!" Juwita tergagap-gagap lantas melenggang cepat dari situ.
Meninggalkan beberapa karyawan pria saling lempar pandang, berbagai pertanyaan hinggap di kepala mereka kini. Para karyawan tampak juga terkejut bila Lina sudah dipecat.
[Kantor Calvin]
Juwita baru saja masuk ke dalam ruangan dan tak lupa melempar senyum kepada Ardi yang ternyata ada di dalam jua.
"Mulai hari ini kamu akan jadi sekretarisku. Tapi sebelum itu jawab dulu pertanyaanku tadi, kenapa kamu tidak membalas pesanku kemarin, dan alamat rumahmu sebenarnya di mana?" Calvin perlahan duduk di kursi kebesarannya.
Juwita menoleh ke depan dan sudah mempersiapkan jawaban.
"Tapi Pak, aku kan belum lama jadi karyawan dan belum ada pengalaman di bagian sekretaris, lagi pula sudah ada Lina, Pak," jawab Juwita, menolak secara halus. Terlebih, dia tidak mau jika sering bersama Calvin, akan membuat Salma dan Dewi makin membencinya.
"Untuk masalah kemarin ponselku dalam mode diam jadi aku tidak mendengar, rumahku ada di dekat jalan kemarin kok, Pak," terang Juwita kembali.
Alis mata Calvin terangkat sedikit, memandang Juwita dengan tatapan menyelidik. Lalu dalam hitungan detik hembusan kasar keluar dari hidung mancung tersebut.
"Hm, baiklah alasanmu aku terima. Bukankah tadi sudah kukatakan Lina sudah kupecat. Tidak ada tapi-tapi, ini perintah, kamu akan jadi sekretarisku, Ardi akan mengajarimu nanti."
Juwita terdiam sejenak dengan kening berkerut kuat. "Kenapa Lina dipecat Pak? Jangan Pak, aku tidak mau merepotkan Bapak."
Juwita bersikukuh, masih takut-takut. Kejadian kemarin meninggalkan trauma pada jiwa Juwita.
"Jangan pura-pura lupa. Lina kemarin menyerangmu kan? Tindakan Lina dan teman-temannya tidak terpuji, makanya Lina aku pecat. Tapi Salma dan Dewi saat ini aku diskors. Aku tidak suka karyawan-karyawanku bersikap semena-mena pada rekan kerjanya. Jadi, gantikan Lina menjadi sekretarisku!" Calvin menyeringai tipis kemudian. Senyuman yang membuat Ardi bergedik ngeri sedikit. Lelaki bertubuh jangkung itu diam-diam mendengarkan obrolan pasangan suami istri tersebut dari tadi. "Gaji sekretaris lebih besar, kamu yakin tidak mau menjadi sekretarisku."
Juwita tak menjawab, tampak berpikir keras. Mendengar kata gaji, pertahanan Juwita mulai runtuh. Apalagi ketiga orang wanita yang selalu menganggunya salah satunya sudah dipecat dan yang lainnya sudah menerima hukuman.
Di saat sedang berpikir, secara perlahan pula ada sedikit kebahagiaan bersarang di hati Juwita sekarang. Meskipun dia tahu pemecatan Lina karena sikap yang harus diambil oleh seorang pemimpin, tapi, tetap saja Juwita merasa senang.
"Bagaimana kamu bersedia?" Calvin mengulangi pertanyaan kala Juwita membisu. "Hari ini Ardi akan mengajarimu, dan mulai besok kamu boleh datang ke apartmentku pagi-pagi." Setelahnya, seulas senyum aneh terukir di wajah Calvin.
Kali ini Juwita mengerutkan dahi. "Baiklah aku bersedia." Setelah menimbang-nimbang Juwita pada akhirnya tergiur pula. "Tapi Pak, kenapa pagi-pagi aku harus ke apartment Bapak, memangnya tugas sekretaris apa saja?"
Calvin enggan menyahut, malah membuka laptop.
"Kamu akan tahu nanti. Ardi akan mengajarimu dan menjelaskan apa saja tugasmu. Keluar dari ruanganku sekarang, aku mau bekerja," ujar Calvin kemudian menoleh ke arah Juwita.
Juwita hendak bertanya lagi. Namun, sorot mata Calvin menyiratkan untuk jangan mengajukan pertanyaan kembali.
"Baiklah Pak. Kalau begitu aku permisi." Juwita berlalu pergi dari ruangan, diikuti Ardi di belakang, mengekorinya.
Sesampainya di luar, Juwita memandang Ardi.
"Ardi, bosmu itu sangat menyebalkan, aku heran mengapa aku harus ke apartmentnya besok." Juwita justru mengeluarkan protesnya kepada Ardi.
Ardi menyengir kuda seraya menggaruk kepala. Dia pun baru-baru ini mengetahui hubungan Calvin dan Juwita, yang menurutnya sangat aneh bin ajaib. Selama ini, Ardi pikir Calvin belum menikah.
"Hehe Pak Calvin dari dulu memang menyebalkan, mari kita duduk dulu, aku akan menjelaskan pada Nona Juwita."
Pada akhirnya Juwita mengangguk. Berharap keputusannya tadi benar.
Ardi pun mengajak Juwita duduk di meja kerja yang ditempati Lina dulu, tepatnya di depan ruang pribadi Calvin.
Kurang lebih dua jam Juwita mendengarkan apa yang disampaikan Ardi. Juwita keheranan dengan jobdesk yang dikatakan Ardi. Beberapa tugas yang diberikan terdengar aneh dan ambigu di telinga Juwita.
Seperti menyuruh dia menyiapkan Calvin pakaian kerja, memasang dasi, sarapan pagi dan segala macam. Suatu tugas yang lebih terdengar seperti seorang asisten rumah. Juwita jadi bertanya-tanya, apa benar tugas sekretaris seperti yang dikatakan Ardi saat ini.
"Apa ada yang ingin Anda tanyakan Nona Juwita?" tanya Ardi, setelah selesai menjelaskan panjang lebar, apa saja tugas Juwita.
"Ardi, kamu yakin semua yang kamu katakan tugas sekretaris?"
Sekali lagi Ardi menyengir. "Tentu saja Nona, itu tugas Anda."
'Maafkan aku Nona Juwita, sebenarnya bukan, ini permintaan aneh dari Calvin, ah sudahlah yang penting aku dapat fulus, hehe!' Ardi membatin dalam hati.
Juwita mendesah berat dan pasrah. "Baiklah, berarti mulai besok aku datang ke apartmentnya, 'kan?"
Ardi mengangguk cepat sambil mengulas senyum. "Iya, datanglah besok jam 6 pagi, untuk hari ini Anda rampungkan saja dulu pekerjaan Anda sebagai karyawan divisi."
Juwita membelalakan mata. "Apa? Cepat sekali, apa tidak bisa jadi jam setengah 7 saja."
"Nona bisa minta sama Pak Calvin. Aku permisi sebentar, ada telepon yang harus kuangkat," kata Ardi kala mendengar bunyi ponsel di dalam saku celana sekarang.
"Baiklah, terima kasih Ardi."
Lagi, lagi Juwita mendesah berat. Lalu memutuskan kembali ke ruang kerja hendak menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum menjadi sekretaris Calvin besok.
***
Esok harinya, sesuai dengan jam perjanjian. Pukul setengah tujuh pagi, Juwita telah sampai di alamat yang diberikan Ardi kemarin. Beruntung Calvin mau menerima protesnya. Di sini lah Juwita sekarang, berdiri di depan gedung apartment-apartment elit.
"Semoga saja tidak ada kejadian aneh hari ini," gumam Juwita pelan, sebelum memutuskan masuk ke dalam gedung.
Namun, belum juga kakinya bergerak, sosok yang amat sangat dia kenali berdiri di hadapannya sekarang, dan membuat pupil mata Juwita melebar seketika.
o ya ko' Chester bisa ke perusahaan sendiri,dia kan masih bocah... sementara kan jarak rumah ke perusahaan jauh?